dc.description.abstract | Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi permasalahan baik bagi dunia
maupun bagi Indonesia karena jumlahnya yang terus meningkat setiap tahun,
salah satunya Diabetes Melitus (DM). Diet yang tidak sehat menjadi penyebab
utama penyakit DM terutama tipe 2 karena dapat meningkatkan tekanan darah,
menyebabkan kelebihan berat badan/obesitas, hiperglikemia (kadar glukosa darah
tinggi) dan hiperlipidemia (tingginya kadar lemak dalam darah). Untuk itu, terkait
dengan pencegahan penyakit DM, WHO menganjurkan asupan gula bebas harus
dikurangi sehingga tidak lebih dari 10% total asupan energi dan apabila asupan
menjadi kurang dari 5% total asupan energi maka dapat memberikan manfaat
kesehatan tambahan. Sementara itu, salah satu cara yang disarankan oleh WHO
adalah dengan membatasi konsumsi makanan atau minuman yang mengandung
gula yang tinggi seperti pada produk minuman dalam kemasan.
Peluang inilah yang dimanfaatkan oleh industri-industri pangan yang ada
baik di Indonesia maupun di dunia untuk memproduksi produk pangan terutama
minuman yang mengarah pada healthy product yaitu minuman dengan klaim
kurang gula (less sugar). Produk tersebut adalah produk yang memiliki
kandungan gula 25% lebih rendah dibandingkan produk sejenisnya. Produk
minuman dengan klaim less sugar ini sudah beredar dan dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia baik dalam bentuk Ready to Drink (RTD) ataupun dikemas
dalam kemasan sachet seperti minuman serbuk. Klaim less sugar tersebut mampu
memberikan persepsi yang berbeda bagi konsumen dan memengaruhi keputusan
pembelian. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan sebagai berikut : (1)
Menganalisis pengaruh demografi (profil responden) dan tingkat konsumsi gula
terhadap persepsi konsumen mengenai klaim less sugar pada produk minuman
dalam kemasan, (2) Mengkaji persepsi konsumen mengenai klaim less sugar pada
produk minuman dalam kemasan serta pengaruhnya terhadap keputusan
pembelian, (3) Menganalisis posisi produk dan peluang eksistensi minuman dalam
kemasan dengan klaim less sugar dibandingkan dengan produk minuman sejenis
yang tanpa klaim di kalangan konsumen dan generasi berikutnya.
Survei ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner terhadap 150 orang
responden di daerah Jabodetabek yang berusia 20 hingga 54 tahun, bukan
merupakan penderita penyakit DM, dan responden yang membaca label.
Sebanyak 69% dari total responden berusaha mengurangi konsumsi gula. Profil
responden yang memiliki hubungan dengan usaha mengurangi konsumsi gula
adalah pendidikan dan riwayat diabetes dari orang tua. Usaha mengurangi
konsumsi gula berkorelasi positif dengan pendidikan responden. Sementara itu,
orang yang memiliki riwayat diabetes dari orang tuanya akan memiliki
kecenderungan 2.3 kali lebih besar untuk berusaha mengurangi jumlah konsumsi
gula daripada orang yang tidak memiliki riwayat diabetes. Cara yang menjadi
prioritas utama untuk mengurangi jumlah konsumsi gula responden adalah dengan
mengurangi jumlah gula pada makanan atau minuman yang dibuat atau
v
dikonsumsi, salah satunya produk minuman dalam kemasan yang menggunakan
gula sebagai bahan baku.
Frekuensi pembelian produk minuman dalam kemasan mencapai 2-3 kali
dalam seminggu. Frekuensi ini berkorelasi positif dengan penghasilan, namun
berkorelasi negatif dengan usia responden. Tiga atribut yang memengaruhi
pembelian produk minuman dalam kemasan yaitu rasa, kandungan nutrisi dan
merek/brand. Kandungan nutrisi yang banyak diharapkan adalah kaya vitamin &
mineral dan rendah gula.
Sebagian besar responden hanya kadang-kadang saja membaca keterangan
pada label pada saat membeli produk minuman dalam kemasan. Salah satu jenis
klaim yang sering dilihat adalah klaim less sugar. Responden yang sedang
berusaha mengurangi jumlah konsumsi gula akan cenderung memiliki peluang 2.3
kali lebih besar melihat klaim less sugar dibandingkan dengan yang tidak sedang
berusaha.
Sebesar 77.3% dari total responden memiliki persepsi less sugar yang sudah
benar yaitu produk minuman tersebut memiliki jumlah kandungan gula yang lebih
sedikit dibandingkan produk yang sebelumnya. Profil responden yang berkorelasi
dengan persepsi klaim less sugar adalah jenis kelamin dan pendidikan responden.
Responden perempuan lebih memiliki persepsi yang benar mengenai pengertian
klaim less sugar dibandingkan laki-laki. Sementara itu, semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, semakin banyak responden yang memiliki persepsi yang
benar. Selain itu, tingkat konsumsi gula juga berkorelasi dengan persepsi terhadap
klaim less sugar dimana orang yang berusaha mengurangi gula akan 3 kali lebih
berpeluang atau lebih cenderung memiliki persepsi yang benar daripada orang
yang tidak berusaha mengurangi gula.
Persepsi berkorelasi positif dengan keputusan pembelian. Semakin benar
persepsi seseorang, maka orang tersebut akan semakin memilih produk dengan
klaim less sugar. Responden juga berpersepsi bahwa klaim tersebut adalah sehat.
Responden yang memiliki persepsi yang salah akan cenderung memilih produk
yang tanpa klaim less sugar. Persepsi salah yang mendominasi adalah persepsi
bahwa produk dengan klaim less sugar adalah produk yang tidak menggunakan
gula namun menggunakan pemanis.
Hasil survei menyatakan bahwa sebesar 86% dari responden akan
membatasi jumlah konsumsi gula pada anak mereka. Menganjurkan anak untuk
mengkonsumsi minuman/makanan berklaim less sugar menjadi cara yang lebih
diprioritaskan untuk membatasi jumlah konsumsi gula pada anak daripada
mengganti penggunaan gula dengan produk pemanis pengganti gula.
Banyaknya responden yang berusaha mengurangi konsumsi gula dan orang
tua yang akan membatasi konsumsi gula pada anak memberikan peluang yang
besar untuk produk minuman dengan klaim less sugar, mengingat belum
banyaknya produk ini di pasaran (hanya 2% dari seluruh produk minuman yang
ada di supermarket). Hal ini berpotensi juga bagi marketing untuk dapat
meningkatkan peluang pasar mereka dengan memengaruhi ataupun mengedukasi
para orang tua mengenai pengurangan asupan gula untuk anak. | id |