Show simple item record

dc.contributor.advisorJunior, Muhammad Zairin
dc.contributor.advisorSuprayudi, Muhammad Agus
dc.contributor.advisorManalu, Wasmen
dc.contributor.authorIromo, Heppi
dc.date.accessioned2015-03-26T02:50:00Z
dc.date.available2015-03-26T02:50:00Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/74534
dc.description.abstractKepiting bakau (Scylla sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Kepiting jenis ini banyak tersebar di Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Australia (Keenan, 1999). Keberadaan induk yang matang gonad saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan akibat penangkapan yang besar-besaran. Jika penangkapan induk kepiting dibiarkan saja maka pasti di masa datang akan menganggu populasinya. Peningkatan produksi kepiting bakau untuk masa yang akan datang hanya bisa dilakukan dengan usaha budidaya. Saat ini usaha budidaya kepiting bakau di Indonesia masih berskala kecil. Hal ini diduga karena masih terkendalanya ketersediaan sumber benih dan induk yang dapat menunjang usaha budidaya. Secara umum, sumber benih dan induk dari usaha budidaya masih mengharapkan dari alam belum bergantung pada usaha pembenihan dan pembesaran. Upaya untuk mengembangkan teknologi budidaya kepiting bakau sudah dirintis, namun hasilnya belum optimal. Telah banyak penelitian dilakukan untuk meningkatkan teknologi pembenihan kepiting namun hasilnya secara keseluruhan masih belum menjawab permasalahan yang ada. Hal ini diduga karena masih banyak kondisi fisiologis kepiting tersebut mulai dari induk hingga benih yang belum terungkap. Penelitian tentang fisiologi kepiting bakau masih sangat kurang terutama tentang hormon yang merupakan salah satu faktor penting dalam proses kimiawi di dalam tubuh. Salah satunya adalah tentang peran hormon tiroksin di dalam tubuh induk betina dan benih kepiting bakau. Hormon tiroksin telah lama dikenal memiliki peranan penting dalam perkembangan awal. Peranan penting tiroksin yang lainnya adalah sebagai media absorpsi penyerapan kuning telur, pembentukan sirip dan rangka, metamorfosis, transformasi dari larva ke juvenile dan pertumbuhan. Hormon ini pada organisme terlibat dalam regulasi atau pengaturan homeostatis dan metabolism energi, protein, dan lemak. Tujuan umum penelitian ini adalah mencari alternatif pengembangan teknologi budidaya kepiting bakau dengan jalan memperbaiki proses awal perkembangan ovari pada induk kepiting. Penelitian pertama bertujuan untuk mempelajari profil tiroksin dalam hemolimfa, hepatopankreas, ovarium, embrio, dan larva kepiting bakau selama pematangan ovarium. Percobaan terdiri atas tiga bagian yaitu percobaan pertama, pengamatan keberadaan hormon tiroksin pada induk betina kepiting pada tingkat vitelogenesis I, vitelogenesis II dan vitelogenesis III. Pada percobaan kedua, dilakukan pengamatan kolesterol, lipid netral, fosfolipid, dan protein pada ovarium dari masing-masing induk yang telah matang ovari. Pada percobaan ketiga, dilakukan pengamatan hormon tiroksin saat perkembangan embrio hingga larva. Hasil penelitian menunjukkan, konsentrasi tiroksin tertinggi ditemukan di hepatopankreas, selanjutnya diikuti oleh hemolimf dan ovarium. Konsentrasi tiroksin dalam hemolimf dan ovarium meningkat dengan meningkatnya vitelogenesis. Namun, konsentrasi tiroksin dalam hepatopankreas menurun dengan meningkatnya vitelogenesis. Konsentrasi kolesterol dan fosfolipid pada ovarium meningkat dari vitelogenesis I ke vitelogenesis II, namun mulai menurun saat vitelogenesis III. Sebaliknya, konsentrasi lipid netral menurun dari vitelogenesis I-III, sedangkan konsentrasi protein dalam ovarium meningkat sesuai dengan meningkatnya tingkatan vitelogenesis. Konsentrasi tiroksin yang tertinggi terjadi pada tahap embrio awal dan selanjutnya menurun hingga larva. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiroksin memainkan peran penting dalam vitelogenesis dan pengembangan embrio kepiting bakau. Penelitian kedua bertujuan untuk mempelajari efektivitas penambahan hormon tiroksin pada induk betina kepiting bakau dalam proses pematangan ovari. Penggunaan hormon tiroksin sudah diujikan pada ikan untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva namun belum pernah diujikan pada kepiting. Bobot hewan uji berupa induk betina kepiting bakau (Scylla sp) sekitar 350-400 g. Hormon tiroksin yang digunakan berupa tablet Levothyroxine sodium/Thyrax (N.V.Organon,Oss, The Netherlands). Setiap tablet mengandung 100 μg tiroksin. Hormon tiroksin yang digunakan pada induk kepiting bakau dibagi atas tiga kelompok perlakuan yaitu; A. Dosis 0 μg/g bobot (kontrol); B. Dosis 0,05 μg/g bobot (rendah); C. Dosis 0,5 μg/g bobot (tinggi). Hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) antara perlakuan penambahan tiroksin dosis 0,05 μg/g bobot dan kontrol terutama pada waktu kematangan ovarium dan kelangsungan hidup. Penelitian ketiga bertujuan untuk meningkatkan percepatan matang ovari melalui suplementasi hormon tiroksin pada induk kepiting. Penelitian ini mencoba menggunaan hormon tiroksin untuk membantu meningkatkan proses metabolisme saat perkembangan ovari. Perlakuan yang diujikan adalah suplementasi hormon tiroksin dengan dosis; 0 μg/bobot induk (kontrol); 0,05 μg/bobot induk; 0,1 μg/bobot induk; dan 0,15 μg/bobot induk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis 0,1 μg/bobot induk memiliki waktu perkembangan ovarium yang paling cepat dari perlakuan lainnya. Analisis varians dari penambahan beberapa dosis hormon tiroksin pada induk menunjukkan bahwa ada pengaruh nyata (P<0,05) pada percepatan matang ovari induk antar perlakuan. Penelitian keempat bertujuan untuk mengamati efektivitas suplementasi hormon tiroksin pada perkembangan larva kepiting bakau. Penelitian ini menggunaan hormon tiroksin untuk membantu meningkatkan perkembangan dan kelangsungan hidup larva kepiting. Penelitian ini menggunakan empat perlakuan dan lima kali ulangan antara lain. A. Larva berasal dari induk tanpa perlakuan (kontrol); B. Larva dari induk tanpa perlakuan dengan penambahan tiroksin (0.1μg/liter); C. Larva dari induk perlakuan suplementasi tiroksin (0.1μg/g bobot induk) tanpa penambahan tiroksin larva; D. Larva dari induk perlakuan suplementasi tiroksin (0.1μg/g bobot induk) dengan penambahan tiroksin (0.1μg/liter). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penambahan hormon tiroksin pada perlakuan B menghasilkan perkembangan dan kelangsungan hidup larva yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain (P<0.05) .en
dc.language.isoid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.subject.ddcFisheriesen
dc.subject.ddcCrabsen
dc.titleEfektivitas Suplementasi Hormon Tiroksin pada Induk Betina dan Larva Kepiting Bakau (Scylla Sp.)en
dc.subject.keywordKepiting bakauen
dc.subject.keywordhormon tiroksinen
dc.subject.keywordkematangan ovariumen
dc.subject.keywordlarvaen


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record