Fisiologi, Anatomi dan Sistem Perakaran pada Budidaya Padi dengan Metode System of Rice Intensification (SRI) dan Pengaruhnya terhadap Produksi
Abstract
Budidaya padi System of Rice Intensification (SRI) merupakan suatu metode dalam pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Metode SRI ini sangat memperhatikan pertumbuhan akar yang memiliki peran penting dalam menyerap air dan unsur hara guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Banyak peneliti yang telah melaporkan bahwa metode SRI ini telah mampu meningkatkan produksi padi. Namun, informasi mengenai pengaruh dari metode SRI terhadap fisiologi, anatomi dan sistem perakaran padi masih dibutuhkan untuk membantu menjelaskan pengaruh metode SRI terhadap produksi padi. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan mengevaluasi perbedaan parameter fisiologi, anatomi dan sistem perakaran dalam merespon penerapan metode SRI dibandingkan dengan metode konvensional, dan untuk mengetahui pengaruh kedua metode tersebut terhadap gabah yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) untuk mengkaji metode SRI dan metode konvensional. Pada metode SRI, penanaman bibit dilakukan pada umur 10 hari, dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm dan terdapat satu bibit per lubang tanam, serta pengairan secara lembap (tanah dijaga selalu dalam keadaan lembap tapi tidak tergenang). Pada metode konvensional, penanaman dilakukan pada umur bibit 25 hari, dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, dan terdapat tiga bibit per lubang tanam, serta pengairan tergenang terus-menerus (tanah dalam keadaan tergenang). Pemupukan untuk kedua perlakuan adalah sama, yaitu, 125 kg Urea/ha, 100 kg SP-36/ha, 50 kg KCl/ha dan 2,5 t/ha pupuk organik, sehingga pengaruh dari perubahan tanah bukan merupakan bagian yang dievaluasi. Pengamatan pada penelitian ini meliputi pengamatan parameter vegetatif, generatif, fisiologi, anatomi dan sistem perakaran tanaman padi. Parameter pertumbuhan vegetatif yang diamati yaitu tinggi tanaman, luas daun, jumlah anakan, jumlah daun, bobot kering tajuk umur 70 HSS dan 110 HSS, lebar tajuk 20 cm di atas permukaan tanah (dpt) umur 70 HSS, jumlah anakan produktif per rumpun, serta jumlah anakan produktif per m2. Parameter pertumbuhan generatif yang diamati yaitu panjang malai per rumpun, jumlah gabah isi per rumpun, jumlah gabah total per rumpun, persentase gabah hampa, bobot gabah kering per rumpun, bobot per 1000 bulir, bobot gabah kering panen per m2, dan bobot gabah kering giling per m2. Parameter fisiologi yang diamati meliputi laju fotosintesis (A), laju transpirasi (E), dan suhu daun (Tleaf), kandungan klorofil yang diamati pada empat tahap pertumbuhan (vegetatif, pembungaan, pengisian biji, matang biji), serapan hara Nitrogen daun diamati pada umur 70 HSS, dan serapan hara Fosfor daun diamati umur 70 HSS. Parameter perakaran dan anatomi padi terdiri dari akar terpanjang dan bobot kering akar pada umur 110 HSS dan 70 HSS, rambut akar, respirasi akar yang diamati pada empat tahap pertumbuhan (vegetatif, pembungaan, pengisian biji, matang biji), aerenkim akar, aerenkim batang, berkas pengangkut di batang, dan jumlah stomata serta indek stomata pada umur 70 HSS. Pengamatan potensial redoks tanah (Eh) pada umur 55 HSS. Data dianalisis secara statistik menggunakan Independent T-test pada probabilitas 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis, kandungan klorofil daun, dan serapan hara (Nitrogen dan Fosfor) lebih tinggi pada metode SRI dibandingkan dengan metode konvensional. Namun laju transpirasi dan suhu daun pada kedua metode budidaya tidak ada perbedaan. Dengan penerapan metode SRI maka akar lebih panjang dan biomassa akar juga lebih berat dibandingkan dengan metode konvensional. Metode SRI juga mampu meningkatkan jumlah rambut akar sebesar 59.9% dibandingkan dengan metode konvensional. Metode SRI dapat meningkatkan Eh tanah dibandingkan dengan metode konvensional. Namun, respirasi akar tidak berbeda pada kedua metode budidaya padi. Pembentukan aerenkim akar dan batang tanaman padi pada metode SRI lebih rendah dibandingkan dengan metode konvensional. Persentase jumlah aerenkim akar padi pada metode SRI lebih rendah dibandingkan dengan metode konvensional. Selain itu, ukuran aerenkim batang pada metode SRI juga lebih kecil dibandingkan dengan metode konvensional. Namun jumlah aerenkim batang, jumlah berkas pengangkut, dan jumlah stomata pada daun tidak berbeda pada kedua metode budidaya. Parameter vegetatif dan generatif tanaman padi pada metode SRI lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional. Hasil gabah pada metode SRI lebih tinggi (sekitar 24%) dibandingkan dengan metode konvensional. Disimpulkan bahwa perbedaan fisiologi, anatomi padi dan sistem perakaran pada tanaman padi dengan metode SRI mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman padi. Pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman padi yang dibudidayakan dengan metode SRI lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional. Oleh karena itu, gabah yang dihasilkan pada tanaman padi metode SRI lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional.