Show simple item record

dc.contributor.authorSarwanto, Catur
dc.date.accessioned2015-11-17T02:25:05Z
dc.date.available2015-11-17T02:25:05Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/76672
dc.description.abstractUsaha perikanan skala kecil merupakan salah satu hal penting untuk diperhatikan dalam sektor perikanan di Indonesia. Seperti halnya di wilayah lain di Indonesia, aktivitas perikanan di Kabupaten Gunungkidul yang merupakan salah satu wilayah di Provinsi DIY, juga didominasi oleh usaha perikanan skala kecil. Namun demikian, pendekatan pengembangan pemanfaatan sumberdaya ikan di tingkat kabupaten selama ini kurang memperhatikan karakteristik dari masing-masing lokasi. Penelitian ini melakukan pendekatan pengembangan pemanfaatan sumberdaya ikan dengan mendasarkan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing sentra penangkapan. Tujuan penelitian ini adalah memetakan karakteristik kondisi ekologi, teknologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan masing-masing PPP/PPI di Kabupaten Gunungkidul; menyusun model konseptual pola pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pantai Kabupaten Gunungkidul; dan menyusun strategi dan rencana implementasi kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pantai Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini menggunakan Hierarchical Clustering Anaylisis (HCA) untuk memetakan karakteristik kondisi ekologi, teknologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan. Sementara itu, Soft System Methodology (SSM) digunakan untuk menyusun model konseptual dan strategi kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Gunungkidul. Perairan laut di Kabupaten Gunungkidul termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 yang meliputi Samudera Hindia di perairan Jawa bagian selatan, Bali, NTB dan NTT. Gunungkidul merupakan penghasil utama perikanan tangkap di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan hasil tangkapan telah banyak dimanfaatkan oleh nelayan. Tahun 2009, produksi ikan dari Kabupaten Gunungkidul mencapai 3.249 ton yakni sekitar 76,7% dari total produksi perikanan tangkap Provinsi DIY (Dinas KP DIY, 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara ekologi, daerah penangkapan ikan di Gunungkidul diklasifikasikan menjadi 3 wilayah perairan yaitu daerah I berada di sekitar pantai Drini sampai dengan muara sungai Progo, daerah II berada di sekitar pantai Ngandong sampai dengan perairan Sadeng, dan daerah III berada di perairan sekitar 20 – 40 mil arah barat pantai Parangtritis. Karakteristik ekologi di wilayah ini menunjukkan tingkat keragaman sumberdaya ikan sudah rendah (di bawah 2) dan rata-rata musim penangkapan ikan berkisar antara 3,3-8,2 bulan. Berdasarkan aspek teknologi, sebagian besar nelayan menggunakan Perahu Motor Tempel (PMT). Di Sadeng, sebagian besar nelayan menggunakan kapal motor 5-10 GT dan 30 GT. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan adalah pancing, jaring, dan krendet. Nelayan PMT melakukan operasi penangkapan satu hari sekali (one day fishing), sedangkan nelayan KM (30 GT) operasi penangkapannya berkisar antara 5-7 hari atau 2 minggu. Karakteristik sosial dari nelayan di Gunungkidul menunjukkan bahwa nelayan diklasifikasikan menjadi dua yaitu nelayan lokal dan andon, yang umumnya berasal dari daerah lain seperti Cilacap, Makassar dan daerah lainnya. Nelayan lokal tidak hanya melakukan aktivitas sebagai nelayan tetapi juga memiliki aktivitas lain seperti pedagang, pengumpul, dan petani sebagai aktivitas awal. Berdasarkan kearifan lokal, hari Jum‟at Kliwon merupakan hari larangan melaut bagi semua nelayan di iv Gunungkidul, sedangkan pada hari Jum‟at dan Selasa Kliwon sebagian nelayan