dc.description.abstract | Statistik area kecil di Indonesia saat ini telah menjadi perhatian oleh para
statistisi seiring dengan bergesernya sistem ketatanegaraan dari sistem sentralisasi
ke sistem desentralisasi. Pada sistem desentralisasi, pemerintah daerah memiliki
kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dirinya sendiri, khususnya pada level
pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian kebutuhan statistik sampai pada
level desa/kelurahan menjadi suatu kebutuhan dasar sebagai landasan bagi
pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menyusun sistem perencanaan,
pemantauan dan penilaian pembangunan daerah atau kebijakan penting lainnya.
Pada umumnya survey yang digunakan hanya dirancang untuk menduga
parameter populasi berskala nasional. Sehingga permasalahan akan muncul ketika
ingin memperoleh informasi untuk area yang lebih kecil, misalnya pada level
propinsi, level kabupaten atau level kecematan. Ukuran contoh pada level area
tersebut biasanya sangat kecil sehingga statistik yang diperoleh akan memiliki
ragam yang besar. Guna mengatasi hal ini, diperlukan suatu prosedur statistika yang
dapat mengkombinasikan data dari contoh kecil dan besar, dengan mengambil
keuntungan secara detil dalam survei contoh dan sensus. Metode yang tepat untuk
memberi solusi dalam hal ini adalah metode pendugaan area kecil (Small Area
Estimation, SAE). Metode ini membantu memperbaiki informasi dan ukuran
contoh menjadi lebih efektif. Salah satu metode dalam pendugaan area kecil adalah
Empirical Best Linear Unbiased Prediction (EBLUP).
Fay dan Herriot (1979) merupakan peneliti pertama yang mengembangkan
pendugaan area kecil berdasarkan model linier campuran. Model yang kemudian
menjadi rujukan dalam pengembangan penelitian pendugaan area kecil lebih lanjut.
Model Fay-Herriot yang menjadi dasar dalam pendugaan area kecil
mengasumsikan bahwa pengaruh acak galat area saling bebas. Namun dalam
beberapa kasus, asumsi ini sering dilanggar. Penyebabnya adalah keragaman suatu
area dipengaruhi area sekitarnya, sehingga pengaruh spasial dapat dimasukkan ke
dalam pengaruh acak. Efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu
area dengan area yang lain, ini berarti bahwa area yang satu mempengaruhi area
lainnya. Selain itu, dasar dalam analisis spasial adalah segala sesuatu saling
berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang lebih dekat akan lebih
berpengaruh daripada sesuatu yang jauh. Berdasarkan hal tersebut, informasi
spasial dapat digunakan dalam model pendugaan area kecil. Dengan memasukkan
efek korelasi spasial ke dalam efek acak area, maka akan diperoleh pendugaan area
kecil yang mempertimbangkan efek korelasi spasial antar area.
Penduga EBLUP dengan memperhatikan pengaruh acak area yang
berkorelasi spasial dikenal dengan istilah penduga Spatial Empirical Best Linear
Unbiased Prediction (SEBLUP). Model dengan efek random korelasi spasial dalam
masalah SAE pertama kali diperkenalkan oleh Cressie (Cressie 1991 diacu dalam
Rao 2003b). Para peneliti sebelumnya menyebutkan bahwa pendekatan spasial
EBLUP ini bisa menghasilkan interval kepercayaan yang baik yang bergantung
pada pengaruh korelasi spasial dan nilai dari ragam pendugaannya. Selain itu,
penggunaan informasi tambahan spasial dapat memperkecil ragam dan bias dari
penduga EBLUP.
Walaupun para peneliti sebelumnya telah menjelaskan tentang pendekatan
spasial dalam pendugaan area kecil, namun terdapat masalah, yaitu masalah dalam
penentuan matriks pembobot spasial yang akan akan digunakan dalam pendugaan
area kecil. Sebagaimana dijelaskan oleh Getis dan Aldstads (2004) bahwa dalam
model spasial, matriks pembobot spasial merupakan komponen penting dalam
kebanyakan model ketika representasi struktur spasial dibutuhkan. Oleh karena itu
perlu dilakukan pengkajian khusus mengenai pembentukan matriks pembobot yang
optimum dalam pendugaan area kecil.
Hasil dari kajian simulasi menunjukkan bahwa banyaknya area kecil
mempengaruhi pemilihan metode pembentukan matriks pembobot spasial yang
optimum dalam pendugaan area kecil. Penduga SEBLUP dengan rekomendasi
matriks pembobot spasial untuk jumlah area yang berbeda memberikan nilai
ARRMSE yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai ARRMSE pada penduga
EBLUP. Hasil simulasi ini sejalan dengan hasil studi kasus rata-rata pengeluaran
per rumah tangga per bulan pada level kecamatan di Kota dan Kabupaten Bogor
berdasarkan data SUSENAS tahun 2010 dengan menggunakan rekomendasi
pembentukan matriks pembobot spasial yang diperoleh pada kajian simulasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa banyaknya area sangat mempengaruhi
pemilihan matriks pembobot spasial yang bisa memberikan pendugaan area kecil
yang terbaik dengan pendekatan SEBLUP. | id |