Interaksi Tri-Trofik Dan Keanekaragaman Serangga Pada Pertanaman Kedelai Dengan Beberapa Teknik Pengelolaan Hama
View/ Open
Date
2016Author
Yusup, Ciptadi Achmad
Hidayat, Purnama
Winasa, I Wayan
Metadata
Show full item recordAbstract
Lahan pertanaman kedelai merupakan suatu ekosistem kompleks yang terdiri
dari berbagai tingkatan trofik yang saling berhubungan dan membentuk suatu
jaring-jaring makanan. Interaksi tri-trofik merupakan gambaran umum dari jaringjaring
makanan yang ada pada suatu ekosistem. Interaksi tri-trofik pada lahan
kedelai melibatkan tumbuhan sebagai produsen dengan serangga fitofag sebagai
konsumen primer dan musuh alami sebagai konsumen sekunder.
Aplikasi insektisida sintetik merupakan salah satu upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan produksi kedelai. Namun, penggunaan insektisida sintetik
akan berdampak langsung maupun tidak langsung kestabilan ekosistem pertanaman
kedelai. Pola interaksi antar tingkatan trofik dapat digunakan untuk melihat
pengaruh teknik pengendalian hama terhadap keseimbangan ekosistem pertanaman
kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola interaksi tri-trofik yang
terbentuk pada lahan pertanaman kedelai yang ditanam dengan tiga teknik
pengelolaan hama. Selain itu juga untuk mengetahui keanekaragaman dan
kelimpahan spesies serangga pada lahan kedelai yang diaplikasikan ketiga teknik
pengelolaan hama tersebut.
Penelitian dilaksanakan pada musim kemarau II (MKII) bulan Juni hingga
September 2014 bertempat di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Aneka
Kacang dan Umbi (BALITKABI) di Ngale, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Penelitian ini menguji tiga teknik pengelolaan hama, yaitu teknik pengelolaan hama
campuran, teknik pengelolaan hama kimiawi, dan teknik pengelolaan hama versi
petani. Penelitian menggunakan rancangan percobaan acak kelompok (RAK).
Teknik pengelolaan hama campuran menggunakan perlakuan benih dengan PGPR,
penggunaan tanaman pinggir jagung, aplikasi insektisida nabati ekstrak mimba
berbasis kalender dengan interval aplikasi seminggu sekali, bioinsektisida
Spodoptera litura Nuclopolyherdal Virus (SlNPV) untuk hama ulat grayak, dan
insektisida sintetik bahan aktif imidakloprid, deltamethrin, dan fipronil. Teknik
pengelolaan hama kimiawi menggunakan perlakuan benih dengan insektisida
sintetik berbahan aktif karbosulfan dan aplikasi insektisida sintetik berbahan aktif
fipronil, imidakloprid, dan deltamethrin berbasis kalender dengan interval aplikasi
dua minggu sekali. Teknik pengelolaan hama versi petani menggunakan perlakuan
benih dengan insektisida berbahan aktif karbosulfan, dan aplikasi insektisida
sintetik berbasis monitoring populasi hama dengan insektisida berbahan aktif
klorfluazuron, imidakloprid, deltamethrin, dan fipronil. Keanekaragaman dan
kelimpahan serangga diamati dengan menggunakan jaring serangga dan lubang
jebakan pada masing-masing petak perlakuan dengan interval pengamatan
seminggu sekali. Masing-masing teknik pengelolaan hama diulang sebanyak lima
kali dengan ukuran petak perlakuan sebesar 7.5 m x 20 m (150 m2).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sembilan spesies tumbuhan
yang berinteraksi dengan 30 spesies serangga fitofag dan 16 spesies musuh alami.
Jumlah tautan trofik dan pola interaksi yang terbentuk antara tingkatan trofik
iii
pertama dan kedua pada lahan kedelai yang ditanam dengan ketiga teknik
pengelolaan hama tidak terlalu berbeda. Interaksi antara trofik kedua (serangga
fitofag) dengan trofik ketiga (musuh alami) pada lahan kedelai dengan perlakuan
teknik pengelolaan hama kimiawi menghasilkan 26 tautan trofik, jumlah ini lebih
sedikit dibandingkan dengan lahan kedelai yang diaplikasikan teknik pengelolaan
hama campuran (50 tautan trofik) dan teknik pengelolaan hama versi petani (41
tautan trofik). Hal ini menyebabkan pola interaksi trofik kedua dan ketiga pada
teknik pengelolaan hama kimiawi lebih sederhana dibandingkan dengan dua
perlakuan lainnya. Berdasarkan pengamatan langsung pada tanaman kedelai,
kutukebul Bemisia tabaci Gennadius merupakan serangga fitofag yang memiliki
populasi tertinggi di seluruh petak perlakuan. Sedangkan spesies musuh alami yang
memiliki populasi tertinggi adalah kumbang koksi Menochilus sexmaculatus
Fabricus.
Berdasarkan hasil penjaringan, keanekaragaman dan kelimpahan serangga
fitofag, predator, dan parasitoid tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada
seluruh petak perlakuan. Komposisi spesies serangga yang tertangkap dengan
jaring serangga didominasi oleh serangga fitofag (47-50%), diikuti oleh parasitoid
(30-35%), predator (14-22%), dan artropoda lain yang belum diketahui peran
ekologinya (1-4%). Sedangkan untuk hasil pengamatan dengan lubang jebakan
menunjukkan hasil keanekaragaman spesies predator di lahan kedelai dengan
teknik pengelolaan hama versi petani memiliki keanekaragaman spesies predator
yang lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya. Namun untuk
keanekaragaman dan kelimpahan spesies serangga fitofag dan parasitoid, dan
kelimpahan spesies predator hasil yang diperoleh menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang nyata antar petak perlakuan. Komposisi spesies serangga yang
tertangkap lubang jebakan didominasi oleh fitofag (32-39%), diikuti oleh predator
(32-36%), parasitoid (13-17%), dan artropoda lain (16-17%). Sebagian besar
spesies serangga yang ditemukan di seluruh petak merupakan spesies yang sama.
Lahan kedelai dengan aplikasi insektisida berbasis monitoring populasi hama
memiliki tingkat keanekaragaman spesies predator yang lebih tinggi dibandingkan
dengan lahan kedelai dengan aplikasi insektisida berbasis kalender, baik itu dengan
menggunakan insektisida nabati maupun sintetik.
Collections
- MT - Agriculture [3683]