Taktik Pengendalian Busuk Batang Jeruk (Botryodiplodia Theobromae Pat.) Oleh Khamir, Fungi Mikoriza Arbuskular, Dan Kitosan
View/ Open
Date
2017Author
Khairani, Hagia Sophia
Sinaga, Meity Suradji
Mutaqin, Kikin Hamzah
Metadata
Show full item recordAbstract
Penyakit busuk batang (Botryodiplodia theobromae (Pat.)) merupakan salah
satu masalah dalam produksi jeruk di Indonesia. Pemanfaatan agens hayati dan
kitosan menjadi prioritas dalam komponen pengendalian karena potensinya dalam
pengendalian penyakit tanaman telah banyak dilaporkan. Agens hayati seperti
khamir dan fungi mikoriza arbuskular (FMA) memiliki berbagai mekanisme
dalam menekan perkembangan penyakit tanaman. Khamir telah banyak
dimanfaatkan dalam pengendalian penyakit pascapanen dan memperpanjang daya
simpan buah dan benih namun laporan tentang pemanfaatan khamir dalam
pengendalian penyakit di lapangan belum banyak dilaporkan. Selain
memanfaatkan FMA secara langsung, juga dilakukan isolasi bakteri-bakteri
simbiotik dari FMA yang diduga berperan sebagai helper bacteria. Kitosan juga
diketahui mampu menekan perkembangan penyakit tanaman dengan konsentrasi
optimum tertentu yang bergantung pada jenis patogen dan jenis tanamannya.
Namun, penelitian tentang potensi khamir, FMA serta bakteri simbiotiknya,
kitosan dalam pengendalian penyakit busuk batang jeruk dan mekanismenya
belum banyak dilaporkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi khamir, FMA, bakteri
simbiotik FMA, dan kitosan baik secara tunggal maupun kombinasi untuk
memperoleh taktik dalam mengendalikan penyakit busuk batang jeruk.
Mekanisme-mekanisme pengendalian langsung dan tidak langsung dari agens
hayati dan kitosan juga dievaluasi pada penelitian ini. Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Mikologi Tumbuhan dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman, Rumah Kaca Cikabayan IPB, dan Laboratorium
Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB pada bulan Januari sampai Agustus 2016.
Khamir yang digunakan adalah isolat YP koleksi Klinik Tanaman IPB, FMA yang
digunakan merupakan formulasi granul komersial, bakteri simbiotik diisolasi dan
diseleksi dari FMA, dan kitosan yang digunakan diperoleh dari Departemen
Teknologi Hasil Perairan IPB dalam bentuk serbuk yang diseleksi konsentrasi
optimumnya.
Pengujian-pengujian in vitro yang dilakukan adalah potensi produksi
senyawa volatil, produksi enzim kitinase, antibiosis, dan hiperparasitisme dari
khamir dan isolat-isolat bakteri hasil isolasi dari FMA, dan penentuan konsentrasi
kitosan melalui pengujian penghambatan pertumbuhan radial B. theobromae dan
kompatibilitasnya dengan khamir. Hasil pengujian in vitro adalah khamir
memiliki mekanisme hiperparasitisme dengan afinitas 26 sel khamir per hifa B.
theobromae, produksi senyawa volatil dengan tingkat hambatan relatif (THR)
29.1%, dan produksi enzim kitinase. Isolat bakteri simbiotik terbaik hasil isolasi
dari FMA bersifat non-patogenik, Gram positif, memiliki mekanisme produksi
senyawa volatil dengan THR 26.7%, antibiosis dengan THR 42.9%, produksi
enzim kitinase, dan memiliki homologi 97% dengan B. subtilis asal Vietnam.
2
Kitosan konsentrasi 0.7% terpilih untuk digunakan pada uji in planta karena
menekan pertumbuhan radial B. theobromae dengan THR 48.2% dan kompatibel
dengan khamir.
Pengujian dilanjutkan pada percobaan di rumah kaca dengan perlakuan: (1)
Khamir, (2) FMA, (3) B. subtilis, (4) Kitosan, (5) Khamir+FMA, (6)
Kitosan+FMA, (7) Khamir+Kitosan, (8) Khamir+FMA+Kitosan, dan (9) Kontrol
dengan 3 ulangan dan 5 unit tanaman untuk masing-masing ulangan. Peubahpeubah
yang diamati adalah periode laten, insidensi penyakit, keparahan penyakit,
laju infeksi, dan nilai area under disease progress curve (AUDPC). Selain
mempelajari aplikasi agens hayati dan kitosan dalam penekanan penyakit busuk
batang jeruk, kesembilan perlakuan tersebut juga diberikan pada blok pertanaman
tanpa inokulasi B. theobromae untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh
fitotoksisitas dari aplikasi agens hayati dan kitosan. Peubah lain yang diukur dari
aplikasi agens hayati dan kitosan pada tanaman yang diinokulasi dan tidak
diinokulasi B. theobromae adalah tingkat asosiasi FMA dan kandungan fenol
total.
Perlakuan Khamir+FMA+Kitosan menunjukkan periode laten paling lambat
dan insidensi penyakit paling rendah (66.7%) dibandingkan dengan kontrol.
Sementara itu, perlakuan yang menunjukkan keparahan penyakit terendah adalah
perlakuan tunggal FMA (18.3%) dan kombinasi Khamir+FMA (23.3%)
dibandingkan kontrol (43.3%). Laju infeksi paling rendah yaitu 0.3% juga
terdapat pada perlakuan perlakuan tunggal Khamir, FMA, dan perlakuan
kombinasi Khamir+FMA dibandingkan dengan kontrol (0.9%). Sama halnya
dengan nilai AUDPC terendah yaitu 898.3 yang terdapat pada perlakuan tunggal
FMA dibandingkan kontrol (2 210.8). Tingkat asosiasi FMA tertinggi terdapat
pada perlakuan tunggal FMA (34.1%) dan Khamir+FMA (39.3%) pada tanaman
yang diinokulasi B. theobromae. Sementara itu, kandungan fenol total tertinggi
terdapat pada perlakuan kombinasi Khamir+FMA (300 mg g-1) yang berarti lebih
besar 150% dibandingkan kontrol positif (120 mg g-1).
Berdasarkan kemampuan penekanan perkembangan penyakit, perlakuan
tunggal FMA dan kombinasi Khamir+FMA direkomendasikan sebagai perlakuan
yang efektif untuk mengendalikan penyakit busuk batang jeruk. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat digunakan dalam penyusunan strategi pengendalian penyakit
busuk batang jeruk yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan.
Collections
- MT - Agriculture [3696]