Show simple item record

dc.contributor.advisorSetiawan, Sonni
dc.contributor.advisorHanggoro, Wido
dc.contributor.authorMuttaqin, Zaenal
dc.date.accessioned2015-05-06T01:54:41Z
dc.date.available2015-05-06T01:54:41Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/75029
dc.description.abstractUrbanisasi dan aktivitas antropogenis yang tinggi di wilayah perkotaan seperti Jakarta menyebabkan terjadinya fenomena Urban Heat Island, sebuah istilah yang mengacu kepada kondisi lebih tingginya suhu udara di perkotaan dibanding wilayah rural sekitarnya. Fenomena ini menjadi indikator ketidaknyamanan suatu lingkungan, dan dalam jangka panjang dapat menjadi penyebab terjadinya perubahan iklim secara lokal. Penelitian ini menggunakan data NCEP FNL tertanggal 13 - 16 Januari 2012, 2013 dan 2014 kemudian 13 - 16 Agustus 2011, 2012, 2013. Secara teoretis, pendekatan untuk mengetahui fenomena Urban Heat Island (UHI) dapat diketahui dari parameter suhu udara, suhu permukaan dan ketinggian Planetary Boundary Layer (PBL). Pengukuran dengan menggunakan pemodelan software Weather Research and Forecasting (WRF) terhadap tiga parameter Urban Heat Island tersebut menunjukkan suhu permukaan rata-rata kota Jakarta lebih tinggi 2,3 0C dibanding wilayah rural sekitarnya (Depok, kab. Bogor dan kota Bogor) pada representasi data musim kemarau. Nilai selisih perbedaan suhu permukaan tersebut lebih rendah dibanding data representasi musim hujan yaitu 2,7 0C. Hal yang sama juga terjadi pada selisih perbedaan suhu udara rata-rata di mana kota Jakarta memiliki suhu udara rata-rata lebih tinggi dibanding wilayah rural sekitarnya sebesar 3,5 0C pada representasi data musim kemarau dan 4,1 0C pada representasi data musim hujan. Pada pemodelan parameter ketinggian PBL, model menunjukkan ketinggian PBL kota Jakarta baik pada siang hari maupun malam hari pada representasi data musim kemarau memiliki ketinggian yang lebih tinggi dibanding wilayah rural sekitarnya dengan selisih ketinggian rata-rata 70 m pada malam hari dan rata-rata 215 m pada siang hari. Pada musim hujan, ketinggian PBL pada malam hari di wilayah rural memiliki ketinggian lebih rendah dibanding kota Jakarta dengan selisih 326 m sedangkan pada siang hari ketinggian PBL Jakarta memiliki nilai yang lebih tinggi dengan selisih ketinggian 438 m. Hasil validasi pemodelan suhu udara WRF dengan observasi stasiun menunjukkan, tingkat kesesuaian antara hasil observasi stasiun untuk wilayah Bogor dengan pemodelan memiliki nilai R2 = 0,977 untuk musim kemarau dan R2 = 0,77 untuk musim hujan. Sedangkan untuk wilayah Jakarta korelasi antara pemodelan dengan observasi stasiun menunjukkan R2 = 0,9544 untuk musim kemarau dan R2 = 0,7367 untuk musim hujan.en
dc.language.isoid
dc.subject.ddcNatural sciencesen
dc.subject.ddcMeteorologyen
dc.subject.ddc2014en
dc.subject.ddcJakartaen
dc.titleAnalisis Fenomena Urban Heat Island di Kota Jakarta Menggunakan Software Pemodelan WRF EMSen
dc.subject.keywordJakartaen
dc.subject.keywordSuhu Permukaanen
dc.subject.keywordSuhu Udaraen
dc.subject.keywordUrban Heat Islanden
dc.subject.keywordPBLen
dc.subject.keywordWRFen


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record