Stok Karbon Dan Nitrogen Pada Tingkat Pelapukan Kayu Mati Yang Berbeda Di Hutan Alam Dan Hutan Konversi Dataran Rendah Tropis (Jambi, Indonesia)
View/ Open
Date
2016Author
Meriem, Selis
Triadiati
Tjitrosoedirjo, Soekisman
Metadata
Show full item recordAbstract
Kayu mati berperan signifikan sebagai bagian yang terintegrasi dari suatu
hutan, menyediakan sumber nutrien dalam jumlah besar dan habitat bagi
dekomposer dan biota hutan lainnya. Transformasi hutan alam menjadi berbagai
sistem pemanfaatan lahan di dataran rendah, Sumatra, Indonesia, menurunkan
total biomasa permukaan atas tanah dan berdampak negatif terhadap siklus nutrien.
Sebagian besar hutan hujan tropis di provinsi Jambi telah dikonversi menjadi
sistem agroforestri karet atau hutan karet. Transformasi ini dapat mengubah
komponen dan fungsi hutan alam. Dampak perubahan konversi ini terhadap stok
C dan N kayu mati masih kurang dipahami.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan massa, stok C, N dan
lignin kayu mati antara sistem hutan alam dan hutan karet, dan menguji
perbedaan konsentrasi kandungan kimia dan kelimpahan stok nutrien tersebut
pada tiga tahap pelapukan kayu mati. Penelitian ini bertujuan menganalisis
kontribusi kayu mati pada berbagai tingkat pelapukan terhadap total stok C dan N
di hutan hujan tropis Indonesia.
Penelitian dilakukan di hutan alam dan hutan karet dataran rendah tropis
Propinsi Jambi, Sumatra. Pengambilan sampel kayu mati dilakukan dengan
metode non-destructive dalam plot permanen berukuran 2500 m2 (50 m x 50 m)
dengan total plot sebanyak enam belas (delapan replikasi setiap penggunaan
lahan: empat plot di lokasi daerah Harapan, kabupaten Muara Bulian, dan empat
plot di lokasi Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), kabupaten Sarolangun).
Tegakan kayu mati yang dijadikan sampel memiliki diameter pohon setinggi dada
(dbh) ≥ 10 cm dan tinggi ≥ 1.5 m, sedangkan untuk kayu mati tumbang memiliki
diameter tengah ≥ 10 cm dan panjang ≥ 1 m.
Pelapukan kayu mati secara visual diidentifikasi berdasarkan indikator fisik
yang merefleksikan kerusakan kayu dan diklasifikasikan ke dalam tiga tingkat
pelapukan. Massa kayu mati diestimasi menggunakan persamaan alometrik.
Untuk setiap tingkat pelapukan, sebanyak 48 sampel diseleksi secara acak untuk
analisis kandungan kimianya. Konsentrasi C organik, N total dan lignin berturutturut
diukur menggunakan metode Walkley and Black, Kjeldahl dan Van Soet.
Pengaruh sistem pemanfaatan lahan terhadap variabel yang diuji (massa, volume
dan stok C, N dan lignin dalam kayu mati), juga pengaruh sistem di setiap tingkat
pelapukan dibandingkan menggunakan Independent Sample t-test. Analisis
varians (ANOVA), One-Way dengan post-hoc Tukey HSD test digunakan untuk
menguji pengaruh tingkat pelapukan terhadap variabel stok dan konsentrasi
nutrien. Analisis komponen utama (PCA) terhadap variabel yang diuji pada tiga
tingkat pelapukan di lokasi penelitian dilakukan menggunakan paket CANOCO,
versi 4.5.
Konversi hutan alam menjadi hutan karet mereduksi stok C dan N kayu mati.
Total stok C dan N kayu mati di hutan alam berturut-turut 4.5 t C ha-1 dan 0.05 t N
ha-1 tiga kali lebih tinggi dibandingkan di hutan karet (1.5 t C ha-1, 0.02 t N ha-1).
Stok C dan N pada tingkat pelapukan awal dan pelapukan lanjut di hutan alam
juga lebih tinggi dibandingkan di hutan karet. Nilai biomassa di atas permukaan
tanah (AGBliving) dan produktivitas primer bersih (NPPwood) yang tinggi di hutan
alam dapat menjadi alasan penyebab tingginya massa kayu mati, hal ini berkaitan
dengan kapasitas kayu mati untuk menyimpan C dan N. Nutrien dalam jumlah
besar yang tersimpan dalam kayu mati di lantai hutan alam menyediakan
pengembalian sumber nutrien besar ke tanah.
Konsentrasi rasio C/N menurun dan konsentrasi N meningkat seiring
dengan peningkatan pelapukan kayu, sedangkan konsentrasi C dan lignin
bervariasi antar tahap pelapukan. Kelimpahan massa kayu mati, stok C dan lignin
lebih banyak ditemukan pada tingkat pelapukan awal dibandingkan pelapukan
lanjut. Hal ini mengindikasikan bahwa pelapukan kayu mati berlangsung lambat.
Stok lignin yang tinggi di hutan alam menyediakan sumber stok C diharapkan
memberikan kontribusi sebagai penyimpan nutrien jangka panjang bagi regenerasi
pepohonan. Input kayu mati yang tinggi di hutan alam mengindikasikan
pentingnya fungsi pelapukan kayu mati di hutan alam dibandingkan di hutan karet.
Faktor penting yang membedakan tingkat pelapukan kayu mati di hutan
karet adalah konsentrasi C dan N dalam kayu mati, rasio C/N dan berat jenis kayu.
Sedangkan stok C, N dan lignin dalam kayu mati di hutan alam merupakan faktor
penting yang mempengaruhi tingkat pelapukan kayu mati.
Penelitian ini menunjukkan bahwa mengganti hutan alam dengan hutan
karet mereduksi total stok C dan N yang memberikan dampak negatif terhadap
pengembalian dan siklus nutrien dalam ekosistem. Massa kayu mati yang rendah
di hutan karet mengakibatkan perubahan keberlanjutan simpanan C dan N jangka
panjang.