Sadeng tidak melaut. Usaha penangkapan juga memiliki kontribusi dalam perekonomian di wilayah Gunungkidul. Pada tahun 2012, kontribusi retribusi pajak hasil penangkapan ikan yang dipungut dari nelayan (3% nilai produksi) dan pedagang (2% dari nilai produksi) mencapai Rp.593,27 juta. Adapun akumulasi nilai produksi dari hasil tangkapan ikan tahun 2012 mencapai Rp.13,6 Milyar. Sistem pemasaran ikan di Gunungkidul dapat kelompokkan menjadi 4 tipe pemasaran. Pada aspek kelembagaan, aktivitas usaha perikanan di Gunungkidul didukung secara kelembagaan oleh TPI, kelompok nelayan dan Pokwasmas. PPP Sadeng merupakan pusat pendaratan ikan yang paling lengkap sistem kelembagaannya. Berdasarkan hasil identifikasi karakteristik, pemanfaatan sumberdaya ikan dipetakan dengan menggunakan HCA. Berdasarkan HCA terhadap karakteristik ekologi, teknologi, sosial & budaya, ekonomi serta kelembagaan maka pola pemanfaatan sumberdaya ikan di Gunungkidul dapat dipetakan menjadi 2 pola pengembangan pemanfaatan sumberdaya ikan yaitu pola kesatu untuk PPP Sadeng dan pola kedua untuk PPI Nampu, Siung, Ngandong, Drini, Baron, Ngrenehan dan Gesing. Usulan pengelolaan perikanan di Gunungkidul berdasarkan pada pola pemanfaatan sumberdaya ikan. Berdasarkan analisis SSM, permasalahan utama yang terjadi pada PPP Sadeng (Pola I) secara umum dapat digambarkan bahwa program kegiatan antar pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten belum berjalan secara terpadu, anggaran sebagian besar masih bertumpu kepada APBN, usulan program kegiatan secara top down, SDM pada lembaga antara (koperasi, HNSI, kelompok nelayan) masih rendah yang berakibat pada lemahnya manajemen operasional koperasi, dan ketersediaan modal menjadi permasalahan tersendiri bagi nelayan dalam menjalankan usahanya. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, dilakukan langkah sebagai berikut: peningkatan koordinasi, sinkronisasi, kesepakatan dan pelaksanaan program antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten, kajian stok sumberdaya ikan di Perairan Gunungkidul, relokasi nelayan pengguna motor tempel ke PPI terpilih, memperbaiki infrastruktur/sarana prasarana (listrik, penyediaan air bersih, pengaktifan pabrik es, bengkel kapal, optimalisasi SPDN), perbaikan manajemen koperasi melalui pelatihan tenaga pengelola usaha koperasi, fasilitasi kerjasama koperasi dengan lembaga perbankan/lembaga pembiayaan lainnya, serta pelatihan bagi nelayan dalam upaya meningkatkan kemampuan operasi nelayan. Pada pola II, permasalahan yang dihadapi nelayan adalah ketersedian modal untuk menjalankan usahanya dan pemasaran khususnya untuk ikan non ekonomis, belum memadainya sarana jalan untuk menuju PPI (khususnya di PPI Nampu dan Gesing) dan kurangnya ketersediaan listrik. SDM yang rendah juga menjadi kendala bagi kegiatan usaha nelayan seperti terbatasnya informasi tentang sumberdaya ikan yang ada di perairan Kabupaten Gunungkidul. Strategi yang ditempuh guna mengatasi permasalahan pada pola II adalah sebagai berikut: peningkatan koordinasi, sinkronisasi, kesepakatan dan pelaksanaan program antara Pemerintah Pusat, provinsi dan kabupaten, memperbaiki sarana prasarana jalan dan penyediaan listrik, menciptakan sistem informasi harga yang transparan dan peningkatan diversifikasi produk, serta peningkatan akses kepada sumber permodalan.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcFisheriesid
dc.subject.ddcFishingid
dc.titleModel Konseptual Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakartaid
dc.subject.keywordpemanfaatanid
dc.subject.keywordsumberdaya ikanid
dc.subject.keywordSoft System Methodologyid
dc.subject.keywordGunungkidulid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record