dc.description.abstract | Importasi sapi bakalan asal Australia berasal dari peternakan asal yang menggunakan antibiotik secara berlebihan sebagai pemacu pertumbuhan, dalam pakan membawa potensi terhadap terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik. Alasan ini yang mendasari bahwa untuk mengetahui tingkat resistensi pada bakteri komensal Salmonella spp. dipandang perlu dilakukan sebagai indikator untuk melihat tingkat penggunaan antibiotik dan resistensinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat resistensi antibiotik pada sapi potong dari Australia yang diimpor melalui pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Isolat Salmonella spp. (n=50) yang dapat diisolasi dari total 100 sampel feses sapi impor bakalan diuji tingkat resistensinya terhadap 10 agen antibiotik (ampisilin, sefalotin, eritromisin, tetrasiklin, streptomisin, asam nalidiksid, trimetoprim, trimetoprim-sulfametoksasol, enrofloksasin dan kloramfenikol) menggunakan metode cakram difusi pada media Muller Hinton dan interpretasi hasil mengacu pada Clinical and Laboratory Standards Institute(CLSI). Hasil pengujian resistensi antibiotik menunjukkan isolat resisten terhadap eritromisin 98%, ampisillin 34%, streptomisin 22%, asam nalikdiksat 8%, sefalotin 6%, tetrasiklin 4%, and kloramfenikol 2%. Tidak ditemukan resistensi terhadap enrofloksasin, trimetoprim dan trimetoprim-sulfametoksasol. Salmonella spp. yang berasal dari sapi impor bakalan asal Australia dan telah resisten terhadap antibiotik berpeluang menyebarkan resistensi tersebut. Kemampuan Salmonella spp. memindahkan gen resisten tersebut harus diwaspadai terhadap penyebarannya di Indonesia. Konsumsi daging yang berasal dari sapi impor dari peternakan yang menggunakan antibiotik baik pada pakan maupun minumannya dapat berakibat terjadinya resistensi antibiotik. Penggunaan antibiotik yang berlebihan baik sebagai imbuhan pakan maupun pengobatan dan tanpa pengawasan akan sangat membahayakan konsumen. | en |