dc.description.abstract | Rayap merupakan salah satu dekomposer penting dalam ekosistem terrestrial,
terutama di daerah tropis. Rayap memiliki kemampuan untuk menguraikan
senyawa organik kompleks lignoselulosa dari bagian tumbuhan dan kayu mati
menjadi unsur hara tanah dengan menggunakan enzim lignoselulase dari organisme
simbion yang berada di dalam saluran pencernaannya. Unsur-unsur hara tanah
tersebut akan meningkatkan kesuburan tanah. Kehadiran rayap terutama yang hidup
di bawah permukaan tanah (subterranean) juga berperan dalam memperbaiki
struktur tanah dengan aktivitas pembuatan liang (galeri) di bawah tanah.
Rayap mampu mendekomposisi kayu dengan densitas rendah (kandungan
lignin rendah) dan densitas tinggi (kandungan lignin tinggi) yang berasal dari
tumbuhan monokotil atau dikotil. Batang pada tumbuhan monokotil memiliki
jaringan pembuluh yang tersebar, sedangkan dikotil memiliki jaringan pembuluh
yang tersusun dalam satu lingkaran, sehingga terdapat perbedaan serat kayu antara
kayu monokotil dan dikotil. Perbedaan-perbedaan ini diduga mempengaruhi
aktivitas makan rayap yang menyebabkan variasi pola galeri dan kehilangan berat
kayu oleh rayap, serta mempengaruhi kontribusi rayap terhadap kualitas tanah.
Rayap tersebar di habitat hutan dan non-hutan yang memiliki faktor
lingkungan yang berbeda. Dua lokasi yaitu Arboretum dan Cikabayan di Institut
Pertanian Bogor dipilih sebagai habitat hutan dan non-hutan dalam mempelajari
aktivitas makan dan kontribusi rayap terhadap kualitas tanah dengan menggunakan
satu jenis kayu monokotil (Cocos nucifera) dan empat jenis kayu dikotil (Tectona
grandis, Shorea sp., Albizzinia falcataria dan Anthocephalus chinensis). Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis (1) jumlah spesies rayap subterranean yang
mendekomposisi kayu pada dua lokasi (2) variasi pola galeri antara kayu monokotil
dan dikotil serta analisis kerusakan parenkim kayu setelah dimakan oleh rayap
subterranean (3) variasi kehilangan berat dari lima jenis kayu setelah dimakan oleh
rayap subterranean (4) kontribusi dari aktivitas makan rayap pada kualitas tanah di
dua lokasi.
Penelitian ini dilakukan dengan teknik pengumpanan dengan lima jenis kayu
yang dipotong menjadi balok kayu berukuran 13 x 5 x 3 cm3 dengan lubang
berukuran 13 x 2 x 1.5 cm3 di bagian tengahnya. Balok kayu dikeringkan pada suhu
80 °C hingga mencapai berat kering. Tujuh balok kayu dari setiap jenis kayu
diletakkan dalam kaleng (tiga ulangan) dan ditanam di dalam tanah selama satu
bulan pada lima belas plot yang masing-masing berjarak 5 m di dua lokasi. Selama
pengamatan dilakukan pengukuran iklim mikro (temperatur tanah dan udara serta
kelembapan tanah dan udara) dan intensitas cahaya dengan interval pengukuran tiga
hari (n = 10). Kemudian juga dilakukan pengukuran respirasi tanah sebanyak tiga
kali pada hari ke-0, ke-15, dan ke-30 pengamatan. Setelah satu bulan, rayap
subterranean dikoleksi dari kayu dan dihitung persentase kehilangan berat kayu.
