Show simple item record

dc.contributor.advisorWigena, Aji Hamim
dc.contributor.advisorDjuraidah, Anik
dc.contributor.authorSaumi, Tia Fitria
dc.date.accessioned2016-05-19T06:17:35Z
dc.date.available2016-05-19T06:17:35Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/80557
dc.description.abstractPenelitian mengenai pendugaan curah hujan ekstrim telah banyak dikembangkan. Prang (2006) mengindentifikasi curah hujan ekstrim di stasiun Dramaga menggunakan block maxima (BM), sehingga sebaran curah hujan ekstrimnya adalah sebaran nilai ekstrim terampat (generalized extreme value distribution/GEVD). Irfan (2011) mengidentifikasi curah hujan yang terjadi di stasiun yang sama menggunakan nilai ambang (peak over threshold/POT). Curah hujan ekstrim melalui metode POT menyebar dengan sebaran pareto terampat (generalized pareto distribution/GPD). Kedua pendekatan tersebut digunakan untuk data curah hujan yang bersifat peubah tunggal. Kajian curah hujan ekstrim peubah ganda (multivariate) juga berkembang dengan baik dalam penelitian perubahan iklim. Sari (2013) menggunakan kopula untuk mengidentifikasi dan menduga curah hujan ekstrim di 15 stasiun curah hujan di kabupaten Indramayu. Pemodelan spasial ekstrim pada kasus data peubah ganda mengakibatkan asumsi korelasi spasial. Pada penelitiannya, Sari (2013) mengevaluasi ketergantungan spasial curah hujan ekstrim di 15 stasiun dengan menggunakan F-madogram. Selain menggunakan data curah hujan, informasi iklim global menjadi alat penting dalam pendugaan curah hujan ekstrim. Informasi mengenai sirkulasi atmosfir tersebut diperoleh dari model sirkulasi global (global circulation model/GCM). Data luaran GCM adalah data berskala global dengan multikolinearitas yang tinggi. Metode yang digunakan untuk memperoleh informasi berskala lokal dari data luaran GCM adalah statistical downscaling (SD). Model SD untuk pendugaan curah hujan ekstrim dalam penelitian ini dibangun dengan menggunakan nilai tingkat pengembalian dari curah hujan dan data luaran GCM. Pendekatan SD yang digunakan untuk mengatasi data yang besar dengan tingkat multikolinearitas yang tinggi adalah regresi kuadrat terkecil parsial (RKTP) Peubah respon dalam pemodelan adalah nilai tingkat pengembalian curah hujan, nilai tingkat pengembalian curah hujan ekstrim dan nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan. Peubah prediktor dalam pemodelan adalah nilai tingkat pengembalian dari data luaran GCM dan nilai tingkat pengembalian dari data luaran GCM ekstrim. Terdapat empat buah model yang terbetuk dari kombinasi peubah respon dan peubah prediktor, yaitu: model nilai tingkat pengembalian rata-rata curah dan data luaran GCM, model nilai tingkat pengembalian curah hujan dan data luaran GCM, model nilai tingkat pengembalian curah hujan ekstrim dan data luaran GCM ekstrim dan model nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan data luaran GCM ekstrim Pendugaan terbaik ditentukan berdasarkan nilai RMSEP terkecil, sedangkan model terbaik ditentukan berdasarkan nilai korelasi terbesar. Nilai tingkat pengembalian dari rata-rata curah hujan menggunakan pendekatan GPD menghasilkan RMSEP sebesar 121.186, sedangkan nilai tingkat pengembalian untuk curah hujan dan curah hujan ekstrim menggunakan pendekatan kopula berturut-turut sebesar 117.71 dan 203.80. Nilai RMSEP ini menunjukkan bahwa secara umum pendekatan kopula menggunakan data curah hujan menghasilkan pendugaan curah hujan ekstrim terbaik. Model nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan dan data luaran GCM menghasilkan nilai korelasi sebesar -0.716 dan RMSEP sebesar 127.546. Nilai korelasi yang negatif menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan yang terjadi di 15 stasiun Indramayu tidak berbanding lurus dengan data luaran GCM (presipitasi) pada area tersebut, sehingga model ini tidak digunakan untuk pendugaan curah hujan ekstrim. Model tingkat pengembalian curah hujan dan data luaran GCM memiliki nilai RMSEP terkecil dari ketiga model lainnya, yaitu sebesar 59.189. Namun nilai korelasi untuk model ini juga kecil yaitu sebesar 0.635, sehingga model ini belum cukup baik digunakan untuk pendugaan curah hujan ekstrim. Nilai korelasi yang besar dihasilkan oleh dua model terakhir yaitu : model nilai tingkat pengembalian curah hujan ekstrim dan data luaran GCM sebesar 0.911, dan model nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan dan data luaran GCM ekstrim sebesar 0,999. Pemodelan terbaik dari kedua model tersebut adalah pemodelan nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan dan data luaran GCM ekstrim. Hal tersebut dikarenakan model nilai tingkat pengembalian rata-rata curah hujan dan data luaran GCM memiliki RMSEP sebesar 123.648, sedangkan RMSEP model nilai tingkat pengembalian curah hujan ekstrim dan GCM ekstrim sebesar 154.108.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcStatisticsid
dc.subject.ddcStatistical modelsid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcIndramayu-Jawa Baratid
dc.titlePemodelan Nilai Tingkat Pengembalian Untuk Menduga Curah Hujan Ekstrim Di Kabupaten Indramayuid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordstatistical downscalingid
dc.subject.keywordgeneralized pareto distributionid
dc.subject.keywordkopulaid
dc.subject.keywordnilai tingkat pengembalianid
dc.subject.keywordregresi kuadrat terkecil parsialid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record