Show simple item record

dc.contributor.advisorSuprayudi, Muhammad Agus
dc.contributor.advisorHarris, , Enang
dc.contributor.authorEffendi, Irzal
dc.date.accessioned2016-12-28T03:22:06Z
dc.date.available2016-12-28T03:22:06Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82367
dc.description.abstractTingginya permintaan udang di pasar dunia menuntut upaya peningkatan produksi melalui intensifikasi dan ekstensifikasi budidaya udang vaname Litopenaeus vannamei. Salah satu terobosan ekstensifikasi budidaya udang adalah dengan memanfaatkan laut dengan beberapa keunggulan, antara lain potensi pengembangan sangat besar, kadar oksigen terlarut relatif tinggi sehingga tidak perlu kincir, carrying capacity yang besar sehingga bisa diarahkan ke intensifikasi budidaya, mutu daging udang yang dihasilkan relatif lebih baik. Upaya tersebut sesungguhnya sudah banyak dilakukan, namun kinerja pertumbuhan, kelangsungan hidup dan konversi pakan yang diperoleh masih sangat bervariasi yang disebabkan oleh belum mantapnya teknologi budidaya dan kondisi lingkungan laut. Berdasarkan hal tersebut maka telah dilakukan penelitian dengan 4 tahap, yaitu: 1) kesesuaian lokasi budidaya udang vannamei di laut, 2) kinerja produksi udang vannamei yang dibudidayakan di laut dari juvenil bioflok dan juvenile perifiton, 3) respon fisiologis dan biokimia udang vaname yang dibudidayakan di laut pada ukuran awal dan padat tebar berbeda, 4) mutu daging udang yang dibudidayakan di laut. Penelitian pertama bertujuan untuk mengetahui kondisi dan kesesuaian lokasi untuk budidaya udang vaname di laut dengan mengamati aspek oseanografi dan kualitas air. Lokasi penelitian berupa gosong (Pulau Semak Daun dan Pulau Panggang) dan selat (Pulau Karya) di Kepulauan Seribu, Jakarta. Gosong Pulau Semak Daun, selat Pulau Karya dan gosong Pulau Panggang memiliki luas masing-masing 315,0; 12,0 dan 102,8 ha dengan kedalaman 4,6 m (0,5-28,1 m); 14,6 m (0,5-26,7 m) dan 5,3 m (0,8-13,6 m), serta kecepatan arus 12,9; 12,7 dan 13,5 cm/detik. Berdasarkan hasil pengamatan densitas, salinitas dan suhu, gosong Pulau Semak Daun yang memiliki kawasan yang paling luas cenderung terjadi pengadukan (turnover) yang mengindikasikan sirkulasi air yang lebih baik, sedangkan selat Pulau Karya dan gosong Pulau Panggang yang cenderung mengalami stratifikasi. Nilai kualitas air di lokasi kajian berada dalam kisaran yang sesuai untuk udang vaname, kecuali kecerahan. Gosong Pulau Semak Daun lebih disarankan untuk lokasi budidaya udang vaname. Penelitian kedua bertujuan membandingkan kinerja pendederan teknologi bioflok dengan teknologi perifiton dan mengevaluasi kinerja juvenil yang dihasilkan dari kedua teknokogi tersebut di dalam sistem pembesaran di laut. Penelitian dilakukan di gosong Pulau Semak Daun dan terdiri dari tahap pendederan dan pembesaran. Di tahap pendederan, post larva (PL) udang vaname umur 10 hari (PL10) ditebar dengan kepadatan 2.667 ekor/m3 dalam tanki pada teknologi bioflok dan 1.333 ekor/m3 dalam KJA pada teknologi perifiton. PL udang dipelihara selama 21 hari dan diberi pakan buatan berbentuk tepung (40% protein), tujuh kali sehari secara blind feeding. Pada pendederan bioflok, setengah porsi makanan harian benur diganti dengan molase dan dedak pada hari ke-10 pemeliharaan. Di tahap pembesaran, udang dipelihara dalam KJA 3x3x3 m dengan kepadatan 550 ekor/m2 selama 120 hari dan diberi pelet komersial, frekuensi 6 kali sehari secara restriksi. Setiap 10 hari sekali dilakukan pengukuran contoh udang. Bobot akhir, panjang akhir, pertumbuhan harian, kelangsungan hidup (survival rate, SR), konversi pakan (feed conversion ratio, FCR) udang pada pendederan