Show simple item record

dc.contributor.advisorSoetarto, Endriatmo
dc.contributor.advisorDamanhuri, Didin S.
dc.contributor.advisorSunito, Satyawan
dc.contributor.authorAsnawi, Yudha Heryawan
dc.date.accessioned2017-01-30T06:51:51Z
dc.date.available2017-01-30T06:51:51Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82540
dc.description.abstractKajian tentang Pesantren sudah banyak dilakukan, baik oleh peneliti dalam negeri maupun maupun peneliti asing, namun penelitian pesantren dengan setting sosio ekonomi pedesaan belum banyak dilakukan. Pesantren dan kyai tidak dapat dipisahkan dari sejarah desa, terutama desa-desa di pulau Jawa. Pesantren yang pada awalnya adalah lembaga pendidikan, seiring dengan perjalanannya, berperan juga pada fungsi sosio politik. Dengan peran sosio politiknya, pesantren harus bersinggungan dengan kekuasaan. Peran sosio politik pesantren, sekalipun tidak sekeras pada masa kolonial ataupun pada pasca kemerdekaan, tetap ada sampai saat ini. Munculnya isu ekonomi syariah dan pembangkitan ekonomi Islam di Indonesia juga mempengaruhi pesantren sebagai lembaga tradisional masyarakat Islam Indonesia. Saat ini beberapa pesantren memunculkan isu tentang kemandirian ekonomi mendampingi peran pendidikan yang sudah sejak lama dijalaninya. Dengan peran sosio ekonominya, menjadi logis untuk mengaitkan pesantren dengan peta kelas menengah dan demokratisasi di Indonesia pada saat ini. Penelitian ini secara umum dilakukan untuk melihat bagaimana struktur dan nilai-nilai ekonomi pesantren bertransformasi pada kondisi dinamis sosial politik saat ini, serta bagaimana peran kyai dalam proses transformasi tersebut. Selanjutnya dengan cara menganalisis dan mengkonstruksi ingin diketahui: (1) bentuk-bentuk kebersinggungan pesantren dengan dinamika sosial dan politik, (2) proses pembentukan ruang-ruang ekonomi pesantren, (3) proses rasionalisasi struktur pada ruang–ruang ekonomi pesantren, (4) nilai-nilai yang mengisi struktur ruang-ruang ekonomi pesantren, (5) dampak struktur dan nilai-nilai yang ada pada ruang-ruang ekonomi pesantren terhadap masyarakat di sekelilingnya,dan (6) struktur dan nilai-nilai pesantren yang dikomparasi dengan nilai ekonomi kapitalisme. Tujuan-tujuan tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan peran dan posisi pesantren pada peran sosio ekonominya di pedesaan, serta mengkaitkannya dengan isu kelas menengah dan demokratisasi. Tujuan ke enam dari penelitian juga akan dimanfaatkan untuk merespon teori Weber mengenai The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism. Secara purposive, penelitian mengambil subyek kasus di dua pesantren yaitu: pondok pesantren dan pimpinan pondok Pesantren (ulama) Roudlatul Ulum Cidahu Kabupaten Pandeglang Banten, dan pondok dan pondok pimpinan pondok pesantren Sidogiri, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan paradigma konstruktivisme. Studi ini menggunakan fieldwork, di mana peneliti hadir secara fisik di lokasi dan institusi untuk mengobservasi dan mencatat segalanya secara langsung. Untuk melaksanakan fieldwork, peneliti menggunakan kerangka multi metode yaitu partisipatif, historis dan etnografis secara bersamaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perebutan pengaruh antara penguasa dan pesantren, hal tersebut disebabkan karena keduanya merupakan alat 6 untuk mengatur kehidupan masyarakat menuju bonnum commune (kebaikan bersama). Hubungan antara pesantren dengan penguasa atau negara cenderung bersifat latent conflict. Pesantren mampu bertahan dengan situasi latent conflict dengan dinamika sosial politik karena memiliki kemampuan melakukan