Show simple item record

dc.contributor.advisorNuryartono, Nunung
dc.contributor.advisorOktaviani, Rina
dc.contributor.advisorFirdausy, Carunia Mulya
dc.contributor.authorMulyaningsih, Yani
dc.date.accessioned2016-12-28T03:31:14Z
dc.date.available2016-12-28T03:31:14Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82400
dc.description.abstractJumlah penduduk miskin di Indonesia masih relatif tinggi, pada tahun 2015, sebesar 28 513 570 jiwa (11.13 %) dan sebagian besar dari penduduk miskin tersebut tinggal di wilayah perdesaan (BPS 2016). Masyarakat miskin terutama di perdesaan dihadapkan kepada beberapa kendala, salah satunya kendala akses ke layanan keuangan formal seperti halnya perbankan. Selama ini mereka hanya mengandalkan pinjaman dari kerabat atau teman. Beberapa studi menyatakan bahwa rumah tangga di perdesaan negara berkembang kekurangan akses terhadap kredit perbankan (Nuryartono 2007; Mpuga P 2010; Saptono et al. 2010; Thoha, et al. 2010). Untuk menjembatani hal tersebut, banyak didirikan lembaga keuangan mikro terutama di perdesaan, yang menyediakan akses layanan keuangan untuk rumahtangga di perdesaan (Navajas 2000), termasuk lembaga keuangan mikro syariah (LKMS). Harapannya, akan semakin banyak rumah tangga di perdesaan terutama rumah tangga miskin bisa akses ke layanan keuangan. Banyak kajian yang menyatakan bahwa akses kepada lembaga keuangan mikro mampu mengurangi kemiskinan (Khandker 2005; Imai et al. 2010; Rahman 2010; Li et al. 2011b). Pemberian kredit bagi rumahtangga miskin adalah aktivitas yang menimbulkan biaya tinggi. Dengan demikian, fokus jangkauan layanan kepada rumahtangga miskin akan menimbulkan konflik dengan keberlanjutan usaha (Hermes et al 2011). Sebagai lembaga keuangan mikro generasi terakhir, kehadiran LKMS masih relatif baru dalam industri keuangan di Indonesia, namun keberadaan lembaga ini cukup diperhitungkan. LKMS yang dikenal dengan baitul maal wa tamwil atau BMT berdiri di Indonesia sebelum terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Walaupun masih baru keberadaannya tetapi relatif berkembang dan telah banyak beroperasi di wilayah perdesaan dan terpencil yang tidak dijangkau oleh perbankan (Buchori 2012). Menurut Sakai et al. (2009), LKMS adalah penyedia pembiayaan mikro (usaha kecil) di Indonesia yang cukup berkembang. LKMS merupakan upaya pemberdayaan masyarakat lapisan bawah yang didukung oleh dana-dana dari para anggota komunitas Islam. Artinya inisiasi pembentukan BMT bukan dari pemerintah untuk menyalurkan kredit bersubsidi melainkan dari dana masyarakat (66,75%) dan dalam perkembangannya banyak menggunakan dana komersial lainnya melalui linkage dengan perbankan. Dana pemerintah relatif kecil, hanya 2,08 %. Hal ini mengindikasikan LKMS beroperasi secara komersial (Charitonenko et al. 2004). Jika LKMS dalam operasionalisasinya sudah mengarah kepada komersialisasi, bagaimana LKM bisa menjalankan misi sosialnya terkait dengan masalah kemiskinan. Di sisi lain, pada tahun 2011, jumlah LKMS mengalami pertumbuhan yang melambat. Hal ini mengindikasikan beberapa LKMS mengalami masalah keberlanjutan usaha. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis tingkat keberlanjutan LKMS di wilayah perdesaan dari sisi efisiensi, (2) menganalisis jangkauan layanan LKMS apakah LKMS menjangkau rumahtangga tani miskin di perdesaan, (3) menganalisis dampak pembiayaan LKMS terhadap pengurangan kemiskinan bagi rumahtangga tani di perdesaan. Lokasi penelitian di Provinsi Jawa Barat karena salah satu provinsi mempunyai jumlah penduduk miskin relatif tinggi, di sisi lain mempunyai jumlah LKMS besar. