Show simple item record

dc.contributor.advisorBasuni, Sambas
dc.contributor.advisorHidayat, Aceng
dc.contributor.advisorAvenzora, Ricky
dc.contributor.authorMuslih, Ichwan
dc.date.accessioned2016-03-08T02:09:05Z
dc.date.available2016-03-08T02:09:05Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/79068
dc.description.abstractInformasi nilai ekonomi dan ekologi hutan berperan penting untuk pengambilan keputusan terkait pengelolaan hutan. Ketiadaan informasi tentang nilai ekonomi manfaat hutan dapat menimbulkan perbedaan orientasi persepsi dan motivasi antar stakeholder sehingga pengelolaan hutan tidak optimal dan berkelanjutan. Dalam penelitian ini dilakukan studi polarisasi orientasi stakeholder dalam pemanfaatan suatu kawasan hutan dan studi penilaian manfaat hutan dengan menggunakan konsep penghitungan “Nilai Ekonomi Total (NET)” terhadap areal Kawasan Hutan Kawah Kamojang (KHKK). Studi polarisasi orientasi stakeholder dalam pengelolaan (KHKK) menjadi penting untuk dilakukan karena: a). kompleksitas fungsi hutan serta aturan pemanfaatannya, b). banyaknya stakeholder di KHKK, dan c). telah terjadinya gejala degradasi kualitas fungsi kawasan dari tahun ke tahun. Dalam studi ini, orientasi stakeholder dijaring dengan menggunakan kuisioner tertutup (close ended questionnaire), sedangkan pemetaan orientasi stakeholder dengan membangun matrik resultante yang dilanjutkan dengan uji F dan tes post hoc. Stakeholder yang menjadi fokus studi ini terdiri dari delapan stakeholder yaitu : Masyarakat Desa Laksana (MDL), Masyarakat Desa Sukakarya (MDS), Pemerintah Kabupaten Bandung (PKB), Pemerintah Kabupaten Garut (PKG), Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat (BBKSDA), Perum Perhutani (Perhutani), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pelaku usaha (PU). Sedangkan dalam penilaian nilai guna langsung KHKK – yang meliputi, nilai hasil kayu, nilai hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan nilai hasil hutan lainnya – didekati dengan metode produktivitas. Adapun nilai guna tidak langsungnya – yang meliputi nilai panas bumi, nilai ekowisata dan air – dinilai dengan metode nilai kontingensi. Sedangkan nilai penyerap karbon dihitung dengan teknik benefit transfer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam konteks aspek biofisik, ekonomi dan sosial budaya, hasil studi menunjukan bahwa orientasi persepsi stakeholder terpolarisasi menjadi 2 kutub, yaitu: (1) pihak masyarakat desa (MDL-MDS) dan (2) Gabungan pihak PKB-PKG-BBKSDA-Perhutani-LSM-PU. Orientasi persepsi tentang pengelolaan dari stakeholder terpolarisasi menjadi 4 kutub, yaitu: (1) pihak masyarakat desa (MDL-MDS), (2) pihak pemerintah daerah (PKB-PKG) dan (3) pihak BBKSDA-Perhutani dan (4) pihak LSMdan PU; dimana stakeholder cenderung merespon positif kegiatan yang dilakukan oleh pemangku kawasan. Polarisasi juga terjadi dalam hal motivasi stakeholder atas pemanfaatan KHKK, di mana orientasi masyarakat cenderung kepada kepentingan peningkatan ekonomi sehari-hari, pemerintah daerah cenderung mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD), sementara pihak pengelola, LSM berkeras mempertahankan kelestarian kawasan dan PU menginginkan adanya peluang kerjasama dan kepastian hukum dalam berusaha untuk ikut memanfaatkan jasa lingkungan yang terdapat di KHKK. Atas hal itu, hasil studi ini telah menunjukan bahwa terpolarisasinya orientasi persepsi dan motivasi stakeholder dalam pengelolaan dan pemanfaatan suatu kawasan hutan bukan saja merupakan ekspresi dari suatu conflict of interest diantara stakeholder, melainkan juga sangat potensial menyebabkan terdisorientasi dan tidak efisien serta tidak efektifnya proses pembangunan yang dilakukan di KHKK. Adapun pada studi penilaian manfaat hutan dalam satu tahun di KHKK menunjukan bahwa NET KHKK mencapai Rp. 3 023 917 116 709.79 dengan komponen manfaat paling besar diperoleh dari pengusahaan panas bumi (78.27 %). Jika kinerja pola pemanfaatan dioptimalkan, maka NET dapat ditingkatkan menjadi Rp. 4 297 169 730 938.12; atau bertambah sebesar Rp. 1 273 252 614 228.33. (42.11 % NET) dengan manfaat paling besar didapat dari pengusahaan panas bumi (78.30 %). Jika pola pengelolaan yang saat ini di ubah menjadi pola pengelolaan Kesatuan Pemangkuan Hutan Konservasi maka nilai ekonomi KHKK menjadi Rp. 32 883 206 238 161.80 ; atau mengalami penambahan sebesar Rp. 29 859 289 121 452.00 (987.44 % dari NET) dengan manfaat paling besar didapat dari pengusahaan panas bumi (97.14 %). Adapun jika pola pengelolaan yang saat ini masih bersifat partial berdasarkan fungsi tertentu dari hutan didorong untuk menjadi pola pengelolaan kewilayahan terintegratif dan multifungsi, maka nilai ekonomi KHKK melonjak menjadi Rp. 62 845 814 377 551.40; atau mengalami penambahan sebesar Rp. 59 821 897 260 841.60 (1 978.29 % dari NET) dengan manfaat paling besar didapat dari pengusahaan panas bumi (50.83 %) dan wisata alam (46.96 %). Dengan memperhatikan besarnya nilai manfaat dan potensi yang dimiliki, maka KHKK perlu dikelola dan dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Untuk itu kesamaan persepsi, motivasi dan langkah dari para stakeholder sangat dibutuhkan guna mewujudkan pengelolaan KHKK yang optimal dan berkelanjutan baik dari sisi biofisik, ekonomi dan sosial budaya.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcForestryid
dc.subject.ddcForest Managementid
dc.subject.ddc2014id
dc.subject.ddcBandung-Jawa Baratid
dc.titleRekayasa Model Pengelolaan Kawasan Hutan Kawah Kamojang Menuju Optimasi Manfaat Berkelanjutan.id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordpolarisasi orientasiid
dc.subject.keywordpersepsi dan motivasi stakeholderid
dc.subject.keywordnilai ekonomi total (NET)id
dc.subject.keywordKawasan Hutan Kawah Kamojangid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record