proses katabolisasi (catabolism) ruang-ruang sosial yang dimilikinya menjadi ruangruang ekonomi. Kemampuan berkatabolisasi, tidak bisa lepas karena adanya tradisi-tradisi akulturatif, sufism dan kepatuhan yang dimiliki sejak awal kehadirannya. Hasil penelitian menunjukkan setidaknya ada lima fase katabolisme yang terjadi di pesantren dari awal sejarahnya hingga saat ini. Dari poses katabolisme tersebut, dapat dipetakan pertumbuhan komunitas pesantren. Dari sisi kohesivitas sosial, terdapat dua komunitas pesantren yaitu komunitas kental (concentrate community) dengan kohesivitas tinggi dan komunitas cair ( liquid community) dengan kohesivitas yang lebih rendah. Mengkatabolisasi ruang-ruang sosial menjadi ruang-ruang ekonomi secara rasional dilakukan agar agama menemukan sisi profannya. Agama menjadi realistis sebagai alat menjalani kehidupan. Rasionalisasi tersebut, dalam terminologi islam dikenal sebagai Insijâm. Dengan hadirnya ruang-ruang ekonomi pesantren, agama menjadi sebuah substansiasi bukan formalisasi. . Sejalan dengan fase katabolisme yang dilaluinya, dalam hal penyerapan dan pengelolaan modal didapati dua bentuk tahapan ekonomi di pesantren yaitu kapitalistik embrionis (embryonic capitalistic) dan kapitalistik matang (mature capitalistic). Sedangkan sistem akumulasi modal menghasilkan sistem ekonomi-saluran (drainage economy) dan ekonomi-kolam (pond economy). Ekonomi saluran menunjukkan sisi sosialisme pesantren, sedangkan ekonomi kolam adalah representasi penguatan modal kapitalistik. Ekonomi pesantren merupakan ekonomi sinkretik yang memadukan sosialisme sekaligus penguatan modal. Perbedaan kapitalistis pesantren dengan kapitalisme adalah pada disisipinya nilai-nilai Islam sebagai orientasi ekonomi. Pertama adanya keterlibatan seluruh elemen pesantren, baik yang di pinggir atau yang di tengah pusaran kekuasaan dalam sebuah proses interaksi berbagi manfaat. Kedua, adanya proses interaksi dalam bentuk dialektika kepatuhan sehingga tidak terjadi free fight liberalism yang didasarkan pada kekuatan pemilikan modal semata. Ketiga, keuntungan sebagai surplus usaha adalah cara untuk mempertahankan kemandirian dan perlindungan umat bukan sekadar representasi dari kepentingan sekelompok elite pesantren. Berkaitan dengan isu ekonomi, politik dan demokrasi, transformasi sosio ekonomi yang terjadi di pesantren melalui proses katabolisme adalah sebuah "strategi bertahan hidup" dalam dunia modern. Penelitian ini mendapatkan fakta bahwa pesantren memiliki resiliensi sosial, mempunyai kemampuan mengembangkan komunitas, mempunyai kemampuan membangun tradisi keilmuan dan budaya, dan menunjukkan kemampuan ekonomi untuk membiayai dirinya. Dengan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya, pesantren dapat disebut sebagai kelompok sosial kelas menengah dalam sistem sosial Indonesia.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcSociologyid
dc.subject.ddcSocial economyid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titleTransformasi Sosio Ekonomi Pesantren (Konstruksi Rasionalitas Ulama Dan Perubahan Peran Lembaga Tradisional)id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordTransformasiid
dc.subject.keywordKonflik Latenid
dc.subject.keywordKatabolismeid
dc.subject.keywordKomunitas Kentalid
dc.subject.keywordKomunitas Cairid
dc.subject.keywordInsijamid
dc.subject.keywordKapitalistik Embrionisid
dc.subject.keywordKapitalisme Matangid
dc.subject.keywordEkonomi Saluranid
dc.subject.keywordEkonomi Kolamid
dc.subject.keywordkelas menengahid
dc.subject.keywordEkonomi sinkretikid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record