Rumpon Sebagai Alat Pengelola Perikanan Tuna Berkelanjutan; Madidihang (Thunnus Albacares)
View/ Open
Date
2017Author
Nurdin, Erfind
Sondita, M Fedi A
Yusfiandayani, Roza
Baskoro, Mulyono S
Metadata
Show full item recordAbstract
Armada penangkapan ikan tuna di Indonesia banyak yang menggunakan rumpon sebagai alat bantu penangkapan. Jumlah rumpon terpasang di laut merupakan salah satu indikator adanya persaingan diantara kapal-kapal penangkap tuna. Teknologi alat bantu ini menyebabkan sumberdaya ikan tuna semakin susceptible terhadap penangkapan. Hal ini berarti jika perikanan berbasis rumpon tidak dikendalikan, keberlanjutan sumberdaya akan terancam. Meningkatnya hasil tangkapan dan berkembangnya upaya penangkapan dalam berbagai bentuk/skala telah mengarah pada menurunnya ukuran stok sumberdaya. Jumlah rumpon di perairan dapat dijelaskan dalam bentuk variabel kepadatan rumpon (jumlah rumpon per satuan luas). Hubungan antara kepadatan rumpon dan produktivitas (hasil tangkapan per upaya) adalah berbanding terbalik dimana semakin banyak rumpon maka semakin menurunkan produktivitas (Monintja dan Zulkarnain 1995; Diniah et al. 2006). Saat sekarang ini rumpon harus dilihat dari perspektif yang berbeda, bukan hanya sebagai alat bantu pengumpul ikan tetapi lebih jauh dapat digunakan sebagai alat pengelolaan berupa monitoring dan konservasi sumberdaya ikan. Penggunaan rumpon lebih diarahkan sebagai enhanced habitat dengan menjaga pertumbuhan ikan tuna berukuran kecil hingga menjadi dewasa (layak tangkap) guna terhindar dari kelebihan tangkap ikan muda (recruitment overfishing). Sondita (2011) menyatakan bahwa kawasan tempat pemasangan rumpon dapat dijadikan kawasan konservasi dalam menjamin keberlanjutan perikanan tangkap dan penerapan CCRF. Penelitian ini bertujuan; (1) mengidentifikasi permasalahan perikanan rumpon dikaitkan dengan kondisi biologi ikan yang tertangkap, (2) menentukan lokasi dan periode waktu sebagai daerah penangkapan ikan yang layak, (3) merumuskan fungsi rumpon sebagai alat pengelolaan perikanan. Secara umum, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah informasi ilmiah terkait kajian perikanan tuna berbasis rumpon. Hasil kajian dapat dijadikan dasar pertimbangan pemanfataan sumberdaya madidihang di rumpon dan landasan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan perikanan rumpon yang bertanggung-jawab oleh pemerintah daerah maupun pusat dengan pendekatan kehati-hatian (precautionary approach). Tumbuhnya kesadaran masyarakat perikanan untuk lebih bertanggung-jawab guna pemanfataan sumberdaya yang berkelanjutan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Desember 2015 di PPN Palabuhanratu - Jawa Barat, dengan batasan pada perikanan madidihang (yellowfin tuna) hasil tangkapan di sekitar rumpon. Data primer diperoleh melalui pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan sesuai dengan keperluan tujuan dan analisis penelitian. Bahan penelitian sekaligus sebagai objek riset adalah unit penangkapan ikan (rumpon, unit armada dan alat tangkap) dan hasil tangkapannya. Data sekunder dikumpulkan melalui nelayan, pelaku perikanan dan institusi terkait pada sentra aktivitas perikanan sebagai lokasi sampling.
Masalah utama yang dihadapi sekarang ini adalah hasil tangkapan
madidihang disekitar rumpon didominasi oleh ikan berukuran kecil (belum layak
tangkap) akibat penangkapan yang dilakukan pada kolom perairan dimana banyak
juvenil terdapat. Semakin kecil ukuran rata-rata ikan yang tertangkap berarti
semakin berkurang jumlah ikan tuna yang berkesempatan memijah. Akibat
logisnya adalah rekruitmen tuna berkurang. Jika hal ini terus berlanjut maka
dapat berdampak buruk terhadap keberlanjutan sumberdaya.
Sebaran ukuran panjang hasil rekonstruksi produksi tangkapan
madidihang sebanyak 44.135 ekor terbagi menjadi dua kelompok, tuna kecil
(baby tuna) dengan ukuran 21-70 cmFL sebesar 98,54%, dominasi ukuran 31-35
cmFL sebesar 26,70% memiliki nilai L50 40,9 cmFL dan tuna dewasa (adult)
ukuran 81-160 cmFL sebesar 1,46% dominasi ukuran 111-115 cmFL sebesar
0,20% memiliki nilai L50 108,3 cm. Parameter pertumbuhan menunjukkan nilai
L∞ sebesar 178 cmFL dengan koefisien pertumbuhan (K) 0,47 tahun-1.
Pemanfaatan baby tuna dalam kondisi eksploitasi berlebih, sedangkan tuna
dewasa masih dalam kondisi baik dengan tingkat mortalitas total (Z) sebesar 1,27
tahun-1, mortalitas alami (M) 0,66 tahun-1 dan mortalitas akibat penangkapan (F)
sebesar 0,61 tahun-1. Tingkat eksploitasi dalam kondisi baik (E) sebesar 0,48.
Penempatan rumpon di laut oleh nelayan hanya mengandalkan
pengalaman dan intuisi sehingga terkesan tidak teratur tanpa memperhatikan
kondisi kesuburan perairan. Sebaiknya pemilihan lokasi penempatan rumpon
harus memperhatikan kesuburan perairan. Tingkat kesuburan perairan
berpengaruh terhadap produktivitas primer yang secara langsung menentukan
kelimpahan sumber makanan ikan target.
Rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini menunjukkan dugaan
daerah penangkapan ikan tuna layak tangkap berdasarkan pengamatan akustik di
sekitar rumpon berada pada kedalaman 200 hingga 500 meter dengan puncak
keberadaan terjadi pada pagi hari. Berdasarkan potensi kesuburan yang terjadi di
musim timur (Juni-Agustus) pada posisi 104.025º – 104.924º BT ; -6.513º – -
7.392º LS dan 106.703º - 107.469º BT ; -7.602 – -8.237º LS, musim peralihan II
(September-November) pada posisi 104.343º - 104.885º BT ; -6.805 – -7.391º LS
dan 106.665º – 107.512º BT ; -7.781º – -8.257º LS.
Rumpon selain sebagai alat pengumpul ikan, juga dapat dijadikan alat
pengelolaan perikanan tuna. Opsi pemanfaatan mendatang tidak melakukan
penambahan jumlah upaya (effort) dan operasi penangkapan ditekankan pada
musim penangkapan. Segi bioekologis ditujukan untuk menangkap tuna dewasa
(layak tangkap) dengan teknik penangkapan dan alat tangkap disesuaikan
keberadaan ikan tersebut. Dominasi keberadaan baby tuna menempatkan
Indonesia pada posisi yang strategis dalam pengelolaan regional (RFMO) dengan
pendekatan kehati-hatian (precautionary approach).
Collections
- DT - Fisheries [725]