dc.description.abstract | Pembangunan berkelanjutan telah menjadi konsen nasional dan wilayah.
Pencapaian pembangunan yang seimbang antara aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan telah menjadi perhatian pengambil kebijakan yakni bagaimana
mencapai pembangunan berkelanjutan tersebut secara terukur dan layak.
Belakangan konsern pembangunan berkelanjutan juga telah bergeser dari sekeder
konsern global atau internasional ke lebih lokal atau regional (Giaoutzi
dan Nijkamp 1993, Nijkamp dan Vreeker 2000, Clement, Hansen, dan Bradley
2003, Patterson dan Theobold 1995). Nijkamp dan Vreeker (2000) menyatakan
bahwa pergeseran ini diperkuat dengan fakta bahwa wilayah lebih memiliki
demarkasi yang jelas sehingga pengukuran empiris pembangunan berkelanjutan
lebih mudah dilakukan dan lebih relevan pada tinggat wilayah.
Perhatian pada integrasi pembanguann berkelanjutan pada tingkat regional
telah memicu perkembangan kaidah pembangunan yang disebut sebagai
Sustainable Regional Development atau SRD. Dengan demikian SRD pada
prinsipnya adalah sebuah konsep yang mengintegrasikan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan ke dalam praktek pengembangan wilayah (Clement
et al. 2003). Clement et al (2003) lebih jauh menyatakan bahwa SRD melibatkan
berbagai aktivitas dan instrumen yang mendukung pembangunan berkelanjutan di
tingkat wilayah. Sehingga integrasi pembangunan berkelanjutan ke pembangunan
wilayah merupakan unsur yang penting dalam pembangunan wilayah secara
keseluruhan. Schleicher-Tappeser and Lukesch (1999), menyatakan bahwa
pembangunan wilayah bukanlah konsep singular yakni bukan hanya
mementingkan aspek spasial semata, namun juga kebutuhan akan penilaian
kualitatif dan kuantitatif dalam pembangunan wilayah. Dengan demikian SRD
mengacu pada aspek konsep dan instrumen integrasi pembangunan (Haughton dan
Councel 2004).
Situasi seperti ini dihadapi oleh Provinsi Jambi saat ini. Dengan penduduk
lebih kurang 3 juta jiwa dan sebagian besar wilayahnya adalah wilayah
konservasi, Provinsi Jambi memiliki target pembangunan yang cukup ambisius
melalui agenda JAMBI EMAS (Ekonomi Maju Adil dan Sejahtera) dengan target
pertumbuhan ekonomi sekitar 8% per tahun. Namun dalam agenda pembangunan
ini, konsern lingkungan dan aspek pembangunan berkelanjutan belum sepenuhnya
diakomodasi dalam agenda pembangunan. Jambi EMAS sendiri sudah berakhir
pada tahun 2015 dan pada awal 2016, agenda pembangunan Jambi menuju
pembangunan baru dengan pemerintahan yang baru. Dengan demikian menjadi
penting dalam konteks ini bukan hanya untuk mengevaluasi pembangunan
berkelanjutan yang sudah berjalan namun juga bagaimana menawarkan skenario
pembangunan berkelanjutan di masa mendatang.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk melakukan evaluasi
pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi melalui dua pendekatan yang
belum pernah digunakan di Indonesia yakni pendekatan bendera atau FLAG
(Nijkamp dan Ouwersloot 1996), dan pendekatan Imprecise Decision Model atau
IDM yang dikembangkan oleh Danielson et al (2003). Secara khusus penelitian
ini bertujuan untuk 1) mengevaluasi tingkat keberlanjutan pembangunan di
Provinsi Jambi melalui kerangka SRD, 2) mengembangkan model skenario
pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi dengan mempertimbangkan aspek
risiko dan ketidakpastian, dan 3) Memberikan rekomendasi model dan implikasi
kebijakan SRD di Provinsi Jambi bagi pembangunan di masa mendatang.
Evaluasi keberlanjutan dilakukan dengan menggunakan tiga belas indikator yang
meliputi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Ketiga belas indikator ini
kemudian dievaluasi melalui tiga rejim pembangunan berkelanjutan yakni strong,
moderate dan weak serta empat skenario kebijakan pembanguann yakni Business
as Ususal (BAU), Peningkatan Daya Saing (PDS), Memanfaatkan Sumber Daya
Lokal (MSDL), dan pengembangan Ekonomi Non-Ekstraktif (ENE).
Hasil studi menunjukkan bawah pembangunan di Provinsi Jambi dengan
skenario business as usual cenderung tidak akan berkelanjutan baik dengan
menggunakan basis data perencanaan maupun basis data capaian pembangunan
saat ini. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya frekuensi bendera kuning dan
merah, bahkan hitam pada skenario BAU. Pembangunan berkelanjutan dengan
banyaknya bendera hijau dicapai pada skenario strong progression yang
mengindikasikan kuatnya pengendalian lingkungan. Hasil ini juga diperkuat
dengan hasil analisis IDM yang menunjukkan bahwa skenario BAU cenderung
memiliki risiko yang lebih tinggi, sementara risiko yang lebih kecil akan diperoleh
pada skenario pembangunan dengan MSDL dan ENE. Hasil analisis tornado pada
IDM juga menunjukkan bahwa beberapa variabel seperti pertumbuhan ekonomi,
lahan kritis, hot spot dan kemiskinan cenderung mempengaruhi cukup penting
bagi capaian pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi.
Penelitian ini menawarkan paradigma pembangunan baru bagi pembangunan
berkelanjutan di Provinsi Jambi dengan menawarkan model pembangunan yang
disebut sebagai model JAMRUD (Jambi Regional sUstainable Development).
Paradigma pembangunan ini didasarkan pada pertumbuhan inklusif yang bersifat
pro poor dan sektor yang lebih luas serta didukung oleh basis ekonomi hijau.
Studi ini menawarkan pula beberapa strategi pembangunan dengan model
JAMRUD untuk mendukung skenario pembangunan PDS, MSDL dan ENE.
Beberapa diantara skenario tersebut antara lain pengembangan skema Pembayaran
Jasa Lingkungan (PJL), penguatan UMKM yang mendorong pengembangan
sumber daya lokal dan ekonomi non-ekstraktif, pengembangan eko-wisata. Selain
itu di sektor primer perlu juga dikembangkan pertanian yang berkelanjutan,
pengembangan solidarity alternative dan berbagai kebijakan yang didasarkan
pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Paradigma
pembangunan yang ditawarakan dari hasil studi ini juga sejalan dengan beberapa
agenda pembangunan yang ditawarkan oleh pemerintah baru Provinsi Jambi yakni
Jambi TUNTAS, dan juga mendukung beberapa tujuan dari agenda global terkait
dengan Sustainable Development Goals (SDGs). | id |