Show simple item record

dc.contributor.advisorSudarsono
dc.contributor.advisorIskandar
dc.contributor.authorNaspendra, Zuldadan
dc.date.accessioned2017-01-30T07:30:32Z
dc.date.available2017-01-30T07:30:32Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82718
dc.description.abstractTanah-tanah montmorillonitik dengan kuantitas mineral klei montmorillonit lebih dominan dari mineral lainnya tersebar luas di dataran rendah mulai dari iklim subtropik sampai iklim dingin dengan intensitas pencucian rendah, dan hanya sebagian kecil terdapat di zona tropik. Di Indonesia, khususnya di bagian barat pulau Jawa dengan intensitas curah hujan tinggi, periode musim kering singkat, dan potensi pencucian tinggi, juga berkembang tanah-tanah montmorillonitik. Akan tetapi, informasi mengenai karakteristik tanah-tanah tersebut masih terbatas. Disamping itu, jerapan kalium pada kelompok tanah ini menjadi salah satu persoalan penting karena dikhawatirkan jerapan K+ justru berdampak terhadap defisiensi K+ bagi tanaman. Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama, yaitu (1) mengkaji karakteristik morfopedogenetik dan distribusi mineralogi klei tanah-tanah montmorillonitik, (2) mengamati dinamika jerapan dan pertukaran K+ pada berbagai subfraksi klei dan fraksi tanah, (3) mengkaji faktor ukuran fraksi, kelimpahan montmorillonit, dan ionic strength terhadap jerapan dan pertukaran K+. Sebanyak empat pedon diinvestigasi untuk mendukung penelitian ini, yaitu di Lebak (MS1), Karawang (MS2), Cianjur (MS3), dan Cirebon (MS4). Kajian morfopedogenetik berdasarkan pada pengamatan tanah di lapangan dan hasil karakterisasi tanah dan klei di laboratorium. Klei difraksionasi dengan menggunakan metode sentrifugasi untuk mendapatkan klei kasar (2-0.2 μm), klei medium (0.2-0.08 μm), dan klei halus (<0.08 μm). Eksperimen jerapan dan pertukaran K+ menggunakan metode batch equilibrium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah-tanah montmorillonitik di Jawa Barat memiliki sifat vertik (retak, slickenside, struktur baji) dan gilgai, dan dalam kondisi akuik. Kadar klei yang tinggi (>50 %) dan kelimpahan montmorillonit yang signifikan, serta vegetasi rumput, secara signifikan mempengaruhi terbentuknya sifat vertik dan gilgai. Proses pedoturbation tidak signifikan karena durasi kejadian retak berlangsung singkat sehingga hanya sedikit mulch dan bahan organik masuk ke dalam profil. Akibatnya sifat vertik berkembang lemah dan perbedaan tinggi antara mickroknoll dan mikrobasin pada topografi gilgai menjadi tipis. Semua subfraksi klei didominasi oleh montmorillonit. Kelimpahan montmorillonit secara signifikan semakin dominan dengan semakin halusnya ukuran klei, dan sebaliknya dengan kaolinit dan kelompok tektosilikat (kuarsa dan kristobalit), sedangkan kelompok oksi-hidroksi Fe (goetit dan hematit) dan hidroksi-Al (gibbsit) sedikit meningkat dengan semakin halusnya ukuran klei. Distribusi klei (klei total dan klei halus), nilai KTK, dan kelimpahan montmorillonit dan jerapan K+ mengikuti urutan pedon MS3 > MS4 > MS2 > MS1 dan dinamika masing-masing nilai tersebut semakin tinggi dengan semakin halusnya ukuran klei. Rata-rata 63.51 % dari klei total (<2 μm) merupakan klei halus dengan nilai KTK 63.05 cmolc.kg-1, kadar klei medium 12.54 % dengan nilai KTK 49.54 cmolc.kg-1, dan kadar klei kasar 23.95 % dengan nilai KTK 40.46 cmolc.kg-1. Dinamika jerapan K+ memperlihatkan bahwa sampai pada konsentrasi maksimum 440 mg.L-1 K+, fraksi tanah, klei total dan semua subfraksi klei masih memiliki kapasitas menjerap dengan konsentrasi K+ yang lebih tinggi. Jerapan K+ meningkat dengan semakin halusnya ukuran klei, dan jerapan K+ juga meningkat pada ionic strength yang lebih tinggi dari 0.01 ke 0.1 mol.L-1 NaCl. Peningkatan jerapan K+ akibat faktor tersebut berdampak pada berkurangnya pertukaran/pelepasan K+. Jerapan K+ meningkat sebesar 14.963 mg.g-1 di setiap penurunan satu kelas ukuran fraksi klei dengan ionic strength 0.1 mol.L-1 NaCl dan 9.473 mg.g-1 dengan ionic strength 0.01 mol.L-1 NaCl. Peningkatan jerapan K+ dengan semakin halusnya ukuran fraksi klei dipengaruhi oleh meningkatnya kelimpahan montmorillonit pada fraksi klei yang lebih halus, sedangkan K+ yang tersisa pada komplek jerapan setelah proses pertukaran merupakan K+ yang terjerap kuat di bagian interlayer mineral karena K+ memiliki dimensi besar dan radius hidrasi rendah yang sesuai dengan jarak interlayer montmorillonit. Ionic strength Na+ yang tinggi dapat meningkatkan jerapan K+ karena (1) kation-kation saling mendekat sehingga double layer menjadi tipis; dengan demikian, K+ yang berdimensi besar dan radius hidrasi rendah menjadi banyak terjerap, (2) Na+ akan menekan lebih kuat K+ ke permukaan klei yang bermuatan negatif sehingga K+ terjerap lebih banyak, dan (3) Na+ dapat mereduksi penolakan ikatan elektrostatik yang telah terjadi antara K+ dengan permukaan mineral klei sehingga K+ yang terjerap dapat dipertahankan pada komplek jerapan. Penelitian ini menemukan bahwa pembentukan sifat vertik dan topografi gilgai yang berkembang lemah pada tanah-tanah montmorillonitik di wilayah tropik Indonesia, khususnya Jawa Barat, dipengaruhi oleh proses pedoturbation yang tidak signifikan. Jerapan K+ yang tinggi dan kuat pada tanah-tanah montmorillonitik dapat menyebabkan berkurangnya ketersediaan K+ untuk tanaman.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcSoil scienceid
dc.subject.ddcmontmorillonitikid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor-JABARid
dc.titleKarakteristik Beberapa Tanah Montmorillonitik Di Jawa Barat.id
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordmontmorillonitid
dc.subject.keywordvertikid
dc.subject.keywordpedoturbationid
dc.subject.keywordKTKid
dc.subject.keywordionic strengthid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record