Show simple item record

dc.contributor.advisorWigena, Aji Hamim
dc.contributor.advisorDjuraidah, Anik
dc.contributor.advisorSaefuddin, Asep
dc.contributor.authorSoleh, Agus Mohamad
dc.date.accessioned2016-01-11T01:42:52Z
dc.date.available2016-01-11T01:42:52Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/77392
dc.description.abstractPemodelan Statistical Downscaling (SDS) merupakan suatu teknik dalam klimatologi yang menggunakan pemodelan statistika untuk menganalisis hubungan antara data iklim skala besar (global) dengan data iklim skala kecil (lokal). Pemodelan SDS umumnya melibatkan kovariat skala besar terkondisi buruk (ill-conditioned) (tidak bebas/korelasi tinggi). Teknik-teknik seperti pereduksian dimensi, seleksi peubah, dan penyusutan koefisien (shrinkage) dapat digunakan untuk mengatasinya. Teknik regularisasi L1 merupakan salah satu teknik yang dikembangkan untuk menangani masalah kovariat terkondisi buruk oleh Tibshirani (1996) dengan cara seleksi peubah dan penyusutan koefisien. Penelitian yang dilakukan merupakan kajian tentang penggunaan dan pengembangan teknik regularisasi L1 pada model linier untuk mendapatkan solusi bagi permasalahan kovariat terkondisi buruk dalam pemodelan SDS. Dalam hal ini peubah kovariat mengambil nilai dari luaran model GCM dari CMIP5 dan data observasi GPCP versi 2.2 pada grid domain 7 7 yang ditetapkan di atas wilayah Kabupaten Indramayu. Pemodelan yang digunakan merupakan pemodelan linier berbasis sebaran, yaitu respons diasumsikan berasal dari sebaran normal, sebaran Gamma dan sebaran pareto terampat. Penelitian dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok kajian pengembangan teknik regularisasi L1 untuk pemodelan linier sebaran Gamma dan sebaran pareto terampat, dan kelompok kajian aplikasi pemodelan SDS untuk pendugaan curah hujan bulanan menggunakan pemodelan linier. Pengembangan teknik regularisasi L1 dilakukan dengan menggunakan teknik optimisasi umum Nelder-Mead. Pada model linier terampat sebaran Gamma, nilai awal parameter diduga melalui teknik iterative reweighted least square (IRWLS), sedangkan pada model linier sebaran pareto terampat nilai awal diduga menggunakan metode IRWLS dan p 6 var(y) p . Teknik optimisasi Nelder-Mead pada pemodelan linier terampat sebaran Gamma berhasil mendapatkan penduga parameter yang konvergen, tetapi pada pemodelan linier sebaran pareto terampat penduga parameter tidak konvergen ke parameter sebenarnya dengan menggunakan data simulasi. Simulasi dilakukan untuk membandingkan teknik regularisasi L1 dengan analisis komponen utama dalam pendugaan respons. Tiga skenario digunakan dalam simulasi, yaitu skenario berdasarkan data kovariat yang digunakan, nilai koefisien bj dan sebaran respons. Dua skenario kovariat digunakan dalam kajian yaitu data observasi GPCP versi 2.2 dan data luaran CMIP5. Skenario koefisien bj diambil dari kombinasi (< 1, 0 dan > 1) dan bj seragam < 1. Skenario sebaran respons yang digunakan adalah sebaran normal, Gamma dan pareto terampat dengan 3 nilai parameter simpangan baku (s) untuk sebaran normal dan 3 nilai parameter bentuk/shape (x) untuk sebaran Gamma dan pareto terampat. Hasil simulasi menunjukkan teknik regularisasi L1 memberikan hasil pendugaan yang lebih baik atau relatif sama baiknya dibanding dengan analisis komponen utama. Teknik lasso (regresi dengan regularisasi L1) pada aplikasi pemodelan SDS memberikan hasil yang lebih baik dalam memprediksi curah hujan di 11 pos hujan di Indramayu dan sekitarnya dibanding dengan metode regresi komponen utama. Pada pendugaan curah hujan menggunakan model linier terampat sebaran Gamma, penambahan peubah dummy bulan mempengaruhi pendugaan curah hujan secara signifikan. Beberapa hasil menunjukkan nilai RMSE dari pendugaan model linier terampat sebaran Gamma memberikan nilai yang lebih kecil dibanding dengan pendugaan dari regresi komponen utama. Tetapi dalam pendugaan nilai ekstrim di atas batas nilai pencilan, pemodelan linier terampat sebaran Gamma memberikan nilai RMSE yang lebih kecil di banding regresi komponen utama. Pada kasus ini, curah hujan ekstrim bulanan lebih baik diduga menggunakan nilai dugaan pada quantil 0.90 dan 0.95. Model linier sebaran pareto terampat memberikan nilai RMSE yang lebih besar pada pendugaan rataan curah hujan bulanan di atas nilai ambang, dibanding dengan model linier terampat sebaran Gamma atau metode regresi komponen utama. Tetapi, pada pendugaan curah hujan bulanan di atas pencilan, model linier sebaran pareto terampat memberikan hasil sama baiknya dibanding dua metode lainnya dengan menggunakan pendugaan quantil 0.90 dan 0.95.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)
dc.subject.ddcMathematicsid
dc.subject.ddcStatistical modelsid
dc.titlePemodelan Linier Sebaran Gamma dan Pareto Terampat dengan Regularisasi L1 pada Statistical Downscaling untuk Pendugaan Curah Hujan Bulanan. Aplikasi Pada Pemodelan Curah Hujan di Kabupaten Indramayuid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordregularisasi L1id
dc.subject.keywordstatistical downscalingid
dc.subject.keywordmodel linier terampat sebaran Gammaid
dc.subject.keywordmodel linier sebaran pareto terampatid
dc.subject.keywordcurah hujan ekstrimid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record