dc.description.abstract | Tetrasiklin banyak digunakan di peternakan baik untuk pencegahan dan pengobatan penyakit maupun sebagai pemacu pertumbuhan. Administrasi yang tidak benar dapat mengakibatkan residu antibiotik pada susu dan produknya termasuk keju serta dapat berkontribusi terhadap perkembangan resistensi mikroba terhadap obat, penyebaran bakteri resisten, serta berdampak serius terhadap kesehatan konsumen. Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan residu tetrasiklin pada keju yang diimpor melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta selama bulan Januari sampai Maret 2015. Kajian yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian lintas seksional. Besaran sampel sebanyak 51 dihitung dengan menggunakan formula n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/2] dengan keterangan N = jumlah populasi, n = ukuran sampel, a = tingkat kepercayaan (95%) dan D = nilai dugaan populasi positif (13.33%). Deteksi residu tetrasiklin pada keju impor dilaksanakan dengan menggunakan dua metode uji yakni competitive enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan bioassay. Kedua pengujian tersebut dilakukan secara pararel. Data dari penelitian ini dianalisa secara deskriptif. Hasil analisis dengan metode ELISA kompetitif menunjukkan tujuh dari 51 (13.7%) sampel yang diuji mengandung residu tetrasiklin dengan konsentrasi 2.47-11.99 ppb. Hasil analisis dengan metode bioassay menunjukkan 11 dari 51 (21.6%) sampel yang diuji mengandung residu tetrasiklin. Kisaran konsentrasi yang didapat dari hasil pengujian ELISA menunjukkan bahwa konsentrasi residu dalam sampel keju impor berada jauh di bawah BMR yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia 01-6366-2000 (50 ppb) dan Codex Alimentarius Commission (100 ppb). Hasil penelitian menunjukkan bahwa surveilans terhadap berbagai residu antibiotik pada keju impor perlu dilakukan secara rutin demi menjamin perlindungan kesehatan konsumen. | id |