Pertumbuhan Dan Produksi Ratun Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Yang Ditanam Dengan Metode System Of Rice Intensification (Sri) Di Kelurahan Sindangbarang, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, Jawa Barat
View/ Open
Date
2015Author
Utari, Nindya Ayu
Anas, Iswandi
Widyastuti, Rahayu
Metadata
Show full item recordAbstract
Sistem ratoon (ratun) untuk tebu sudah diterapkan sejak lama karena produksi ratun tebu tidak jauh berbeda dengan tanaman induknya. Ratun merupakan tunas yang muncul dari tanaman induknya bila tanaman induk sudah dipanen. Sisa tanaman yang telah dipanen akan menghasilkan bibit baru yang kemudian dipelihara menjadi tanaman baru dengan demikian pada sistem ratun tidak diperlukan bibit baru, pengolahan tanah, sehingga biaya produksi berkurang dari tanaman musim pertama, dan keuntungan petani bisa meningkat. Selama ini ratun padi tidak menjadi perhatian petani karena produksi ratun sangat rendah dibandingkan dengan produksi tanaman utamanya. Beberapa tahun terakhir di Sumatera Barat telah diterapkan sistem ratun untuk padi dengan produksi yang menyamai produksi tanaman pertamanya, yang dikenal dengan Salibu. Penelitian secara ilmiah mengenai padi salibu ini masih sangat terbatas. Tinggi pemotongan dan waktu pemotongan dilaporkan merupakan faktor yang paling menentukan keberhasilan ratun untuk tanaman padi.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh budidaya dan tinggi pemotongan terhadap pertumbuhan dan produksi ratun. Rancangan penelitian yang dicobakan adalah rancangan acak kelompok dengan dua faktor dan lima ulangan. Faktor pertama adalah sistem budidaya padi yaitu; (1) sistem budidaya padi secara Konvensional dan (2) sistem budidaya padi SRI (System of Rice Intensification). Faktor kedua adalah tinggi pemotongan jerami padi yaitu; (1) 3 cm dan (2) 15 cm dari permukaan tanah. Hasil penelitian menunjukkan pada musim tanam pertama, budidaya padi SRI menghasilkan jumlah anakan produktif lebih banyak (29.6 anakan rumpun-1) dibanding dengan budidaya konvensional (17.4 anakan rumpun-1). Hasil produksi gabah kering panen (7.78 ton ha-1) dan hasil gabah kering giling (6.69 ton ha-1) pada budidaya SRI lebih tinggi dibandingkan budidaya konvensional yaitu sebesar 6.08 ton ha-1 pada gabah kering panen dan 5.23 ton ha-1 pada gabah kering giling. Pada musim tanam kedua (ratun), variabel pertumbuhan dan hasil produksi perlakuan pemotongan 3cm lebih tinggi dibanding dengan pemotongan 15 cm baik pada sistem budidaya SRI maupun konvensional. Hasil produksi gabah kering panen sebesar 3.86 ton ha-1 dan gabah kering giling sebesar 3.32 ton ha-1 pada pemotongan 3 cm pada sistem budidaya konvensional sedangkan pada budidaya SRI menghasilkan gabah kering panen sebesar 5.34 ton ha-1 dan gabah kering giling sebesar 4.59 ton ha-1.