Eliminasi Virus Pada Bawang Merah (Allium Cepa Var. Aggregatum) Secara In Vitro Menggunakan Termoterapi Dan Kemoterapi
View/ Open
Date
2017Author
Putri, Prabawati Hyunita
Hidayat, Sri Hendrastuti
Dinarti, Diny
Metadata
Show full item recordAbstract
Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang penting
di Indonesia. Sentra produksi bawang merah di Indonesia terutama di darah Jawa
Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Sebagian besar
petani di Indonesia menggunakan umbi sebagai bahan perbanyakan vegetatif.
Infeksi virus sangat mudah ditularkan melalui satu generasi ke generasi
selanjutnya dan dari satu daerah ke daerah lainnya sehingga dikhawatirkan
menurunkan kualitas dan hasil produksi. Infeksi virus pada umbi bawang merah
di Indonesia telah dilaporkan, walaupun informasinya masih sangat terbatas.
Penelitian ini bertujuan mengembangkan metode eliminasi virus pada
bawang merah menggunakan kombinasi termoterapi dan kemoterapi dengan
beberapa ukuran eksplan kultur ujung tunas. Penelitian dilaksanakan mulai
Januari 2015 sampai dengan Juni 2016, bertempat di Laboratorium Virologi
Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman dan Laboratorium Kultur Jaringan 3,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Umbi benih bawang merah terdiri atas dua kultivar, yaitu „Bima Curut‟
dan „Bima Brebes‟, diperoleh dari penangkar benih di desa Tenguli, Brebes, Jawa
Tengah. Eksplan berupa ujung tunas diisolasi menjadi tiga ukuran yang berbeda
(1 mm, 2 mm, dan 3 mm). Masing-masing eksplan diberi perlakuan suhu (30 oC,
37 oC, dan 25 oC sebagai kontrol) dan diinkubasi selama 4 minggu. Termoterapi
dilakukan pada kondisi homogen dan heterogen. Plantlet hasil termoterapi yang
masih terinfeksi virus kemudian digunakan sebagai sumber eksplan untuk
kemoterapi. Ujung tunas berukuran 2 mm digunakan sebagai eksplan dan
ditumbuhkan pada media yang mengandung ribavirin (10 mg L-1, 25 mg L-1, dan
kontrol 0 mg L-1), selanjutnya diinkubasi pada suhu 30 oC. Deteksi virus setelah
perlakuan menggunakan RT-PCR dengan primer spesifik Carlavirus, Poyvirus,
dan Al lexivirus.
Benih umbi bawang merah yang diperoleh dari penangkar benih diseleksi
lebih dahulu melalui deteksi virus dengan metode dot immunobinding assay
(DIBA) menggunakan antibodi OYDV, SLV, dan GCLV. Sebanyak 100 sampel
umbi diambil secara acak pada masing-masing kultivar dan ditanam pada
styrofoam yang telah diberi air di bawahnya. Setelah 7 hari diambil secara acak 50
sampel daun yang tumbuh dari masing-masing kultivar. Hasil deteksi awal umbi
benih bawang merah menunjukkan bahwa kedua kultivar 100 % positif terinfeksi
OYDV. Sampel „Bima Curut‟ yang bereaksi positif terhadap antibodi SLV dan
GCLV berturut- turut sebanyak 100% dan 90%, sedangkan sampel „Bima Brebes‟
berturut- berturut sebanyak 96% dan 96%. Infeksi OYDV dominan dibandingkan
dengan SLV dan GCLV. Hasil deteksi ini mengindikasikan bahwa infeksi virus
pada pertanaman bawang merah di Indonesia sangat tinggi.
Perlakuan termoterapi pada berbagai tingkatan suhu dan ukuran eksplan
menunjukkan bahwa suhu mempengaruhi secara nyata pertumbuhan eksplan
sedangkan ukuran eksplan tidak berpengaruh nyata. Pada kultivar Bima Curut,
kombinasi perlakuan termoterapi terbaik terhadap pertumbuhan eksplan adalah
ukuran eksplan 1 mm dengan kondisi heterogen, sedangkan pada kultivar Bima
Brebes adalah kombinasi ukuran eksplan 2 mm dengan suhu heterogen.
Konfirmasi melalui RT-PCR pada plantlet hasil termoterapi menunjukkan bahwa
semakin kecil ukuran maka tingkat keberhasilan eliminasi semakin tinggi. Seluruh
plantlet (100%) yang berasal dari ukuran eksplan 1 mm bebas virus pada semua
perlakuan. Tingkat eliminasi pada kultivar Bima Curut dengan ukuran eksplan 2
mm dan 3 mm pada suhu 30 °C terhadap Potyvirus adalah 67%, sedangkan
terhadap Carlavirus berturut-turut adalah 33% dan 67%. Tingkat eliminasi pada
kultivar Bima Curut dengan ukuran eksplan 2 mm dan 3 mm pada suhu heterogen
terhadap Potyvirus adalah 67%, sedangkan terhadap Carlavirus adalah 50%.
Tingkat eliminasi pada kultivar Bima Brebes dengan ukuran eksplan 2 mm dan 3
mm terhadap Potyvirus pada suhu 30 °C berturut-turut 33% dan 50%, sedangkan
terhadap Carlavirus berturut-turut adalah 50% dan 67%. Tingkat eliminasi pada
kultivar Bima Brebes dengan ukuran eksplan 2 mm dan 3 mm pada suhu
heterogen terhadap Potyvirus adalah 50% dan 67%, sedangkan terhadap
Carlavirus adalah 50% dan 67%. Kultur ujung tunas berukuran 1 mm terbukti
dapat mengeliminasi virus hingga 100%. Namun, kultur ujung tunas ini
memerlukan keahlian dan membutuhkan waktu yang lama dalam mengisolasinya
sebelum dapat digunakan sebagai eksplan. Oleh karena itu, perlakuan
menggunakan ukuran eksplan 2 mm yang dikombinasikan dengan suhu heterogen
merupakan perlakuan terbaik untuk ukuran eksplan yang lebih besar karena dapat
meningkatkan eliminasi virus serta tidak mengganggu pertumbuhan plantlet.
Kombinasi perlakuan termoterapi dan kemoterapi pada konsetrasi
ribavirin lebih dari 10 mg L-1 pada kultivar Bima Curut tidak menghasilkan
plantlet yang hidup. Perlakuan ribavirin 25 mg L-1 pada kultivar Bima Brebes
menghasilkan plantlet yang tumbuh, namun vitrous. Konfirmasi dengan RT-PCR
pada plantlet setelah perlakuan kemoterapi memperlihatkan bahwa Potyvirus dan
Carlavirus masih terdeteksi pada semua plantlet. Hal ini mengindikasikan bahwa
ribavirin 10 mg L-1 yang dikombinasikan dengan termoterapi belum mampu
mengeliminasi virus.
Umbi benih bebas virus diperlukan untuk meningkatkan produksi bawang
merah dan menekan insidensi penyakit di pertanaman bawang merah di Indonesia.
Perlakuaan eliminasi virus menggunakan kultur ujung tunas dengan ukuran
eksplan 1 mm terbukti menghasilkan plantlet bebas virus. Eliminasi virus
menggunakan ukuran eksplan ynag lebih besar (2 mm) membutuhkan kombinasi
dengan termoterapi pada kondisi suhu heterogen. Kedua metode tersebut
merupakan metode yang efisien dalam memperoleh umbi bebas virus.
Collections
- MT - Agriculture [3687]