Sistem Agroforestri Sentang (Azadirachta Excelsa (Jack) M. Jacobs) Dengan Meniran (Phyllanthus Urinaria L. Dan Phyllanthus Debilis Klein Ex Wild).
Abstract
Sentang merupakan salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang tahan terhadap hama dan penyakit, memiliki kualitas kayu yang cukup baik dan nilai ekonomi yang tinggi. Penanaman sentang dapat dilakukan berdasarkan sistem agroforestri dengan meniran. Meniran merupakan tanaman herba berkhasiat obat dengan kategori kelas toksik ringan. Meniran dapat ditanam di tempat ternaungi ataupun terbuka. Penanaman dengan sistem ini akan memberikan dampak positif dan negatif terhadap keduanya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai sistem agroforestri meniran dan sentang dengan tujuan menganalisis pengaruh alelopati sentang terhadap pertumbuhan dan produksi meniran, menganalisis pertumbuhan sentang dan menganalisis pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa filantin dan hipofilantin pada meniran.
Penelitian ini dilaksanakan di lahan Unit Konservasi Budidaya Pusat Studi Biofarmaka Cikabayan dan di rumah kaca, Departemen Silvikultur, IPB dimulai dari bulan Januari sampai Juni 2016. Penelitian ini terdiri dari 3 kegiatan. Kegiatan pertama berjudul “pengaruh alelopati serasah daun dan ranting sentang terhadap pertumbuhan dan produksi meniran merah dan kuning”. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan petak terbagi (split plot design). Perlakuan yang digunakan terdiri dari 14 perlakuan dengan 3 ulangan. Petak utama adalah 2 jenis tanaman meniran yaitu meniran merah (P. urinaria) dan kuning (P. debilis). Anak petak adalah 7 konsentrasi ekstrak yang terdiri dari P0 = tanpa ekstrak sentang; P1 = ekstrak serasah daun sentang 1.25%; P2 = ekstrak serasah daun sentang 2.5%; P3 = ekstrak serasah daun sentang 5%; P4 = ekstrak serasah ranting sentang 1.25%; P5 = ekstrak serasah ranting sentang 2.5% dan P6 = ekstrak serasah ranting sentang 5%.
Kegiatan yang kedua berjudul “pertumbuhan sentang dalam sistem monokultur dan agroforestri”. Metode yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan perlakuan pola tanam dengan 14 ulangan. Pola tanam terdiri dari P0= pola monokultur dan P1= pola agroforestri. Sentang berumur 2 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m.
Kegiatan yang ketiga berjudul “pertumbuhan, produksi, dan kandungan senyawa meniran merah dan meniran kuning dalam sistem monokultur dan agroforestri”. Metode yang digunakan adalah rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) dengan perlakuan monokultur meniran merah (P0Mm), monokultur meniran kuning (P0Mk), agroforestri meniran merah dengan sentang (P1Mm), dan agroforestri meniran kuning dengan sentang (P1Mk). Jumlah ulangan yang digunakan adalah 4 ulangan. Sentang memiliki umur 2 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m.
Hasil penelitian pengaruh alelopati sentang terhadap meniran menunjukkan bahwa pengaruh faktor tunggal konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi meniran. Pengaruh interaksi ekstrak daun sentang 5% (P3) pada meniran merah memiliki nilai paling rendah dibandingkan meniran merah dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan
bahwa ekstrak daun sentang 5% menghambat produksi biomassa basah meniran merah.
Pola tanam dengan sistem agroforestri tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon sentang. Hal ini diduga karena waktu pengukuran yang relatif singkat yakni hanya berkisar tiga bulan. Pertumbuhan akar sentang mengarah ke permukaan baik agroforestri maupun monokultur. Hal ini diakibatkan oleh pergerakan akar yang mengikuti letak unsur hara dan air. Unsur hara tersedia di permukaan tanah akibat adanya pemupukan pada tanaman sela pada sistem agroforestri. Selain itu, curah hujan yang cukup tinggi juga menyebabkan terjadinya erosi.
Pola tanam dengan sistem agroforestri juga mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa meniran merah dan kuning. Sistem agroforestri menurunkan pertumbuhan dan produksi meniran merah dan kuning akibat kekurangan cahaya. Namun sistem agroforestri cenderung meningkatkan kandungan dan produksi senyawa filantin dan hipofilantin pada meniran merah dan kuning. Hal ini dipengaruhi oleh adanya cekaman cahaya tersebut sehingga meniran melakukan mekanisme pertahanan dengan memproduksi metabolit sekunder yang lebih tinggi. Meniran kuning memiliki kandungan dan produksi senyawa filantin dan hipofilantin yang lebih tinggi dibandingkan dengan meniran merah bahkan tidak terdeteksi pada meniran merah yang ditanam secara monokultur. Sistem agroforestri mampu memicu pembentukan senyawa filantin pada meniran merah yaitu 0.0018 mg/g.
Collections
- MT - Forestry [1417]