Show simple item record

dc.contributor.advisorSoekmadi, Rinekso
dc.contributor.advisorNurrochmat, Dodik Ridho
dc.contributor.authorMuthiah, Jadda
dc.date.accessioned2015-06-23T06:52:17Z
dc.date.available2015-06-23T06:52:17Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/75620
dc.description.abstractNilai Penting kawasan konservasi sebagai penyangga kehidupan serta pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan mengusung pentingnya pemanfaatan secara lestari sudah menjadi pemahaman global. Kawasan konservasi dengan segala nilai pentingnya ini menghadapi berbagai permasalahan dalam pengelolaan, dimana salah satu penyebab adalah keterbatasan pendanaan. Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai salah satu kawasan konservasi yang masuk dalam penggolongan taman nasional evektif oleh Kementerian Kehutanan juga menghadapi berbagai permasalahan. Untuk mengubah paradigma kawasan konservasi yang selama ini merupakan cost center menjadi pilot pembangunan berbasis sumberdaya alam, mulai berkembang wacana kemandirian finansial kawasan konservasi. Kemandirian ini diartikan sebagai kemampuan dari suatu kawasan konservasi untuk mencukupi biaya pengelolaannya sendiri melalui penerimaannya. TNK didanai sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Rata-rata pendanaan kawasan konservasi Indonesia sebesar USD 33,95/Km2/tahun, TNK yang pada tahun 2013 didanai sebesar USD 907,62/Km2 termasuk salah satu taman nasional dengan pendanaan tertinggi di Indonesia maupun Asia Tenggara yang memiliki rata-rata pendanaan USD 502/Km2. Meskipun pendanaan TNK tergolong tinggi, TNK masih belum mandiri dan menghadapi berbagai permasalahan pengelolaan dalam pencapaian tujuannya. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi pencapaian kemandirian dan kelestarian pengelolaan Taman Nasional Komodo. Strategi ini dikhususkan menjadi tiga yakni strategi kelola kawasan, kelola bisnis, dan kelola kelembagaan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, kajian pustaka, dan pengamatan partisipatif. Data dianalisis dengan metode tabulasi silang serta deskriptif untuk menggambarkan kondisi dari setiap kriteria kemandirian dan kelestarian TNK. Analisis dilakukan untuk mendapatkan gambaran kesenjangan antara kondisi ideal dan kondisi riil serta skenario untuk menutupi gap tersebut. Pemasukan TNK yang berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berasal dari pungutan ijin masuk kawasan dari kegiatan wisata alam. PNBP ini memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan terjadinya peningkatan trend kunjungan wisatawan yang selama 12 tahun terakhir rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 6,73% untuk wisatawan mancanegara dan 15,70% untuk wisatawan nusantara. PNBP TNK tahun 2013 sebesar 4,4 M menutup 23,45% belanja TNK saat ini yang mencapai angka 18,8 M atau menutup 31,34% jika perhitungan tidak memasukkan belanja pengawai. Setiap tahunnya, TNK rata-rata membutuhkan dana 6 M untuk belanja rutin, 9,5 M untuk belanja kegiatan dan 4 M untuk investasi. PNBP TNK jauh dari mencukupi jumlah ini. Jika organisasi pengelola diasumsikan tetap seperti sekarang dengan pendanaan penuh dari pemerintah pusat, maka dana yang dibutuhkan adalah dana investasi sebesar 4 M yang pada tahun 2013 telah terpenuhi dari PNBP. Dengan model pengelolaan organisasi parastatal yang semi otonom, belanja yang ditanggung oleh pemeritah pusat adalah belanja rutin sedangkan belanja kegiatan dan investasi sebesar 13,5 M harus dipenuhi sendiri (terpenuhi 32,59% dari PNBP). Jika TNK diharapkan berjalan otonom memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri, dana yang harus dicukupi sebesar 19,5 M (terpenuhi 22,56% dari PNBP). Hasil analisis menunjukkan bahwa kemandirian TNK memungkinkan untuk dicapai. Namun, jika manajemen TNK tetap dilaksanakan seperti sekarang, kemandirian masih sangat lama sebelum dapat tercapai. Perubahan tarif kegiatan wisata dari implementasi PP No. 12 tahun 2014 tentang PNBP memang berarti banyak namun perlu peningkatan kegiatan yang mendatangkan revenue, khususnya pada bisnis wisata dan bisnis konservasi, baik dilaksanakan sendiri oleh BTNK, kolaborasi dengan masyarakat, maupun penyelenggaraan oleh swasta. Hubungan antar aktor dalam manajemen TNK tergolong baik dan menghormati otoritas masing-masing. Sektor bisnis berkembang seiring perkembangan wisata TNK namun belum ada kerjasama resmi dengan TNK. Masyarakat di dalam kawasan memiliki kapasitas sosial yang tinggi namun belum termasuk kepedulian terhadap lingkungan sehingga pelibatannya dalam strategi kelola kawasan membutuhkan prasyarat peningkatan kesadaran dan kepedulian lingkungan. Strategi pencapaian kemandirian terpilih adalah strategi kelola usaha skenario optimis tingkat II dengan model pengelola semi otonom dalam manajemen berbasis masyarakat. Skenario optimis tingkat II yaitu skenario usaha yang mengoptimalkan potensi saat ini melalui perawatan fasilitas dan peningkatan kinerja. Tidak ada klausul kebijakan pemerintah yang menghalangi pelaksanaan strategi ini.en
dc.language.isoid
dc.subject.ddcEconomicsen
dc.subject.ddcEcotourismen
dc.subject.ddc2014en
dc.subject.ddcLabuan Bejoen
dc.titleStrategi Pencapaian Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Komodoen
dc.subject.keywordTaman Nasional Komodoen
dc.subject.keywordkemandirian pendanaanen
dc.subject.keywordkelestarian manajemenen
dc.subject.keywordstrategi pencapaianen


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record