dengan teknologi bioflok lebih baik dibandingkan dengan teknologi perifiton, demikian pula juvenile bioflok dalam sistem pembesaran (P<0,05). Meskipun laut memiliki kandungan okisgen terlarut yang relatif tinggi dan carrying capacity yang besar sehingga budidaya udang di perairan ini bisa diarahkan ke intensifikasi dengan padat tebar yang tinggi, namun hasil penelitian kedua menunjukkan kinerja produksi sistem pembesaran di laut masih di bawah kinerja tambak. Percobaan dilakukan dalam KJA dan dirancang secara faktorial dengan 2 faktor: ukuran awal dan padat penebaran udang, masing-masing dengan 3 taraf dan setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Ukuran awal terdiri dari 2, 4 dan 6 cm, sedangkan padat penebaran terdiri dari 300, 500 dan 700 ekor/m2. Udang dipelihara selama 100 hari dan diberi pakan berupa pelet (38-40% protein) sebanyak 5-6% dari bobot biomasa per hari dengan frekuensi 6-7 kali per hari. Pengukuran kinerja produksi dilakukan pada akhir pemeliharaan, sedangkan parameter fisiologi dan biokimia udang dilakukan pada hari ke 60, 80 dan akhir pemeliharaan. Berdasarkan kepada kinerja pertumbuhan, bobot akhir, FCR dan SR maka ukuran awal dan padat penebaran udang vaname terbaik masing-masing adalah 2 cm dan 300 ekor/m2. Mengacu kepada gambaran glukosa, glikogen, kolesterol, HDL, LDL, trigliserida, THC dan respiratory burst, semakin besar ukuran dan semakin tinggi padat tebar tampaknya udang semakin stres, terutama di akhir pemeliharaan. Penelitian keempat bertujuan untuk membandingkan kandungan proksimat, asam amino, asam lemak, taurin, astaksantin dan mineral daging udang vaname yang dibudidayakan di laut (udang laut) dan di tambak (udang tambak). Sampel udang diambil dari KJA di Kepulauan Seribu Jakarta dan tambak Lampung masing-masing berukuran 13,34-16,08 g dan 13,70-17,10 atau ketika mencapai umur pemeliharaan masing-masing 100 dan 82 hari. Kedua sistem budidaya tersebut memiliki luas, kedalaman, padat tebar, ukuran dan asal benur, pertumbuhan, SR, FCR, produksi biomasa dan kualitas air yang berbeda. Hasil analisis proksimat menunjukkan udang laut memiliki kandungan air dan karbohidrat yang lebih tinggi serta kandungan abu dan protein yang lebih rendah dibandingkan dengan udang tambak. Dalam penelitian ini udang laut memiliki kandungan asam amino, asam lemak dan mineral yang hampir sama dengan udang tambak, perbedaan hanya pada histidina, treonina, alanina, asam miristat, asam palmitoleat, asam linoleat asam cis-11,14-eikosedienoat dan besi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa perairan gosong lebih cocok untuk budidaya udang vaname di laut. Juvenil bioflok lebih baik dibandingkan dengan juvenil perifiton untuk budidaya udang vaname di laut dengan ukuran dan padat tebar masing-masing adalah 2 cm dan 300 ekor/m2. Daging udang yang dipelihara di laut memiliki kandungan air dan karbohidrat yang lebih tinggi serta kandungan abu dan protein yang lebih rendah dibandingkan dengan udang tambak. Berdasarkan penelitian ini disarankan memanfaatkan perairan gosong dan juvenil bioflok ukuran 2 cm dengan kepadatan 300 ekor/m2.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcFisheriesid
dc.subject.ddcShrimpid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcKepulauan Seribu-DKI Jakartaid
dc.titleBudidaya Intensif Udang Vaname Litopenaeus Vannamei Di Laut: Kajian Lokasi, Fisiologis Dan Biokimiaid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordbioflokid
dc.subject.keywordkaramba jaring apungid
dc.subject.keywordpembesaranid
dc.subject.keywordpendederanid
dc.subject.keywordperifitonid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record