Show simple item record

dc.contributor.advisorZuhud, Ervizal AM
dc.contributor.advisorHardjanto
dc.contributor.advisorY. Purwanto
dc.contributor.advisorHikmat, Agus
dc.contributor.authorHelida, Asvic
dc.date.accessioned2016-12-28T03:25:59Z
dc.date.available2016-12-28T03:25:59Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82379
dc.description.abstractEtnobiologi merupakan disiplin ilmu yang dianggap mampu menjelaskan pengetahuan lokal dan praktik konservasi tradisional beserta dinamikanya. Sifat dinamis pengetahuan lokal yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan membuat pengetahuan lokal berkembang dan mendapat tempat dalam kehidupan sosial masyarakat. Kedalaman penghayatan masyarakat tradisional terhadap prinsip-prinsip konservasi tercermin dari sistem budaya dan sosial mereka yang memiliki rasa hormat kepada alam. Prinsip ini juga tercermin dalam perangkat sistem pengetahuan dan daya adaptasi masyarakat dalam penggunaan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumber daya alam dan ekosistem yang ada di sekitar masyarakat tinggal. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan etnobiologi masyarakat Kerinci untuk mendukung integrasi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem di Kerinci Seblat. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sehingga dapat menjadi suatu pengetahuan yang dapat diintegrasikan ke dalam pengelolaan kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat. Penelitian dilakukan pada masyarakat Kerinci di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi yang tinggal di daerah penyangga kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat yaitu masyarakat di Dusun Baru Lempur, Dusun Lama Tamiai, Dusun Ulu Jernih dan Dusun Keluru. Pendekatan penelitian dilakukan secara kualitatif dengan metode etnografi dan ekologi. Hasil penelitian menyatakan bahwa masyarakat Kerinci adalah kelompok masyarakat liyan yang memiliki sistem nilai dan sistem pengetahuan yang bersifat kecil, unik dan diwariskan secara turun temurun. Kecil dan unik artinya sistem nilai dan sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat bersifat khas dan spesifik berbeda dengan sistem nilai yang dianut oleh kelompok masyarakat lainnya. Hal ini sudah berlangsung sejak lama dan berproses hingga sampai kepada saat kini yang terungkap melalui sejarah asal usul suku, bahasa, sistem kekerabatan, agama/kepercayaan, kesenian/upacara tradisional, sistem kepemimpinan dan sistem sosial. Konsep-konsep pengetahuan masyarakat Kerinci terhadap sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tertuang dalam etnobotani, etnoekologi dan etnozoologi yang mereka miliki. Pengetahuan masyarakat Kerinci terhadap sumber daya tumbuhan (etnobotani) terungkap melalui pengenalan dan kemampuan memanfaatkan sebanyak 234 spesies tumbuhan untuk berbagai kegunaan antara lain bahan obat (200 spesies) dan bahan pangan (70 spesies). Pengukuran Nilai Penting Budaya Tumbuhan (ICS) menunjukkan bahwa masyarakat Kerinci telah memanfaatkan sumber daya tumbuhan dengan baik. Pemanfaatan yang bersifat subsisten dan pemanfaatan yang beragam terhadap satu spesies dapat menekan lajunya kepunahan spesies tersebut. Rotan (Calamus caesius) adalah spesies tumbuhan berasal dari hutan dengan ICS tinggi yaitu 36, sedangkan padi (Oryza sativa) dan kayumanis (Cinnamomun burmanii) merupakan jenis tanaman budidaya dengan ICS paling tinggi yaitu 59 dan 57. Perhitungan valuasi ekonomi tumbuhan adalah sebesar Rp 302 086 800,-. Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies v tumbuhan menjadi penting perannya, sehingga pilihan pengembangannya haruslah untuk jangka panjang, bukan jangka pendek (short terms benefits). Tingkat pengetahuan etnobotani masyarakat Kerinci saat ini berada pada level sedang (Mg=0,625) dengan tingkat retensi atau kemampuan menyimpan pengetahuan tertinggi berada pada kelas umur empat yaitu 55 hingga 69 tahun (RG=1,015) dan terjadi perubahan tahunan rata-rata yang cendrung menurun. Pengetahuan masyarakat Kerinci terhadap lingkungan (etnoekologi) terungkap melalui pandangan mereka terhadap lingkungan. Masyarakat Kerinci memiliki pandangan bahwa alam dan lingkungannya merupakan hasil perjalanan sejarah kehidupan yang sangat panjang hingga melahirkan kepercayaan, kebudayaan dan tradisi yang sangat dipengaruhi oleh kondisi alam dan lingkungan mereka. Pandangan ini melahirkan pengetahuan yang bernilai positif dalam penataan satuan lingkungan berdasarkan kondisi geomorfologi yang meliputi jenis tanah, kelerengan dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Masyarakat Kerinci telah memiliki kemampuan dalam pembagian satuan lingkungan mereka berdasarkan fungsi kawasan yaitu kawasan perkampungan (dusun, umah, laman), kawasan persawahan, kawasan perladangan (pelak, ladang pnanam mudo, ladang pnanam tuo), kawasan hutan sekunder (bluko mudo, bluko tuo), kawasan hutan primer (imbo lengang) dan kawasan hutan adat (imbo adat) serta bentuk satuan lingkungan lainnya seperti batang ayiek dan danau. Pengetahuan masyarakat Kerinci terhadap sumber daya hewan (etnozoologi) terungkap melalui kemampuan mereka mengidentifikasi dan memanfaatkan 89 spesies hewan yang ada di sekitar mereka terdiri dari hewan liar (78,65%) dan hewan budidaya (21, 35%). Pengelompokan hewan berdasarkan klasnya adalah mamalia (29 spesies), insekta (18 spesies), aves (16 spesies), reptil (9 spesies), pisces (13 spesies), vermes (1 spesies) dan chilopoda (1 spesies). Pemanfaatan berbagai sumber daya hewan tersebut adalah untuk sumber pangan (sumber protein), bahan-bahan pengobatan dan keperluan ritual adat. Selain itu masyarakat Kerinci melakukan aktivitas perburuan pada beberapa hutan sekunder bekas ladang bluko mudo dan bluko tuo. Perburuan dilakukan terhadap hewan-hewan yang mengganggu hasil pertanian masyarakat seperti kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan babi hutan (Sus scrofa). Untuk menjaga kelestarian sumber daya alam hayati hewan ini masyarakat Kerinci telah memiliki kearifan cara pemanfaatan dan pengelolaannya yaitu seperti adanya lubuk larangan. Keberadaan lubuk larangan adalah untuk mengatur waktu pemanenan populasi ikan sehingga dapat memperpanjang waktu pemanfaatannya dan memberi kesempatan kepada ikan untuk dapat memulihkan populasinya. Pengetahuan tradisional masyarakat Kerinci ini sepatutnya dapat dijadikan sebagai salah satu upaya dalam mendukung integrasi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem di Kerinci Seblat. Masyarakat Kerinci harus dijadikan subyek dalam pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistem sehingga pemanfaatan sumber daya alam hayati dapat berkelanjutan dan kawasan menjadi terjaga. Oleh karena itu diperlukan prasyarat penguatan aturan kebijakan yang dapat menjamin upaya tersebut berjalan dengan baik dan aman.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcEcologyid
dc.subject.ddcBiodiversityid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcKerinci-Jambiid
dc.titleIntegrasi Etnobiologi Masyarakat Kerinci Dalam Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnyaid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordetnobiologiid
dc.subject.keywordetnobotaniid
dc.subject.keywordetnoekologiid
dc.subject.keywordetnozoologiid
dc.subject.keywordintegrasiid
dc.subject.keywordmasyarakat Kerinciid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record