Show simple item record

dc.contributor.advisorSetiawati, Mia
dc.contributor.authorKurdianto
dc.contributor.authorSafitri, Amalia
dc.contributor.authorFitria, Sahesti
dc.contributor.authorS, Steven Michail
dc.contributor.authorH, Ahmad Mukhlis
dc.date.accessioned2015-02-05T04:03:15Z
dc.date.available2015-02-05T04:03:15Z
dc.date.issued2013
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/73844
dc.description.abstractIndonesia merupakan negara maritim tropis terbesar di dunia dengan kondisi laut yang luas. Salah satu pemanfaatan dari kondisi geografis di Indonesia tersebut adalah pengembangan produksi akuakultur. Peningkatan jumlah penduduk tersebut berimplikasi pada peningkatan konsumsi ikan Indonesia yang mencapai 31,640 kg/orang/tahun (SIDATIK 2011). Dalam mencapai ketahanan pangan di Indonesia, sektor perikanan budidaya harus meningkatkan produksi ikan untuk konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, para pembudidaya ikan berusaha untuk memaksimalkan produktifitasnya dengan padat tebar yang tinggi serta sistem budidaya intensif bahkan super intensif. Hal tersebut menyebabkan banyaknya limbah akuakultur yang dihasilkan hingga memperburuk kualitas perairan. Intensifikasi budidaya ikan dapat dilihat dari peningkatan padat penebaran ikan yang berimplikasi pada peningkatan pemakaian pakan buatan. Masalah utama dalam sistem akuakultur adalah cepatnya akumulasi residu pakan, bahan organik, dan nitrogen anorganik. Hal tersebut tidak dapat dihindari karena ikan hanya mampu menyerap 20-30% nutrisi dari pakan (Avnimelech 2006). Boyd dan Tucker (1992) dalam Sumoharjo (2010) juga menyatakan bahwa hanya 20-25% protein dari pakan yang dapat dimetabolisme ikan untuk pertumbuhan serta sumber energi, sisanya dilepaskan ke kolom air berupa amonium anorganik dan protein organik yang bersifat toksik bagi ikan budidaya. Limbah nitrogen merupakan komponen polutan utama dalam kegiatan budidaya. Amonia merupakan buangan metabolik yang secara langsung beracun bagi ikan serta merupakan hasil katabolisme protein pakan ikan yang 60-80% masuk ke perairan akibat hasil eksresi (Benlii et.al 2008). Realita yang terjadi saat ini adalah tidak terdapat keseimbangan antara pemberian pakan dengan produksi limbah. Banyaknya pakan yang terbuang karena tidak termakan serta feses yang terbuang ke perairan akan berdampak buruk pada organisme budidaya. Sisa pakan dan kotoran tersebut akan terurai menjadi nitrogen dalam bentuk NH3 terlarut. Boyd (1998) menyatakan bahwa kadar NH3 0,2-2,0 mg/l dalam waktu yang singkat sudah bersifat racun bagi ikan dan dapat menyebabkan kematian jika konsentrasinya melebihi itu. Hal inilah yang akan terjadi ketika sistem akuakultur mencapai tingkat intensif. Akibat toksisitas limbah nitrogen di perairan tersebut, produktifitas perikanan dapat menurun karena akan menyebabkan banyak kematian. Oleh karena itu, pakan yang hingga 80% merupakan komponen penentu dalam budidaya tersebut harus bersifat ramah lingkungan sehingga praktek budidaya yang dilakukan dapat berkelanjutan dan menghasilkan sedikit limbah nitrogen. Inovasi pakan ikan untuk dapat mengurangi konsentrasi limbah nitrogen sisa metabolisme ataupun sisa pakan yang terbuang ke perairan sangat dibutuhkan demi keberlanjutan sistem akuakultur.en
dc.description.sponsorshipDiktien
dc.language.isoid
dc.publisherBogor Agricultural University, Institut Pertanian Bogor
dc.title"Zeofeed": Inovasi pakan ikan ramah lingkungan dengan penambahan mineral zeolit untuk mengurangi total konsentrasi limbah nitrogenen
dc.typeOtheren


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record