dc.description.abstract | Tumbuhan anyaman adalah tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku
kerajinan anyaman seperti keranjang, tikar, topi, dan peralatan rumah tangga
lainnya. Salah satu kelompok etnis di Indonesia yang hingga kini masih
memanfaatkan tumbuhan anyaman adalah Dayak Iban-Désa di Kalimantan Barat.
Seiring dengan lajunya arus modernisasi, pemanfaatan tumbuhan anyaman dan
produksi anyaman dikalangan masyarakat Dayak Iban-Désa semakin berkurang.
Pengetahuan menganyam semakin menurun dari generasi ke generasi karena
berkurangnya minat generasi muda dalam mempelajari anyaman. Kerusakan
hutan dan penebangan liar juga mengancam keberadaan hutan sebagai habitat
tumbuhan anyaman. Oleh karena itu, dokumentasi pengetahuan menganyam
masyarakat Dayak Iban-Désa penting untuk segera dilakukan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan yang digunakan
dalam produksi anyaman oleh masyarakat Dayak Iban-Désa, mengetahui nilai
kepentingan budaya tumbuhan anyaman melalui nilai Index Cultural Significance
(ICS), mengetahui ketersediaan bahan baku tumbuhan anyaman di habitat melalui
Indeks Nilai Penting (INP), menentukan strategi konservasi berdasarkan nilai ICS
dan INP, dan mengobservasi anatomi dimensi serat untuk mengetahui kualitas
serat masing-masing jenis tumbuhan anyaman.
Penelitian dilakukan di Desa Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai,
Kabupaten Sintang yang merupakan salah satu perkampungan Dayak Iban-Désa.
Koleksi data keanekaragaman jenis dan produk anyaman dilakukan dengan
komunikasi pribadi kepada informan dan responden, pengamatan langsung kepada
pengrajin anyaman, dan focus group discussion (FGD). Jumlah responden terpilih
adalah 16 orang pengrajin anyaman, terdiri atas sembilan perempuan dan tujuh
laki-laki. Koleksi data ekologi dilakukan dengan observasi habitat tumbuhan
anyaman melalui metode purposive sampling. Pengamatan anatomi dimensi serat
(panjang sel, ketebalan dinding sel, persentase jaringan serat dalam berkas
pembuluh) dilakukan melalui pembuatan preparat anatomi dengan metode
maserasi, metode parafin dan metode sayatan dengan mikrotom beku.
Masyarakat Dayak Iban-Désa memanfaatkan rotan, bambu, pandan, palem,
dan jahe liar sebagai bahan baku kerajinan anyaman. Tumbuhan tersebut
tergolong dalam empat famili (Arecaceae, Poaceae, Pandanaceae, dan
Zingiberaceae) dan terdiri dari 19 jenis. Rotan (Arecaceae) merupakan kelompok
tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku anyaman, yaitu
sejumlah 11 jenis, satu varietas dan satu subvarietas. Bagian tumbuhan yang
dimanfaatkan adalah batang (khusus rotan dan bambu), helaian daun (khusus
pandan dan palem), dan pelepah daun (khusus senggang).
Masyarakat Dayak Iban-Désa membuat 26 macam produk yang digunakan
sebagai peralatan berladang, perabot rumah tangga, peralatan beternak, perangkap
ikan, peralatan ritual adat dan mainan anak. Beragam peralatan berladang
merupakan produk yang paling banyak diproduksi, hal ini terkait dengan aktivitas
utama masyarakat Dayak Iban-Désa adalah berladang.
Penamaan lokal tumbuhan anyaman dalam bahasa Dayak Iban-Désa
menunjukkan bahwa rotan dan bambu memiliki sistem penamaan menyerupai
penamaan binomial dalam tata nama botani. Kata pertama menunjukkan nama
kelompok, sedangkan kata kedua menunjukkan karakter spesifik tumbuhan. Akan
tetapi sistem penamaan masyarakat Dayak Iban-Désa tidak sesuai dengan
penamaan botani, mereka menggunakan nama “wi” untuk semua jenis rotan dan
“buluh” untuk semua jenis bambu walaupun kedua kelompok tumbuhan masingmasing
terdiri atas banyak genus.
Hampir seluruh jenis rotan memiliki nilai ICS tinggi dibandingkan jenis
tumbuhan lainnya. Tumbuhan yang memiliki nilai ICS tinggi memiliki kategori
dimanfaatkan sebagai bahan anyaman utama tak tergantikan atau memiliki fungsi
ganda sebagai bahan anyaman utama maupun pengganti, dipanen sepanjang
tahun, dinilai memiliki serat yang kuat oleh masyarakat. Tumbuhan dengan nilai
ICS rendah secara umum memiliki kategori fungsi ganda sebagai tumbuhan
anyaman utama dan pengganti atau hanya sebagai tumbuhan anyaman pengganti
saja, dipanen sekali dalam satu tahun atau lebih, dan dinilai masyarakat memiliki
serat yang kurang kuat.
Pemanenan tumbuhan anyaman dilakukan di tiga lokasi yaitu di hutan
sekunder Tawang Mersibung dan Bukit Rentap, dan vegetasi terbuka di bekas
ladang dekat rumah adat betang panjang. Rotan, palem, dan Pandanus sp. 1
dipanen di hutan adat Tawang Mersibung; rotan P. wrayi memiliki nilai INP
tertinggi. Bambu dipanen di kaki Bukit Rentap; G. hasskarliana memiliki nilai
INP tertinggi. Pandanus sp. 2, Pandanus sp. 3, dan jahe liar dipanen di bekas
ladang; Pandanus sp. 2 memiliki nilai INP terendah di lokasi tersebut.
Berdasarkan informasi nilai ICS dan INP, ditentukan empat tipe strategi
konservasi untuk diterapkan pada setiap jenis tumbuhan anyaman, yaitu: (1)
mempertahankan habitat jenis tumbuhan jika memiliki nilai ICS dan INP tinggi,
diterapkan pada jenis P. wrayi, Pandanus sp. 1, Calamus blumei, C. javensis, C.
speciosissimus, Ceratolobus concolor, dan H. reticulata; (2) membudidayakan
jenis jika nilai ICS rendah tetapi nilai INP tinggi, diterapkan pada jenis K.
echinometra, K. flagellaris, Calamus sp., Dendrocalamus asper, dan S.
brachycladum buluh hijau; (3) mengkaji dan mengembangkan potensi tumbuhan
jika memiliki nilai ICS yang rendah tetapi nilai INP tinggi, diterapkan pada jenis
Calamus rugosus, C. zonatus, G. hasskarliana, Daemonorops oligophylla, dan
Pandanus sp. 3; (4) membudidayakan dan mengkaji serta mengembangkan
potensi tumbuhan jika nilai INP dan ICS rendah, diterapkan pada jenis Calamus
axillaris, Licuala sp., Pandanus sp. 2, S. lima, S. brachycladum buluh kuning.
Berdasarkan kajian anatomi dimensi serat, beberapa jenis tumbuhan
anyaman yang jarang digunakan ternyata berpotensi memiliki kualitas serat yang
baik, yaitu rotan Calamus rugosus, C. axillaris, bambu S. brachycladum buluh
kuning dan S. lima, pandan Pandanus sp. 2 dan Pandanus sp. 3, dan palem
Licuala sp. Oleh karena itu penggunaan jenis-jenis tumbuhan tersebut dapat
ditingkatkan untuk menghasilkan anyaman yang berkualitas baik. | id |