Show simple item record

dc.contributor.advisorHutagaol, M. Parulian
dc.contributor.advisorAsmara, Alla
dc.contributor.authorSholihah, Dyah Hapsari Amalina
dc.date.accessioned2015-04-14T01:22:13Z
dc.date.available2015-04-14T01:22:13Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/74697
dc.description.abstractWalaupun bukan isu baru, tema pertumbuhan inklusif hingga saat ini semakin menarik perhatian dan dianggap penting. Berbagai indikator yang mencirikan pertumbuhan inklusif terus dikembangkan, termasuk bagaimana metode mengukur pertumbuhan inklusif. Isu pertumbuhan inklusif semakin menarik dengan munculnya kelas menengah yang mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi telah inklusif. Meskipun ada indikasi bahwa pertumbuhan yang inklusif telah terjadi di Indonesia dengan adanya kebangkitan kelas menengah, tetapi kelas menengah tersebut masih didominasi oleh kelompok menengah bawah. Kelas menengah bawah, yaitu dengan pendapatan $2-$4 per kapita, mendominasi ekspansi dalam periode 2006 hingga 2009. Sedangkan pada tahun 2009 dan 2010, ekspansi terbesar terjadi pada kelompok pendapatan per kapita $4-$6 (mid middle class). Hal itu menunjukkan masih adanya kesenjangan dalam pertumbuhan kelas menengah yang tentunya berlawanan dengan konsep pertumbuhan inklusif dimana pertumbuhan mampu menurunkan ketimpangan. Selain itu, persoalan kesenjangan antara wilayah Indonesia Bagian Barat (IBB) dan Indonesia Bagian Timur (IBT) yang telah lama dibahas di Indonesia sejauh ini masih luput dari pembahasan kelas menengah maupun pertumbuhan inklusif yang dilakukan oleh World Bank dan Asian Development Bank (ADB). Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalisis inklusifitas pertumbuhan ekonomi di Indonesia, (2) Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan inklusif di Indonesia, (3) Menganalisis dampak pertumbuhan inklusif terhadap pertumbuhan kelas menengah di Indonesia. Untuk mengetahui ukuran pertumbuhan inklusif, digunakan pengukuran yang dirumuskan oleh Klasen (2010), dimana rumus pertumbuhan inklusif diadopsi dari konsep Poverty-Equivalent Growth Rate (PEGR). Sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan inklusif dalam hal menurunkan kemiskinan, menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, serta untuk menganalisis dampak pertumbuhan inklusif terhadap pertumbuhan kelas menengah digunakan metode regresi data panel statis. Pengolahan data dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan software Excel dan Eviews 6.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2008-2012 tidak inklusif karena pertumbuhan ekonomi tersebut tidak menurunkan kemiskinan, tidak menurunkan ketimpangan, dan tidak meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan yang inklusif dalam menurunkan kemiskinan, menurunkan ketimpangan, dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja bukan fenomena yang konsisten di Indonesia. Fenomena pertumbuhan inklusif dalam menurunkan kemiskinan, menurunkan ketimpangan, dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja lebih banyak terjadi di wilayah Indonesia Bagian Timur (IBT). Meskipun demikian, persentase jumlah provinsi di IBT memiliki kecenderungan semakin menurun terutama sejak tahun 2010. Melalui analisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan inklusif, dihasilkan kesimpulan bahwa pendapatan perkapita, investasi pemerintah pada modal fisik, dan angka partisipasi sekolah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap inklusifitas pertumbuhan dalam menurunkan kemiskinan. Ketimpangan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap inklusifitas pertumbuhan dalam menurunkan kemiskinan. Kontribusi sektor pertanian memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap inklusifitas pertumbuhan dalam menurunkan ketimpangan. Inflasi dan Jumlah penduduk memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap inklusifitas pertumbuhan dalam menurunkan ketimpangan. Pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap inklusifitas pertumbuhan dalam menyerap tenaga kerja. Pengangguran memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap inklusifitas pertumbuhan dalam menyerap tenaga kerja. Pertumbuhan yang inklusif dalam menurunkan kemiskinan memiliki dampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan kelas menengah di Indonesia. Sedangkan pertumbuhan yang inklusif dalam menurunkan ketimpangan dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja memiliki dampak yang negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan kelas menengah di Indonesia. Dengan adanya hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia cenderung terjadi secara acak dan tidak konsisten, maka hendaknya pemerintah pusat maupun daerah lebih fokus terhadap pemerataan hasil-hasil pembangunan dan distribusi manfaat pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat program pembangunan yang langsung ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah pertumbuhan yaitu kemiskinan, ketimpangan, dan kurangnya tenaga kerja. Contohnya : membangun sarana pendidikan dan transportasi umum untuk masyarakat miskin sehingga mempermudah akses mereka terhadap sumber daya ekonomi, orientasi pembangunan di IBB tanpa mengabaikan atau mengurangi prioritas pembangunan di wilayah lain untuk masalah pembangunan yang sama, dan menciptakan iklim investasi yang menarik bagi pemilik modal untuk meningkatkan kesempatan kerja terutama di sektor padat karya. Saran lain yang dapat diajukan berdasarkan uraian dalam penelitian yang menunjukkan bahwa propinsi yang memiliki pertumbuhan yang inklusif dalam menurunkan kemiskinan adalah propinsi yang juga memiliki pertumbuhan inklusif dalam indikator lainnya, yaitu fokus untuk mengarahkan pertumbuhan yang mengurangi kemiskinan. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan belanja pemerintah daerah untuk modal fisik dan menjalankan program yang dapat meningkatkan angka partisipasi sekolah seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan program wajib belajar 9 tahun. Sedangkan berkaitan dengan kelas menengah, untuk menciptakan kelas menengah yang tumbuh cepat dan kuat, diperlukan program-program pembangunan yang pro terhadap kemiskinan. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong sektor-sektor ekonomi yang padat karya (bukan padat modal). Pilihan lain bagi pemerintah adalah menstimulus terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sektor padat karya ke sektor padat modal dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia.en
dc.language.isoid
dc.subject.ddcEconomic scienceen
dc.subject.ddcEconomic growthen
dc.subject.ddc2014en
dc.titlePertumbuhan Inklusif : Faktor-Faktor yang Memengaruhi dan Dampaknya terhadap Kelas Menengah di Indonesiaen
dc.subject.keywordPertumbuhanen
dc.subject.keywordInklusifen
dc.subject.keywordKelas Menengahen
dc.subject.keywordData Panelen
dc.subject.keywordEviewsen


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record