Show simple item record

dc.contributor.advisorDamayanti, Tri Asmira
dc.contributor.advisorGhulamahdi, Munif
dc.contributor.authorRahim, Yunita Fauziah
dc.date.accessioned2016-02-22T05:53:37Z
dc.date.available2016-02-22T05:53:37Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/78518
dc.description.abstractKedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan penting di Indonesia. Namun produksinya belum mencukupi kebutuhan nasional sehingga kebutuhan kedelai dicukupi dengan importasi benih. Faktor pembatas menurunnya produktivitas kedelai salah satunya adalah gangguan hama dan penyakit tanaman. Penyakit tanaman kedelai yang disebabkan infeksi virus dapat mempengaruhi hasil panen secara kualitas dan kuantitas. Oleh karena importasi benih kedelai di Indonesia cukup tinggi, untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi kedelai, maka perlu dilakukan pemutakhiran informasi terkait virus di lapangan. Penelitian bertujuan mendeteksi virus yang menginfeksi kedelai di beberapa lokasi di Jawa dan mengevaluasi respons ketahanan sembilan varietas terhadap infeksi virus yang dominan ditemukan. Survei dan pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Cikarawang dan Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor (Jawa Barat), Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon (Jawa Barat), Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul (DI Yogyakarta), dan Kecamatan Babadan, Kabupaten Ponorogo (Jawa Timur). Sampel diambil sebanyak masingmasing 50 tanaman dengan metode purposive sampling dari setiap lokasi. Insidensi penyakit virus ditentukan secara serologi dengan mengggunakan antiserum Cucumber mosaic virus (CMV), Soybean mosaic virus (SMV), Cowpea mild mottle virus (CPMMV), dan Bean pod mottle virus (BPMV). Virus yang dominan selanjutnya dideteksi dengan RT-/PCR menggunakan primer spesifik, dan atau universal, kemudian dirunut sekuen nukleotidanya. Insidensi penyakit oleh CMV, SMV, dan CPMMV berturut-turut berkisar 72–84%, 14–24%, dan 6–8%; sedangkan BPMV tidak terdeteksi dari semua sampel. Gejala cupping dan menguning terdeteksi oleh antiserum CMV, CMV dan SMV merupakan virus yang dominan ditemukan. RT-PCR dengan primer spesifik gen CI SMV, DNA tidak teramplifikasi, namun berhasil teramplifikasi dengan primer universal Potyvirus. CMV teramplifikasi dengan primer spesifik gen CP dan DNA teramplifikasi dari gejala “cupping” dan menguning dengan primer universal Geminivirus. Homologi nukleotida tertinggi CMV terhadap CMV strain S asal Bogor (99.3%). Homologi Potyvirus tertinggi terhadap BCMV isolat Mungbean asal Cina dan strain Blackeye asal Vietnam (88.3%). Homologi Geminivirus tertinggi terhadap Pepper yellow leaf curl virus (PYLCV) asal Bogor dan Jawa (95.5%). Analisis filogenetika menunjukkan CMV-S berada dalam satu kelompok terpisah dari CMV strain lainnya. BCMV pada kedelai dalam penelitian ini membentuk kelompok terpisah dari BCMV asal negara lain, sedangkan PYLCV isolat kedelai membentuk satu kelompok dengan PYLCV isolat cabai asal Bogor dan Jawa. Penanaman varietas unggul yang tahan virus adalah salah satu strategi pengendalian yang paling baik. Berdasarkan hasil deteksi serologi, CMV-S merupakan virus yang dominan di Jawa. Uji respons ketahanan terhadap CMV-S dilakukan pada percobaan rumah kaca menggunakan sembilan varietas kedelai yaitu Argomulyo, Anjasmoro, Burangrang, Cikuray, Detam-1, Detam-2, Grobogan, Sinabung, dan Wilis. Inokulasi dilakukan secara mekanis pada daun yang membuka penuh. Tiap varietas terdiri atas 15 tanaman sebagai ulangan. Respons ketahanan terhadap inokulasi mekanis CMV-S diukur berdasarkan beberapa parameter penilaian penyakit (periode inkubasi, tipe gejala, keparahan penyakit, indeks keparahan penyakit, titer virus) dan parameter pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, masa berbunga, dan jumlah bunga). Varietas Grobogan memiliki periode inkubasi terpendek yaitu 8-14 hari setelah inokulasi, sedangkan varietas Detam-1 dan Burangrang memiliki periode inkubasi terpanjang yaitu 14-19 hari setelah inokulasi. Tipe gejala penyakit yang muncul bervariasi tergantung varietas. Indeks keparahan penyakit tertinggi pada varietas Grobogan yaitu 6.13 dengan ratio nilai absorbansi ELISA (NAE) sebesar 4.01 kali dari NAE kontrol negatif, sedangkan indeks keparahan penyakit terendah pada varietas Detam-1 yaitu 0.45 dengan ratio NAE sebesar 2.18 kali dari NAE kontrol negatif. Infeksi CMV-S dapat menghambat pertumbuhan tanaman pada beberapa varietas kedelai yang diuji. Varietas Grobogan memiliki nilai indeks sensitivitas tertinggi sebesar 2.23, sedangkan varietas Detam-2 memiliki nilai terendah sebesar 0.04 terhadap infeksi CMV-S. Berdasarkan parameter pengamatan, varietas Grobogan dikategorikan rentan, sedangkan varietas Argomulyo, Anjasmoro, Cikuray, Sinabung, dan Wilis dikategorikan toleran, dan varietas Burangrang, Detam-1, dan Detam-2 resisten terhadap infeksi CMV-S. Tiga varietas yang memperlihatkan respons tahan dapat digunakan sebagai tetua pada perakitan varietas tahan terhadap CMV-S.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcPhytopathologyid
dc.subject.ddcPlant diseasesid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titleDeteksi Virus Pada Kedelai Di Jawa Dan Respons Ketahanan Sembilan Varietas Terhadap Cucumber Mosaic Virus Strain Soybeanid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordInsidensi penyakitid
dc.subject.keywordindeks keparahan penyakitid
dc.subject.keywordkedelaiid
dc.subject.keywordRT-PCRid
dc.subject.keywordvarietas tahanid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record