Show simple item record

dc.contributor.advisorTjahjono, Boedi
dc.contributor.advisorYulianda, Fredinan
dc.contributor.authorUlfah, Widia Nur
dc.date.accessioned2015-12-07T06:24:01Z
dc.date.available2015-12-07T06:24:01Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/76944
dc.description.abstractKawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu telah menjadi daya tarik wisata bahari pada satu dekade terakhir. Gejala meningkatnya kunjungan wisatawan ini jika tidak diiringi dengan pengelolaan yang baik maka dapat menjadi suatu ancaman bagi kelestarian lingkungan Kepulauan Seribu. Beberapa masalah kewilayahan yang muncul di Kepulauan Seribu adalah belum terlihatnya keterpaduan pengelolaan kegiatan wisata bahari yang dilakukan oleh banyak pihak, baik oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, maupun masyarakat. Oleh karena itu perlu disusun suatu strategi pengelolaan wisata bahari yang mampu mengakomodasi kepentingan berbagai pihak di atas dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan pesisir di Kepulauan Seribu. Tujuan penelitian ini adalah (1) pemetaan penutupan/penggunaan lahan eksisting di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tahun 2014; (2) menganalisis konsistensi pemanfaatan lahan dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS); (3) mengetahui hirarki wilayah Kepulauan Seribu dilihat dari kelengkapan sarana dan prasarana; serta (4) menyusun arahan dan strategi pengelolaan wisata bahari di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Analisis data yang digunakan mencakup analisis data citra pada lokasi penelitian, overlay, analisis deskriptif, Skalogram, dan A’WOT. Metode klasifikasi data citra untuk mendapatkan peta tutupan lahan eksisting dilakukan dengan menggunakan teknik interpretasi visual dari data citra Landsat 8. Adapun untuk dasar perairan dangkal dilakukan melalui klasifikasi terbimbing dan transformasi citra menggunakan model Lyzenga. Peta tutupan lahan eksisting kemudian di overlay dengan RDTR Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan zonasi TNLKpS untuk mendapatkan peta konsistensi pengelolaan. Adapun analisis Skalogram digunakan untuk menjawab tujuan ke-3 dari penelitian ini, dimana data yang digunakan adalah data potensi desa (PODES) yang kemudian menghasilkan hirarki wilayah di lokasi penelitian berdasarkan kelengkapan sarana dan prasarana. Analisis A’WOT dilakukan dengan menggunakan data persepsi stakeholders yang kemudian diolah dan dikaitkan dengan hasil dari seluruh analisis sebelumnya untuk mendapatkan arahan dan strategi pengembangan wisata bahari di lokasi penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat penutupan lahan sebanyak delapan kelas untuk daratan, yaitu bangunan, dermaga, helipad, jalan, kolam, lahan terbuka, vegetasi, dan pasir pantai, sedangkan untuk tutupan dasar perairan dangkal terdiri dari lima kelas, yaitu pasir, rataan karang dan pasir, lamun, laguna, dan karang. Luas pulau hasil interpretasi citra adalah seluas 11,04 km2, sedangkan menurut Peraturan Daerah adalah 8,7 km2 sehingga terdapat penambahan luasan daratan pulau seluas 2,34 km2. Penambahan luas daratan ini disebabkan (terutama pada pulau-pulau permukiman) oleh kegiatan reklamasi, dimana kebijakan reklamasi pantai dilakukan sesuai dengan salah satu tujuan penataan ruang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, yaitu terwujudnya pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan kawasan pemerintahan melalui reklamasi berwawasan lingkungan serta dilengkapi dengan prasarana pada pulau permukiman. Pulau-pulau permukiman untuk tujuan wisata di Kepulauan Seribu memiliki tutupan lahan berupa permukiman namun jumlahnya cukup banyak sehingga menjadi padat. Hal ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya minat wisatawan yang berkunjung ke pulau-pulau tersebut untuk menginap sehingga banyak bangunan baru yang didirikan masyarakat yang difungsikan sebagai homestay. Meningkatnya jumlah wisatawan dari segi ekonomi memberikan dampak yang positif, namun dari segi lingkungan menurunkan kualitas, karena menurunkan tingkat kenyamanan dan daya dukung kawasan. Hasil analisis konsistensi menunjukkan bahwa terdapat peruntukan wilayah yang tidak konsisten dengan dokumen perencanaan, yaitu yang terjadi di sebelah utara Pulau Bira Besar, dimana pulau ini termasuk ke dalam sub zona perdagangan dan jasa di wilayah pulau dalam RDTR dan Peraturan Zonasi tahun 2014, namun wilayah di sebelah utaranya sudah masuk kedalam Zona inti III TNLKpS. Selain pada pulau Bira Besar, hasil analisis konsistensi juga menunjukkan adanya suatu ketidak konsistenan yang terjadi di Pulau Sebaru Besar. Pulau ini direncanakan sebagai pulau pengembangan wisata, namun pada penetapan zonasi masuk ke dalam sub zona terbuka hijau budidaya di wilayah pulau. Hasil analisis skalogram menunjukkan bahwa terdapat dua kelurahan yang masing-masing masuk ke dalam hirarki I (Kelurahan Pulau Untung Jawa dan Kelurahan Pulau Panggang), II (Kelurahan Pulau Harapan dan Kelurahan Pulau Pari), dan III (Kelurahan Pulau Tidung dan Kelurahan Pulau Kelapa). Jumlah wisatawan terbanyak pada tahun 2013 pada masing-masing kecamatan adalah di kelurahan-kelurahan yang berada para Hirarki I, kemudian selanjutnya di kelurahan-kelurahan pada hirarki II dan III. Berdasarkan keseluruhan hasil analisis diatas, maka pengembangan wisata bahari di Kepulauan Seribu sebaiknya diarahkan terutama pada objek wisata di kelurahan yang masuk ke dalam hirarki I dari hasil analisis skalogram, yaitu Kelurahan Pulau Untung Jawa dan Kelurahan Pulau Panggang, namun perlakuan program pengembangan sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan zonasi dari kedua kelurahan tersebut. Pengembangan wisata untuk Kelurahan Pulau Panggang harus berbeda dengan pengembangan wisata untuk Kelurahan Pulau Untung Jawa, karena Kelurahan Pulau Panggang termasuk kedalam kawasan TNLKpS, sehingga jenis wisata bahari yang dikembangkan di Kelurahan Pulau Penggang harus berupa ekowisata. Adapun strategi utama mencapai hal tersebut berdasarkan hasil A’WOT yaitu melalui upaya : (1) memperkuat koordinasi antar sektor, pengambil kebijakan, dan masyarakat; (2) zonasi harus ditetapkan secara terintegrasi antara darat dan lautnya; (3) membatasi jumlah wisatawan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung serta meningkatkan kualitas pelayanan, tidak hanya mengikuti jumlah permintaan; dan (4) membuat zonasi wisata yang didasarkan atas jenis wisataid
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcPhysical planningid
dc.subject.ddcRegional planningid
dc.subject.ddc2014id
dc.subject.ddcKepulauan Seribu-Jakartaid
dc.titleArahan dan Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Bahari di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribuid
dc.subject.keywordaktivitas wisataid
dc.subject.keywordpesisirid
dc.subject.keywordpulau-pulau kecilid
dc.subject.keywordstrategi pengembangan.id


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record