Show simple item record

dc.contributor.advisorHidayat, Yayat
dc.contributor.advisorRachman, Latief Mahir
dc.contributor.advisorTarigan, Suria Darma
dc.contributor.authorSulaeman, Dede
dc.date.accessioned2016-06-06T02:10:36Z
dc.date.available2016-06-06T02:10:36Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/80935
dc.description.abstractPengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terintegrasi dari hulu ke hilir sangat penting dilakukan dalam menjaga kondisi DAS. Kesalahan dalam pengelolaan suatu DAS dapat menimbulkan efek negatif terhadap kondisi hidrologis DAS. Diantara kesalahan dalam pengelolaan suatu DAS adalah perubahan penggunaan lahan yang tidak memperhatikan aspek keberlanjutan. Efek yang ditimbulkan diantaranya meningkatnya debit aliran serta hasil sedimen yang dapat menyebabkan terjadinya banjir. Banjir yang terjadi hampir setiap tahun di DAS Ciujung membuat DAS ini menjadi sorotan berbagai pihak dan telah ditetapkan sebagai salah satu DAS prioritas di wilayah kerja Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Citarum-Ciliwung. Model merupakan alat yang dapat membantu memahami kejadian hidrologis yang terjadi sebagai dampak pengelolaan lahan yang dilakukan. Salah satu model yang dapat digunakan dan telah banyak digunakan di Indonesia adalah Soil and Water Assessment Tool (SWAT). SWAT merupakan sebuah model untuk skala DAS atau Sub DAS yang dibuat oleh Dr. Jeff Arnold dari Departemen Pertanian Amerika Serikat atau United States Department of Agriculture-Agricultural Research Service (USDA-ARS). Model SWAT dapat digunakan dalam memprediksi kondisi hidrologi DAS berdasarkan perubahan penggunaan lahan, penerapan teknik konservasi tanah dan air, serta terjadinya perubahan iklim global. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji perubahan penggunaan lahan DAS Ciujung dan pengaruhnya terhadap debit aliran, (2) mengkaji kinerja model SWAT untuk memprediksi debit aliran dan hasil sedimen DAS Ciujung, dan (3) menentukan pengelolaan lahan optimum untuk menurunkan debit aliran dan hasil sedimen DAS Ciujung mengguakan model SWAT. Metode penelitian yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan data primer dan sekunder, analisis perubahan penggunaan lahan, analisis kondisi hidrologis DAS, dan menjalankan model SWAT. Analisis perubahan penggunaan lahan dan pengaruhnya terhadap debit aliran dilakukan dalam periode waktu 5 tahun (2006-2011). Analisis curah hujan wilayah, debit aliran, debit puncak aliran, volume aliran, aliran permukaan, dan analisis kondisi DAS dilakukan pada dua periode yaitu 2001-2006 dan 2006-2011. Terdapat beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan model SWAT, diantaranya adalah: (1) mendeliniasi batas DAS, (2) pembentukan Hidrology Respon Unit (HRU) dengan cara menumpang susunkan (overlay) peta tanah, peta penggunaan lahan serta peta kelas kemiringan lereng, (3) pendefinisian HRU, (4) Input data iklim, (5) membangun input data, (6) menjalankan model SWAT, (7) kalibrasi dan validasi model, dan (8) menganalisis respon hidrologi terhadap skenario yang diterapkan untuk menentukan pengelolaan lahan optimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa curah hujan wilayah rata-rata tahunan pada periode 2001-2006 sebesar 2,366 mm dan pada periode 2006- 2011 sebesar 2,159 mm. Berdasarkan klasifikasi Oldemen curah hujan wilayah DAS Ciujung termasuk tipe C1 dengan bulan basah 5-6 bulan berturut-turut dan bulan kering hanya 1 bulan. Hasil analisis kondisi DAS menunjukkan bahwa terjadi penurunan kualitas DAS dengan meningkatnya koefisien aliran permukaan dengan nilai 0.47 (periode 2001-2006) dan 0.55 (periode 2006-2011). Berkurangnya lahan hutan di DAS Ciujung selama periode 2006-2011, baik hutan tanaman, hutan lahan kering primer, dan hutan lahan kering sekunder serta meningkatnya luasan lahan semak, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, perkebunan, dan sawah turut berpengaruh terhadap meningkatnya debit aliran sungai. Penggunaan lahan hutan tanaman keras, hutan lahan kering sekunder, dan hutan lahan kering primer berkurang selama periode tersebut masing-masing sebesar 2,948.3; 202.9; dan 13.4 hektar atau 13.9; 2.3; dan 0.7 %. Penggunaan lahan pertanian lahan kering campur semak, sawah, semak belukar, pertanian lahan kering, perkebunan, dan tanah terbuka masing-masing bertambah sebesar 1,970.4; 697.5; 225.3; 163.5; 99.2 dan 8.7 hektar atau 3.2; 1.5; 2.6; 0.7; 0.8; dan 1.3 %. Penggunaan lahan pemukiman dan tubuh air tidak terlihat adanya perubahan. Model SWAT dapat digunakan untuk mensimulasikan debit aliran DAS Ciujung. Hasil kalibrasi model SWAT yang menunjukkan nilai R2 dan NSE masing-masing sebesar 0.78 dan 0.67 (baik) serta hasil validasi model masing-masing 0.75 dan 0.67 (baik). Hal sebaliknya dihasilkan dalam memprediksi hasil sedimen DAS Ciujung dengan nilai R2 dan NSE yang dihasilkan sebesar 0.76 dan -193.62 (tidak memuaskan). Penerapan seluruh teknik KTA berupa reboisasi, agroforestri, strip cropping, contouring, bendungan, dan lubang resapan biopori merupakan pengelolaan lahan yang harus dilakukan untuk mempertahankan kondisi DAS Ciujung. Hal ini berdasarkan kemampuannya dalam menghasilkan nisbah debit maksimum dan minimum terkecil (65) dengan kriteria sedang, menurunkan aliran permukaan dan hasil sedimen terbaik (46 dan 95 %) serta meningkatkan aliran lateral dan aliran dasar terbaik (32 dan 80 %).id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcSoil scienceid
dc.subject.ddcSoil conservationid
dc.subject.ddc2014id
dc.titleSimulasi Teknik Konservasi Tanah Dan Air Metode Vegetatif Dan Sipil Teknis Menggunakan Model Swatid
dc.typeThesisid
dc.subject.keyworddebit aliranid
dc.subject.keywordhasil sedimenid
dc.subject.keywordmodel swatid
dc.subject.keywordpenggunaan lahanid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record