Show simple item record

dc.contributor.advisorPerwitasari, Dyah
dc.contributor.advisorAtmoko, Sri Suci Utami
dc.contributor.advisorQayim, Ibnul
dc.contributor.advisorvan Schaik, Carel P
dc.contributor.authorBasalamah, Fitriah
dc.date.accessioned2017-01-30T06:48:47Z
dc.date.available2017-01-30T06:48:47Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82523
dc.description.abstractGenus Pongo, orangutan, merupakan satu-satunya kera besar di Asia. Saat ini, orangutan diketahui ada 2 jenis yaitu Pongo abelii yang dijumpai hampir diseluruh Pulau Sumatera bagian utara dan Pongo pygmaeus di Pulau Kalimantan. Orangutan terancam dengan adanya kerusakan hutan sebagai habitat karena pembalakan, pengalihfungsian hutan menjadi perkebunan, tambang, perburuan baik untuk di konsumsi ataupun diperjualbelikan secara illegal. Penyitaan orangutan dilakukan untuk menegakkan hukum terhadap perdagangan, lalu melepasliarkan kembali orangutan tersebut ke habitat yang aman dan dilindungi mengikuti international guidelines (Guidelines for Non human Primate Re-Introduction of the IUCN/SSC Re-Introduction Specialist Group; Baker 2002). Suksesnya re-introduksi merupakan tujuan akhir dari proses rehabilitasi tetapi pelaksanaan re-introduksi sebelumnya terkadang belum optimal. Meskipun merupakan bagian penting dari penegakan hukum, re-introduksi masih relatif sedikit diketahui kesuksesannya (Russon 2009). Karena ex-captive orangutan harus beradaptasi pada kemampuan hidup di hutan (Russon 2002), post-release monitoring menjadi alat yang penting untuk mengevaluasi proses reintroduksi. Pada rencana aksi orangutan Indonesia yang di luncurkan oleh Presiden Indonesia pada Desember 2007 menyatakan bahwa program reintroduksi akan ditutup pada tahun 2015 dan semua eks-captive orangutan yang sehat harus dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Penelitian ini dilakukan di hutan Kehje Sewen – Kalimantan Timur selama satu tahun sejak April 2012 dan Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera, Jantho – Provinsi Aceh pada April 2011 hingga Desember 2012. Penelitian ini membantu untuk mengamati setiap tahapan dari penyesuaian orangutan eks-rehabilitan terhadap lingkungan yang baru dan membantu mengevaluasi prosedur dari program reintroduksi. Saya mengamati kemampuan hidup di hutan (aktivitas harian, pola diet, penggunaan ketinggian, perilaku bersarang, asosiasi, home range dan food patch) dari ke-16 eks-rehabilitan orangutan, dengan estimasi umur berkisar 4-13 tahun. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua individu eksrehabilitan mampu bertahan hidup pada tahun pertama pelepasliaran di kedua lokasi tersebut. Disertasi ini terdiri dari enam bab, yaitu: (1) latar belakang histori kehidupan orangutan, ekologi, ancaman, dan konservasi yang berkaitan dengan studi ini (2) sebuah kajian literatur dari proses reintroduksi dalam penyesuaian pada kehidupan liar (3) pengamatan aktivitas harian, diet, pemanfaatan ketinggian, bersarang dan asosiasi pada 6 eks-rehabilitan orangutan selama satu tahun dilepasliarkan di Kehje Sewen, Kalimantan Timur (4) hasil awal study pada penjelajahan 10 orangutan eks-rehabilitan di Stasiun Reintroduksi Orangutan Jantho Sumatera, Provinsi Aceh. Berdasarkan pengamatan di Kehje Sewen, eks-rehabilitan orangutan menghabiskan banyak waktu hariannya untuk aktivitas makan dan proporsi terbesarnya mengkonsumsi buah, serupa dengan proporsi orangutan liar. Eksrehabilitan mampu membuat sarang baru, dan sering menggunakan sarang lama atau memperbaiki sarang yang lama sebelum digunakan kembali. Orangutan eksrehabilitan juga banyak menghabiskan waktunya untuk beraktifitas di tanah disbanding dengan orangutan liar yang seusianya. Asosiasi antara jantan-betina dan betina-betina terlihat sering terjalin dan hampir sama pada jarak <50m disetiap periodnya, namun sedikit persentasenya pada jarak yang dekat (<10m). Home range (daerah jelajah) dari orangutan eks-rehabilitan di Jantho berkisar antara 0.61 – 78 Ha, dengan rata-rata panjang jelajah harian 428-1280 meter. Daerah jelajah orangutan eks-rehabilitan tersebut terlihat saling tumpang tindih, terutama pada sekitar kandang aklimitasi (titik pelepasliaran). Keberadaan kandang aklimitasi dan pemberian pakan serta human oriented mungkin memengaruhi dalam perilaku penjelajahan individu-individu tersebut. Pengaruh sumber pakan pada daerah jelajah eks-rehabiltan orangutan terlihat dalam penggunaan pohon (1.7-10.7 patch/km), Ficus (0-4.2 patch/km) dan liana (0.5- 12.3 patch/km) yang dikonsumsi sebagai pohon pakan. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengukur kesuksesan orangutan eks-rehabilitan yang dilepasliarkan di Jantho tanpa adanya tahapan sekolah hutan sebelum dilepasliarkan, dan di Kehje Sewen yang menggunakan tahapan sekolah hutan. Penelitian ini berkontribusi dalam prosedur seleksi yang optimal dan proses pelepasliaran orangutan eks-rehabilitan kembali ke habitatnya. Penyesuaian pada orangutan terhadap lingkungan yang baru dapat dipengaruhi beberapa factor, seperti umur, durasi keberadaan di karantina atau kandang aklimitasi juga ekologi lokalnya (phenology and produksi keseluruhan). Salah satu indicator penting untuk suksesnya reintroduksi ke habitat baru adalah kemampuan orangutan untuk membuat sarang tidurnya sendiri.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)
dc.subject.ddcPrimateid
dc.subject.ddcOrangutanid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcJakartaid
dc.titleMeasuring And Predicting Success Of Reintroduction Orangutansid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordorangutan eks-rehabilitanid
dc.subject.keywordreintroduksiid
dc.subject.keywordpenyesuaianid
dc.subject.keywordaktivitas harianid
dc.subject.keywordpenjelajahanid
dc.subject.keywordfood patchid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record