Semua balok kayu difoto untuk pengamatan pola galeri pada kayu oleh rayap. Satu
sampel balok kayu dengan kerusakan paling berat digunakan untuk analisis
kerusakan jaringan parenkim kayu oleh rayap yang dianalisis dengan menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM) pada permukaan kayu yang tidak dimakan
dan dimakan oleh rayap. Selain itu juga dilakukan analisis tanah di sekitar plot
sebanyak dua kali (sebelum dan sesudah pengumpanan) meliputi analisis tekstur
dan kualitas tanah yaitu pH, karbon organik, nitrogen total, rasio C/N, P2O5 tersedia,
dan kapasitas tukar kation (KTK). Analisis pertama dilakukan pada tanah yang
dikomposit dari lima belas plot menjadi satu pada setiap lokasi sebagai tanah
kontrol. Analisis kedua dilakukan pada tanah yang dikompositkan dari tiga ulangan
setiap jenis kayu. Data persentase kehilangan berat kayu dianalisis dengan
menggunakan Two-way ANOVA dan diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey’s
HSD. Data peubah lingkungan ditampilkan dalam nilai rata-rata dan data respirasi
tanah dianalisis dengan menggunakan t-test.
Empat spesies rayap subterranean ditemukan di dua lokasi yaitu
Schedorhinotermes javanicus, Pericapritermes mohri, Microtermes insperatus, dan
Macrotermes gilvus. Rayap M. gilvus merupakan rayap dengan jumlah terbanyak
ditemukan pada dua lokasi. Empat spesies rayap ditemukan di Arboretum sebagai
habitat hutan dan hanya dua spesies rayap yang ditemukan di Cikabayan sebagai
habitat non-hutan. Hal ini diduga karena Arboretum memiliki tutupan kanopi pohon
yang menutupi tanah menyebabkan kelembapan tanah lebih tinggi, sehingga
memberikan mikrohabitat yang lebih baik bagi rayap dengan kondisi lembap dan
intensitas cahaya yang rendah.
Aktivitas makan rayap pada kayu monokotil membentuk pola galeri tersebar,
sedangkan pada kayu dikotil membentuk pola galeri kayu lurus. Hal ini dikarenakan
C. nucifera memiliki variasi kandungan lignin pada batang yang diakibatkan oleh
susunan jaringan pembuluh yang menyebar. Analisis SEM menunjukkan tidak ada
kerusakan jaringan parenkim pada permukaan kayu yang tidak dimakan oleh rayap.
Namun, kerusakan parenkim tertinggi terjadi pada A. chinensis dan terendah pada
T. grandis pada permukaan kayu yang dimakan oleh rayap. Persentase kehilangan
berat kayu dari lima jenis kayu menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
signifikan antara dua lokasi, namun menunjukkan perbedaan signifikan antara jenis
kayu. Persentase kehilangan berat kayu tertinggi adalah A. chinensis di dua lokasi.
Hal ini dikarenakan A. chinensis memiliki densitas kayu yang rendah sehingga lebih
mudah dimakan oleh rayap.
Analisis tanah menunjukkan peningkatan pH di dua lokasi, pH 4.2 menjadi
4.5 di Arboretum dan di Cikabayan pH 4.6 menjadi 5.2. Hasil pengukuran respirasi
tanah juga menunjukkan terjadi peningkatan nilai respirasi tanah pada dua lokasi.
Pada hari ke-0 dan ke-15 terdapat perbedaan signifikan antara Arboretum dan
Cikabayan, sedangkan pada hari ke-30 tidak menunjukkan perbedaan signifikan.
Karbon organik tanah menurun pada dua lokasi, sedangkan nitrogen total, P2O5
tersedia, dan kapasitas tukar kation (KTK) tanah menunjukkan perubahan yang
bervariasi. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya jumlah kehadiran individu
dan aktivitas makan rayap dan mikroorganisme tanah selama periode dekomposisi
kayu. Tekstur tanah tidak berubah yaitu lempung berpasir sebelum dan setelah
dekomposisi. Hal ini menunjukkan bahwa waktu satu bulan belum mengubah
tekstur tanah, namun dalam waktu satu bulan kehadiran rayap memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kualitas tanah. | id |