Show simple item record

dc.contributor.advisorDharmawan, Arya Hadi
dc.contributor.authorWidhianthini
dc.date.accessioned2016-09-21T01:49:55Z
dc.date.available2016-09-21T01:49:55Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81520
dc.description.abstractKonversi lahan pertanian tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Situasi ekonomi yang menguntungkan di suatu wilayah selanjutnya akan mendorong terjadinya proses migrasi penduduk ke wilayah tersebut sehingga akan berdampak pada pergeseran lahan pertanian ke penggunaan lainnya. Penyebab pertama, kebijakan yang kontradiktif terjadi karena di satu pihak pemerintah berupaya melarang terjadinya alih fungsi, tetapi di sisi lain kebijakan pertumbuhan industri atau manufaktur dan sektor non pertanian lainnya justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan-lahan pertanian. Penyebab kedua, cakupan kebijakan yang terbatas. Peraturan-peraturan tersebut di atas baru dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan atau badan hukum yang akan menggunakan tanah atau akan merubah tanah pertanian ke non pertanian. Perubahan penggunaan tanah sawah ke non pertanian yang dilakukan secara individual/peorangan belum tersentuh oleh peraturan-peraturan tersebut, di sisi lain perubahan fungsi lahan yang dilakukan secara individual secara langsung diperkirakan cukup luas. Dalam kenyataannya, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) justru merencanakan untuk mengkonversi tanah sawah beririgasi teknis menjadi non pertanian. Kelemahan lain penyebab konversi lahan pertanian adalah lemahnya peraturan perundangan yang ada, yaitu: (1) Objek lahan pertanian yang dilindungi dari proses konversi ditetapkan berdasarkan kondisi fisik lahan, padahal kondisi fisik lahan relatif mudah direkayasa, sehingga konversi lahan dapat berlangsung tanpa melanggar peraturan yang berlaku; (2) Peraturan yang ada cenderung bersifat himbauan dan tidak dilengkapi sanksi yang jelas, baik besarnya sanksi maupun penentuan pihak yang dikenai sanksi; (3) Jika terjadi konversi lahan pertanian yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku sulit ditelusuri lembaga yang paling bertanggung jawab untuk menindak karena ijin konversi adalah keputusan kolektif berbagai instansi. Pembangunan yang mendominasikan pariwisata sebagai basis pertumbuhan akan menghadapi masalah bagi masyarakat lokal. Secara evolutif, hubungan antara wisatawan dengan masyarakat lokal menyebabkan terjadinya proses komersialisasi dari keramahtamahan masyarakat lokal. Pada awalnya wisatawan dipandang sebagai 'tamu' dalam pengertian tradisional, yang disambut dengan keramahtamahan tanpa motif ekonomi. Dengan semakin bertambahnya jumlah wisatawan, maka hubungan berubah terjadi atas dasar pembayaran, yang tidak lain daripada proses komersialisasi, dimana masyarakat lokal sudah mulai agresif terhadap wisatawan, mengarah kepada eksploitasi dalam setiap interaksi, tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Berkembangnya industri pariwisata modern, seperti maraknya villa, cottage, atau hotel telah mengubah struktur agraria dalam konteks penguasaan tanah dari makna tanah yang bersifat kolektif dalam organisasi produksi agraria subak menjadi makna tanah yang bersifat privat individualistik, manakala tanahtanah berubah peruntukannya menjadi hotel yang komersial, seperti yang terjadi di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Kondisi ini mempengaruhi keberadaan subak yang basis filosofi agrarianya “kolektivitas” dalam pendistribusian air berubah menjadi disfungsional karena struktur agrarianya menjadi privat individualistik. Ketidakberfungsian subak melalui “proses individualisasi penguasaan tanah” menyebabkan laju konversi lahan pertanian dari peruntukan pangan ke non pangan (turisme) meluncur dengan hebat. Terkait dengan uraian permasalahan di atas, penelitian ini memiliki tiga tujuan, yaitu: (1) mengetahui peran stakeholder dan kelembagaan lokal dalam mencegah konversi lahan pertanian; (2) merumuskan model pengendalian konversi lahan pertanian yang berbasis kelembagaan lokal subak dan desa pakraman; dan (3) merumuskan arahan kebijakan bagi pemerintah daerah dan kelembagaan lokal subak dan desa pakraman dalam mengendalikan konversi lahan pertanian. Ketiga tujuan tersebut menggunakan berbagai data yang berasal dari pemerintah daerah, kelembagaan lokal (subak, desa pakraman), dan sumber data lainnya. Tujuan pertama penelitian dijawab dengan menggunakan analisis stakeholder. Analisis ini dilakukan dengan menganalisis tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing stakeholder dan kelembagaan subak serta desa pakraman ke dalam matriks. Tujuan kedua dan ketiga dijawab dengan menggunakan sistem dinamik. Sistem dinamik pada dasarnya menggunakan hubungan-hubungan sebab-akibat (causal) dalam menyusun model suatu sistem yang kompleks, sebagai dasar dalam mengenali dan memahami tingkah laku dinamis sistem tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat dua kekuatan stakeholder yang berpengaruh terhadap laju konversi lahan pertanian, yaitu: (a) pemerintah daerah dan swasta yang sangat pro konversi lahan; (b) pemerintah desa pakraman dan subak yang anti konversi lahan. Selama ini pemerintah daerah dan swasta adalah pihak yang paling dominan dalam menentukan pemanfaatan ruang sehingga sangat pro konversi lahan. Agar terjadi keseimbangan antara pihak yang pro dengan yang anti konversi lahan, maka pemerintah desa pakraman dan kelembagaan lokal subak harus diikutsertakan dalam perencanaan pemanfaatan ruang. Proposal ini meniscayakan apa yang kemudian dikonseptualisasikan sebagai “duality of land governance”. Upaya pencegahan konversi lahan pertanian akan maksimal apabila mengikutsertakan kelembagaan subak di dalam pengambilan keputusan investasi oleh semua stakeholder mulai dari perencanaan hingga evaluasi; (2) Kelembagaan lokal subak dan desa pakraman berpengaruh signifikan dalam mengendalikan konversi lahan melalui efektivitas bekerjanya awig-awig; (3) Untuk menahan laju konversi lahan pertanian ke peruntukan lain, maka diusulkan implementasi skenario I. Skenario ini berintikan gagasan model pengendalian konversi lahan pertanian yang diarahkan pada pengurangan akses jalan umum yang menuju lahan sawah, peningkatan bantuan pemerintah terhadap desa (desa wisata), serta dukungan sarana prasarana untuk kelembagaan lokal subak dan desa pakraman.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcPhysical planningid
dc.subject.ddcRegional planningid
dc.subject.ddc2014id
dc.subject.ddcTabanan-Baliid
dc.titlePengendalian Konversi Lahan Pertanian Di Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali: Analisis Kelembagaan Subak Dan Pakramanid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordkelembagaan lokal (subak dan desa pakraman)id
dc.subject.keywordkonversi lahan pertanianid
dc.subject.keywordsistem dinamikid
dc.subject.keywordskenarioid
dc.subject.keywordstakeholderid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record