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara pada responden rumahtangga tani nasabah dan non nasabah LKMS dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Untuk LKMS, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Penentuan responden rumahtangga dilakukan di Kabupaten Bogor karena jumlah LKMS di kabupaten tersebut besar disamping itu Kabupaten Bogor memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi di Jawa Barat. Dari LKMS tersebut didapat 79 nasabah rumahtangga tani dan sebagai grup kontrolnya yaitu 52 rumahtangga tani yang mempunyai karakteristik ekonomi sosial dan lingkungan serta fasilitas infrastruktur yang sama. Analisis keberlanjutan menggunakan proksi efisiensi (stochastic frontier approach). Hasil pendugaan dengan SFA menunjukan bahwa seluruh LKMS mempunyai nilai rata-rata 99.48%. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh LKMS mampu mengoptimalkan penggunaan sumberdaya dalam meminimumkan biaya. Analisis Jangkauan layanan LKMS untuk rumahtangga tani miskin menggunakan perhitungan dan pengujian model indeks kemiskinan relatif CGAP dengan pendekatan PCA. Dengan pendekatan tersebut diperoleh beberapa komponen penyusun indeks kemiskinan relatif. Komponen tersebut hasil ekstraksi dari begitu banyaknya komponen yang menggambarkan multidimensi kemiskinan. Dengan proses factoring, dihasilkan hanya 5 variabel baru yang menyusun indeks kemiskinan, yaitu: variabel ketahanan pangan, variabel asset, variabel rawan pangan, variabel sumberdaya manusia (human capital) dan variabel lain-lain. Selanjutnya dengan menggunakan skor komponen utama diperoleh skor kemiskinan dengan sebaran indeks dari -1.81584 sampai 1.86946. Berdasarkan hasil kategorisasi nilai indeks kemiskinan tersebut menunjukkan jangkauan LKMS di daerah penelitian lebih ditujukan kepada rumahtangga tani yang relatif sejahtera. Analisis dampak pembiayaan LKMS bagi rumahtangga tani miskin terhadap pengurangan kemiskinan dilakukan dengan metode PSM (Propensity Score Matching). Metode ini digunakan untuk mengkoreksi selection bias karena ada treatment pembiayaan dari LKMS. Penggunaan indeks kemiskinan dari model CGAP selanjutnya digunakan sebagai variabel outcome. Variabel treatment merupakan variabel biner yaitu berpartisipasi (nasabah) dan tidak berpartisipasi (bukan nasabah) dalam pembiayaan LKMS. Faktor-faktor yang memengaruhi kemungkinan berpartisipasi menjadi nasabah LKMS adalah umur kepala keluarga, pekerjaan utama kepala keluarga, pernah bertransaksi dengan bank dan jumlah anggota rumah tangga sebagai covariates. Berdasarkan covariates tersebut, didapat skor propensitas. Selanjutnya dilakukan analisis teknik the common support, analisis matching dan estimasi treatment effect. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dampak treatment pembiayaan LKMS tidak signifikan bagi pengurangan kemiskinan di daerah penelitian. Hal ini bisa terjadi karena ada lima variabel yang menyusun indeks kemiskinan, sehingga masalah kemiskinan adalah masalah yang bersifat multidimensional, tidak bisa diselesaikan dengan pinjaman/pembiayaan saja. Terutama jika dikaitkan dengan nilai pinjaman yang relatif kecil dan baru pertama kali memperoleh pembiayaan dari LKMS. Inovasi kelembagaan diperlukan untuk mencapai aspek keberlanjutan, jangkauan bagi rumahtangga tani miskin dan berdampak terhadap pengurangan kemiskinan.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcAgricultural economicsid
dc.subject.ddcAgricultural financingid
dc.subject.ddc2014id
dc.subject.ddcJawa Baratid
dc.titleAnalisis Keberlanjutan, Jangkauan Dan Dampak Pembiayaan Lkms Terhadap Pengurangan Kemiskinan Rumahtangga Tani Di Perdesaan Jawa Baratid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordKeberlanjutanid
dc.subject.keywordJangkauanid
dc.subject.keywordDampakid
dc.subject.keywordInovasi Kelembagaanid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record