Show simple item record

dc.contributor.advisorDharmawan, Arya Hadi
dc.contributor.advisorBarus, Baba
dc.contributor.authorPramudita, Danang
dc.date.accessioned2016-03-10T02:50:49Z
dc.date.available2016-03-10T02:50:49Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/79114
dc.description.abstractPermasalahan konversi lahan pertanian terutama lahan sawah di Indonesia sudah menjadi perhatian sejak tahun 1980an. Sebagian besar magnitude proses alih fungsi lahan berlangsung, khususnya pada kawasan perbatasan kota-desa dan perbatasan kawasan budidaya-non budidaya. Dari sudut pandang ekonomi konversi lahan pertanian disebabkan oleh tarikan permintaan lahan untuk kegiatan non pertanian dan dorongan petani pemilik lahan. Konversi lahan pertanian, secara langsung berdampak terhadap kehilangan produksi pertanian, kehilangan lapangan pekerjaan, dan kerugian investasi infrastruktur irigasi terutama untuk tanaman padi. Upaya penyelamatan lahan pertanian pangan dilakukan Pemerintah dengan menerbitkan Undang-Undang No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Terbitnya UU No. 41 tahun 2009 merupakan bentuk kewajiban bagi setiap daerah (kabupaten/kota) di Indonesia untuk melindungi ketersediaan pangannya. Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu kabupaten yang telah menetapkan luas usulan LP2B di dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 26 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan yang didukung dengan Perda No. 7 tahun 2015 tentang LP2B yang mengatur mengenai penetapan LP2B, sosialisasi dan pemberiaan insentif. Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: (1) mengetahui karakteristik sosial ekonomi di wilayah yang menjadi usulan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Kuningan; (2) menentukan jenis dan mekanisme insentif yang dapat dilaksanakan untuk melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Kuningan; dan (3) menentukan konsep pembiayaan untuk perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Kuningan. Data dianalisis dengan menggunakan metode statistik deskriptif, sistem dinamik dan SWOT. Hasil penelitian menunjukkan terdapat sembilan kriteria sosial ekonomi LP2B di Kabupaten Kuningan, yaitu; tingkat konversi lahan, neraca pangan, ketimpangan pendapatan usahatani dan non usahatani, jumlah rumah tangga pertanian, jumlah tenaga kerja pertanian, status kepemilikan lahan, kelompok tani, kebijakan RTRW dan persepsi petani. Petani mempunyai persepsi positif terhadap program LP2B, sehingga secara umum upaya perlindungan LP2B dapat dilaksanakan di lokasi penelitian. Kecamatan Ciawigebang dan Kecamatan Cilimus yang berdasarkan kriteria fisik lahan luas LP2B lebih besar dari Kecamatan Cibingbin, dari segi sosial ekonomi kurang mendukung. Berdasarkan analisis jenis insentif, insentif jaringan irigasi menjadi prioritas pertama yang diinginkan oleh responden di Kecamatan Cibingbin dan Kecamatan Ciawigebang, sedangkan di Kecamatan Cilimus insentif prioritas pertama yang diinginkan petani adalah modal usahatani. Hasil simulasi insentif LP2B menggunakan model dinamik menunjukkan skenario moderat merupakan skenario yang memberikan hasil terbaik di ketiga kecamatan. Skenario moderat terdiri dari kebijakan kenaikan harga gabah, pengurangan pajak, perbaikan irigasi serta pengurangan subsidi pupuk dan benih. Penerapan skenario ini, juga meningkatkan tingkat kesejahteraan petani yang ditunjukkan oleh nilai NTP. Pada penerapan skenario moderat, penghapusan subsidi pupuk dan subsidi benih yang diimbangi dengan kenaikan harga gabah serta perbaikan irigasi mampu meningkatkan produksi secara signifikan. Subsidi pupuk dan benih yang dihapus pada skenario moderat dapat dialokasikan untuk perbaikan infrastrukutur pertanian Dari aspek pembiayaan, kebutuhan dana untuk pelaksanaan insentif LP2B yang paling besar adalah kebutuhan untuk pembangunan irigasi teknis, diikuti oleh penyediaan modal dan subsidi pupuk. Konsep pembiayaan yang bisa dilakukan diantaranya adalah transfer fiskal pusat-daerah, transfer fiskal antar daerah (propinsi ke kabupaten atau antar kabupaten) yang diberikan dalam bentuk hibah, dana masyarakat dan dana dari pihak swasta. Berdasarkan hasil analisis SWOT sumber dana untuk pelaksanaan insentif LP2B di Kabupaten Kuningan masih didominasi sumber dana dari APBN dan APBD I. Kecamatan Cilimus merupakan prioritas perlindungan utama dalam pelaksanaan LP2B dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya. Laju konversi yang tinggi dan kesesuaian kriteria sosial ekonomi yang rendah menjadi informasi pendukung pelaksanaan prioritas insentif LP2B. Kecamatan Ciawigebang merupakan prioritas perlindungan kedua dengan penerapan skenario moderat, sedangkan Kecamatan Cibingbin menjadi prioritas terakhir dengan skenario yang rendah. Selain penerapan insentif, dari hasil penelitian juga perlu dibuat adanya disinsentif terutama di Kecamatan Cilimus. Disinsentif ditujukan kepada pihak di luar petani yaitu pengusaha yang ingin mengkonversi lahan pertanian menjadi hotel dan perumahan. Disinsentif terhadap pelaku usaha dapat diberikan melalui pemberian pajak atau retribusi yang tinggi terhadap lahan yang dikonversi, pengetatan izin dan juga pembatasan pembangunan sarana transportasi dan fasilitas pendukung kegiatan perekonomian sektor non pertanian. Alternatif pembiayaan LP2B dapat dilakukan melalui dana transfer antar wilayah (berdasar pada nilai surplus ekonomi pangan), dana masyarakat serta dana CSR badan usaha.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcLand developmentid
dc.subject.ddcLand useid
dc.subject.ddc2014id
dc.subject.ddcKuningan-Jawa baratid
dc.titleInsentif Dalam Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Di Kabupaten Kuningan.id
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordinsentifid
dc.subject.keywordkonversi lahanid
dc.subject.keywordLP2Bid
dc.subject.keywordsosial ekonomiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record