Identifikasi Dan Desain Primer Diferensial Dua Begomovirus Pada Mentimun Di Jawa Barat Dan Bali
View/ Open
Date
2016Author
Haerunisa, Rizki
Suastika, Gede
Damayanti, Tri Asmira
Metadata
Show full item recordAbstract
Mentimun (Cucumis sativus L.; Cucurbitaceae) merupakan salah satu jenis
sayuran penting di Indonesia. Salah satu pembatas produksinya adalah infeksi
Begomovirus. Beberapa Begomovirus yang menyebabkan penyakit penting secara
ekonomis di Indonesia, diantaranya Pepper yellow leaf curl Indonesia virus
(PYLCIV) pada cabai, Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) pada tomat, dan
Mungbean yellow mosaic India virus (MYMIV) pada kacang panjang, dan pada
mentimun disebabkan oleh Tomato leaf curl New Delhi virus (ToLCNDV) di
Klaten (Jawa Tengah) dan Squash leaf curl China virus (SLCCNV) di Tabanan
(Bali). Kedua Begomovirus pada mentimun ini dapat menginfeksi secara tunggal
maupun ganda di lapangan dengan gejala yang hampir sama, sehingga diagnosis
virus berdasarkan gejala sulit menentukan virus penyebabnya. Oleh karena belum
diketahui insidensi dan penyebaran kedua virus pada mentimun khususnya di
Jawa Barat dan Bali maka perlu dilakukan penelitian terkait deteksi dan
identifikasi Begomovirus pada mentimun dan penyediaan primer diferensial yang
dapat membedakan kedua virus dengan cepat dalam PCR tunggal.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan insidensi penyakit kuning oleh
Begomovirus pada tanaman mentimun di provinsi Jawa Barat dan Bali, dan
mendesain serta menguji primer diferensial yang mampu mendeteksi dan
membedakan dua spesies Begomovirus pada tanaman mentimun. Penelitian
meliputi pengumpulan sampel tanaman mentimun, penentuan insidensi dua
Begomovirus secara serologi dengan DIBA, identifikasi Begomovirus dengan
PCR dan perunutan DNA, desain primer diferensial ToLCNDV dan SLCCNV,
dan evaluasi primer diferensial melalui PCR unipleks maupun dupleks.
Pengamatan gejala dan koleksi sampel terinfeksi Begomovirus diambil dari daerah
Jawa Barat (Sumedang, Sukabumi, Karawang) dan Bali (Tabanan, Klungkung,
Gianyar).
Gejala yang umum ditemukan di lahan antara lain daun klorosis, mosaik
kuning kehijauan, melepuh, daun menguning disertai penebalan tulang daun (vein
banding), tepian daun menggulung kearah atas, dan kerdil. Hasil deteksi serologi
menunjukkan bahwa gejala tersebut disebabkan oleh infeksi ToLCNDV dan
Squash leaf curl virus (SLCV). Seluruh lahan pengambilan sampel didominasi
oleh infeksi ToLCNDV, dengan insidensi penyakit berkisar 28% sampai dengan
100%. SLCV terdeteksi pada pertanaman mentimun di Bali dengan insidensi
penyakit berkisar 42% sampai dengan 80% dan di Jawa Barat yaitu di Karawang
sebesar 56% dan Sumedang sebesar 30%. Infeksi ganda antara ToLCNDV dan
SLCV terdeteksi pada 7 dari 11 pertanaman mentimun yang diamati.
Deteksi molekuler berhasil dilakukan terhadap enam isolat Begomovirus
menggunakan pasangan primer universal pAV2048/pAC494 yang
mengamplifikasi gen protein selubung dengan amplikon berukuran ±550 pb.
Analisis runutan nukleotida gen protein selubung menunjukkan terdapat tiga
spesies Begomovirus yang menginfeksi pertanaman mentimun di Jawa Barat dan
Bali yaitu ToLCNDV, SLCCNV, dan Ageratum yellows vein virus (AYVV).
Isolat Klungkung, Karawang, Sukabumi, dan Sumedang memiliki homologi
nukleotida tertinggi dengan isolat ToLCNDV asal Klaten, Indonesia (AB613825),
dengan homologi sebesar 97.3%, 97.0%, 96.3%, dan 97.2%. Keempat isolat
ToLCNDV ini termasuk ke dalam ToLCNDV strain “Indonesia”. Isolat Tabanan,
Bali memiliki homologi nukleotida tertinggi sebesar 94.5% dengan isolat
SLCCNV asal Malaysia (EF197940) dan termasuk ke dalam SLCCNV strain
“Cina”. Analisis nukleotida menunjukkan bahwa isolat Gianyar, Bali memiliki
homologi nukleotida tertinggi sebesar 92.1% dengan AYVV asal Indonesia
(AB100305) yang menginfeksi tanaman Nicotiana benthamiana.
Primer diferensial untuk membedakan dua Begomovirus pada tanaman
mentimun berhasil dibuat menggunakan metode semi-manual OligoCalc:
Oligonucleotide Properties Calculator. Pasangan primer T-2F/TS-2R digunakan
untuk mengamplifikasi common region (CR) ToLCNDV dengan amplikon
berukuran ± 600 pb, sedangkan pasangan primer S-2F/TS-2R mengamplifikasi
CR-SLCCNV dengan amplikon berukuran ± 550 pb. Kedua primer tersebut
berhasil mendeteksi ToLCNDV dan SLCCNV isolat Bali dengan baik melalui
PCR unipleks maupun dupleks. Konfirmasi hasil deteksi melalui perunutan DNA
dengan kedua primer dilakukan pada isolat dari Karawang dan Tabanan yang
terdeteksi positif terhadap antiserum SLCV. Hasilnya menunjukkan bahwa DNA
yang berukuran ± 550 pb teridentifikasi sebagai ToLCNDV pada isolat Karawang
dan SLCCNV pada isolate Tabanan. Primer T-2F/S-2F/TS-2R mungkin dapat
dimanfaatkan untuk deteksi cepat ToLCNDV dan SLCCNV dalam satu reaksi
PCR. Namun, primer S-2F/TS-2R terindikasi masih kurang spesifik karena masih
mampu mendeteksi ToLCNDV atau infeksi ganda ToLCNDV dan SLCCNV,
maka dianjurkan hasil deteksi dikonfirmasi dengan perunutan DNA.
Primer diferensial T-2F/S-2F/TS-2R dapat dimanfaatkan dalam deteksi awal
ToLCNDV dan SLCCNV sebagai upaya pengendalian penyakit kuning pada
tanaman mentimun di lapangan. Primer diferensial ini dapat digunakan secara
simultan untuk deteksi infeksi ganda ToLCNDV dan SLCCNV menggunakan
metode PCR dupleks. PCR dupleks menggunakan primer diferensial
menyediakan suatu metode diagnosis yang cepat, sensitif, dan efisien.
Collections
- MT - Agriculture [3685]