. Integrasi Kearifan Lokal Masyarakat Suku Manggarai Dalam Konservasi Tumbuhan Dan Ekosistem Pegunungan Ruteng Nusa Tenggara Timur
View/ Open
Date
2016Author
Iswandono, Elisa
Zuhud, Ervizal A.M.
Hikmat, Agus
Kosmaryandi, Nandi
Metadata
Show full item recordAbstract
Masyarakat tradisional di sekitar hutan di Indonesia memiliki nilai konservasi biodiversitas yang berkaitan dengan sosial budaya setempat yang diwariskan turun temurun. Keragaman pengetahuan etnobotani masyarakat sekitar hutan belum dipertimbangkan dalam pengelolaan hutan sehingga seragam dalam pengelolaannya yang berdampak pada disorientasi pengelolaan hutan yang belum sesuai kearifan lokal setempat. Belum adanya titik temu pengelolaan bersama antara masyarakat tradisional yang arif dalam melakukan konservasi tumbuhan hutan dan konservasi menjadi salah satu sebab kurang berhasilnya konservasi hutan. Penelitian ini difokuskan pada integrasi pengetahuan etnobotani dalam konservasi tumbuhan hutan dan dipilih masyarakat suku Manggarai yang hidup di pegunungan Ruteng, yaitu: pada Hutan Ruteng belum diberikan akses pemanfaatan tumbuhan hutan sedangkan di Hutan Todo masyarakat diberikan akses untuk pemanfaatan. Pertimbangan lainnya adalah kesamaan suku, budaya dan bahasa serta ekosistem hutan pegunungan.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membuktikan bahwa masyarakat Suku Manggarai Pegunungan Ruteng masih memiliki kearifan lokal yang dapat mendukung kelestarian hutan khususnya ditinjau dari aspek etnobotani dan mengintegrasikan kepentingan masyarakat tradisional dan konservasi dalam pengelolaan hutan. Tujuan penelitian ini secara rinci adalah 1) memperoleh gambaran mengenai budaya masyarakat suku Manggarai dalam melakukan konservasi tumbuhan dan ekosistem pegunungan Ruteng dengan studi etnografi yang mendukung konservasi, 2) mengkaji pemanfaatan tumbuhan hutan oleh masyarakat Suku Manggarai yang mendukung konservasi, 3) mengkaji bentuk pengelolaan tradisional lahan masyarakat suku Manggarai yang mendukung konservasi dan kesejahteraan, dan 4) menyusun sintesis konsep pengelolaan kawasan hutan yang mengintegrasikan kearifan lokal dalam konservasi tumbuhan dan ekosistem Pegunungan Ruteng. Perolehan data etnobotani melalui Focus Group Discussion dan data kualitatif mengenai budaya konservasi lainnya melalui wawancara dengan informaan kunci masyarakat tradisional, pemimpin lembaga swadaya masyarakat yang mendukung konservasi dan pejabat pemerintah daerah Manggarai. Perolehan data kuantitatif ekologi melalui analisis vegetasi.
Masyarakat Suku Manggarai di Pegunungan Ruteng telah mempraktekkan konservasi dalam nilai-nilai, norma-norma dan tradisi yang diwariskan yang merupakan kearifan lokal dalam pemanfaatan. Konservasi secara tradisional dilakukan melalui pemanfaatan tumbuhan hutan secara berkelanjutan dan praktek pengelolaan lahan secara tradisional yang memiliki nilai-nilai keagamaan lokal yang masih dipatuhi. Kegiatan perlindungan dan pengawetan dalam konsepsi masyarakat tradisional selalu dikaitkan dengan istilah keramat sehingga pantang untuk dirusak sedangkan kegiatan pemanfaatan diatur dengan aturan-aturan dan upacara adat yang mengikat sehingga pemanfaatannya lestari.
Pengetahuan etnobotani cukup tinggi karena pemenuhan kebutuhan hidup memanfaatkan tumbuhan hutan untuk memenuhi hidup kebutuhan sehari-hari dan melakukan ritual adat. Tingkat pengetahuan laki-laki lebih tinggi dari perempuan karena tugas untuk mengambil hasil hutan adalah laki-laki. Tingkat pengetahuan masyarakat tertinggi ditemukan pada kelas umur antara 55-69 tahun dan mengalami penurunan terutama pada generasi muda.
Indikator degradasi hutan di pegunungan Ruteng dari informasi etnobotani adalah penurunan pengetahuan tradisional yang berdampak degradasi hutan karena masyarakat memiliki kurang pengetahuan untuk mengelola hutan secara lestari. Indikator kedua adalah pemanfaaan komersial untuk kayu bangunan dan kayu bakar untuk memenuhi permintaan pasar dan kebutuhan uang tunai. Tumbuhan paling penting secara budaya adalah teno (Mellochia umbellata) yang memiliki manfaat terbanyak sehingga masyarakat melakukan konsrvasi dengan memelihara anakan teno yang tumbuh alami di kebun. Tumbuhan penting secara ekologi dan budaya adalah ara (Ficus variegata) yang dipercaya berperan meningkatkan debit air di mata air sehingga dilindungi masyarakat dan paling dominan. Tumbuhan hutan prioritas konservasi lokal sebanyak 13 spesies yang terutama disebabkan oleh belum dilakukannya budidaya dan adanya pemanfaatan komersial.
Orang Manggarai memiliki sistem tata guna lahan yang menyediakan ruang untuk perlindungan dan pemanfaatan yang mendukung konservasi tumbuhan hutan dan kesejahteran masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Pengelolaan lahan secara tradisional masih dipertahankan karena lahan komunal merupakan ikatan sosial kekerabatan dan tempat melakukan ritual tradisional sehingga memiliki nilai-nilai keagamaan lokal yang masih dipatuhi. Pada wilayah hutan yang diberikan akses untuk pemanfaatan hutan memiliki penutupan hutan yang lebih baik karena adanya dukungan masyarakat terhadap kelestarian kawasan hutan.
Konsep pengelolaan kawasan konservasi sepatutnya menyentuh manfaat nyata pemenuhan kehidupan sehari-hari. Strategi pemanfaatan dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan subsisten 12 macam pemanfaatan termasuk pemenuhan kebutuhan kayu untuk pembangunan rumah adat dan rumah tinggal. Pengawetan tumbuhan hutan berkaitan dengan fungsi ekologi ketersediaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Perlindungan sistem penyangga kehidupan berkaitan dengan keberadaan mata air pada setiap kampung danau dan hutan yang dikeramatkan.
Collections
- DT - Forestry [343]