Model Pengembangan Rantai Suplai Perikanan Tuna, Tongkol, Cakalang (TTC) di Indonesia
View/ Open
Date
2015Author
Supriatna, Ateng
H Iskandar, Budhi
Wisudo, Sugeng Hari
S Baskoro, Mulyono
PH Nikijuluw, Victor
Metadata
Show full item recordAbstract
Ikan tuna, tongkol, dan cakalang yang selanjutnya disingkat TTC, merupakan salah satu ikan ekonomis penting. Daerah penyebaran TTC di Indonesia meliputi Laut Banda, Laut Maluku, Laut Flores, Laut Sulawesi, Utara Irian Jaya, perairan utara Aceh, Pantai Barat Sumatera, Selatan Jawa, Utara Sulawesi, Teluk Tomini, dan Halmahera. Volume produksi TTC tersebut cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pengembangan rantai supplai diharapkan dapat membantu menjaga kontinyuitas dan meningkatkan produksi perikanan TTC tersebut. Menurut Stringer (2009) analisis rantai suplai (supply chain analysis) merupakan salah satu konsep pendekatan bagaimana menambah aktivitas/jumlah produksi dan memperbesar nilai produk secara maksimal dalam tatanan suplai ke pelanggan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik usaha perikanan TTC, memetakan daerah potensi produksi dan daerah konsumen ikan TTC, tingkat pertumbuhan tenaga kerjanya, menganalisis tingkat peran stakholders perikanan dalam produksi dan pemasaran ikan TTC dan kuantitas suplai optimum produk perikanan, menyusun model pengembangan rantai suplai perikanan TTC untuk menduga pola interaksi perantai pasok (supply chainers) perikanan terkait, serta merumuskan strategi yang tepat untuk minimalisir hambatan sinergi pengembangan rantai suplai perikanan TTC dengan tujuan pembangunan perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan. Penelitian ini dilaksanakan di sentra perikanan TTC Indonesia, seperti Bitung (Prop. Sulawesi Utara), Ternate (Prop. Maluku Utara), Ambon (Prop. Maluku), dan Sorong (Prop. Papua Barat). Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan September 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pendekatan sistem, metode time line, analisis Location Quotient (LQ), bivariate correlation, Economic Order Quantity (EOQ), analisis SWOT, dan analisis Structural Equation Modelling (SEM). Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha perikanan TTC yang banyak berkembang di sentra perikanan TTC (Bitung, Ternate, Ambon, dan Sorong) adalah usaha TTC segar, tuna kaleng, TTC beku, tongkol pindang, cakalang asap, tuna loin dan sashimi, dan ikan kayu. Beberapa peristiwa penting yang mendukung penguatan usaha perikanan TTC tersebut secara time lines adalah pembentukan Departemen Eksplorasi Laut (cikal bakal Kementerian Kelautan dan Perikanan) tanggal 26 Oktober 1999. Rampungnya 33 laboratorium pengujian mutu produk perikanan (di setiap propinsi) tahun 2007. Terkait dengan daerah potensi, hasil analisis LQ menunjukkan Bitung prospek menjadi daerah potensi produksi tuna loin, cakalang asap, ikan kayu, tuna kaleng, dan sashimi, dan juga menjadi daerah konsumen TTC segar, ikan kayu, TTC beku, dan sashimi. Ternate merupakan daerah potensi produksi TTC segar, cakalang asap, TTC beku, dan tongkol pindang, serta daerah konsumen untuk ikan kayu, tuna kaleng, dan tongkol pindang. Ambon menjadi daerah potensi produksi tuna loin, ikan kayu, TTC beku, dan tongkol pindang, serta daerah konsumen tuna loin, cakalang asap, tuna kaleng, dan sashimi. Sorong prospek menjadi daerah potensi produksi TTC segar dan TTC beku, serta menjadi daerah konsumen cakalang asap. Untuk tenaga kerja yang mendukung daerah potensi produksi dan konsumen, pertumbuhan yang tinggi terjadi pada produksi cakalang asap Bitung (370 orang/tahun), tuna kaleng Bitung (194 orang/tahun), TTC beku Ambon (106 orang/tahun), dan TTC segar Sorong (168 orang/tahun). Pertumbuhan konsumen yang tinggi terjadi pada pemasaran TTC segar Bitung (16.707 orang/tahun) dan tuna kaleng Ambon (9.382 orang/tahun). Perantai pasok (supply chainers) yang tingkat perannya sangat kuat adalah nelayan pada produksi ikan TTC segar (pc= 0,785), konsumen pada pemasaran ikan TTC segar (pc = 0,763) dan pemasaran tuna kaleng (pc = 0,845), serta pengolah pada produksi tongkol pindang (pc = 0,766). Untuk mendukung rantai suplai perikanan TTC, kuantitas suplai optimum TTC segar di Ternate dan Sorong dapat diarahkan masing-masing 36.000 kg/pesanan dan 40.000 kg/pesanan, 30.000 kg/pesanan dan 40.000 kg/pesanan, serta 30.000 kg/pesanan dan 36.000 kg/pesanan. Kuantitas suplai optimum cakalang asap sekitar 263 kg/pesanan (Bitung dan Ternate), tongkol pindang sekitar 583 kg/pesanan (Ambon dan Sorong), tuna loin sekitar 26.667 kg/pesanan (Bitung dan Ambon), ikan kayu 21.429 kg/pesanan (Bitung) dan 18.750 kg/pesanan (Ambon), sashimi sekitar 20.000 pack/pesanan (Bitung), tuna kaleng sekitar 30.000 kaleng/pesanan (Bitung). Kuantitas suplai optimum TTC beku di daerah potensi (Ambon dan Sorong) dapat diarahkan masing-masing 68.571 kg/pesanan dan 60.000 kg/pesanan. Kuantitas suplai optimum tersebut dapat direalisasikan untuk mendukung pengembangan rantai suplai karena pengelolaan usaha perikanan TTC saat ini berada dalam posisi pertumbuhan stabil (kuadran V matriks IE, IFAS = 2,55, EFAS = 2,71). Dengan menggunakan metode SEM, didapatkan model rantai suplai perikanan TTC yang sesuai (fit) yang dibangun oleh interaksi nelayan (NEL), pengolah ikan (PENG), pedagang eceran (PE), pedagang besar/pengumpul (PB), eksportir (EKS), dan konsumen (KONS) dengan pola interaksi unik untuk setiap stakholders. Dari interaksi yang terjadi, hanya interaksi pengolah ikan dengan konsumen cenderung negatif (C.E = -0,503). Hanya ada satu interaksi dengan pengaruh signifikan, yaitu interaksi pedagang eceran dengan konsumen (P < 0,05, yaitu 0,01). Pola interaksi nelayan, pedagang eceran, pedagang besar/pengumpul, dan eksportir dalam rantai suplai perikanan TTC dipengaruhi secara signifikan oleh harga jual yang ditawarkan dan tingkat peran yang dimainkannya. Strategi kebijakan rantai suplai perikanan TTC dengan dampak positif signifikan adalah strategi pelibatan kelompok nelayan dalam penentuan harga jual, strategi pelibatan kelompok pedagang dalam penentuan harga jual, strategi jaminan keleluasan interaksi pedagang eceran dengan konsumen. Strategi dengan dampak positif namun tidak signifikan adalah strategi pengaturan posisi stock produk TTC pada setiap mata rantai pemasaran dan strategi pelibatan kelompok pengolah ikan dalam pengaturan harga jual. Sedangkan strategi dengan dampak negatif bila tidak terealisasi adalah strategi pengaturan produksi produk TTC olahan.
Collections
- DT - Fisheries [726]