Show simple item record

dc.contributor.advisorPujiyati, Sri
dc.contributor.authorWirayudha, I Made Teguh
dc.contributor.authorRasyid, Dhaniyanto Mayrendra
dc.contributor.authorWijaya, I Gede Mahendra
dc.date.accessioned2015-02-05T03:16:22Z
dc.date.available2015-02-05T03:16:22Z
dc.date.issued2013
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/73842
dc.description.abstractAir yang mencapai dua per tiga bagian permukaan bumi jumlahnya tidak pernah berubah, hanya bentuknya berubah dalam siklus hidrologi yang terusmenerus, yakni air di daratan-air laut-uap air-air hujan). Tetapi perlu diperhatikan dari seluruh air yang terdapat di muka bumi, 97,5% diantaranya merupakan air asin yang terdapat di laut. Dan hanya 2,5% saja yang berupa air tawar. Dari jumlah 2,5 persen air tawar (freshwater) yang dimiliki bumi pun hanya sebanyak 0,4 persen yang terdapat di permukaan tanah (surface) dan atmosfir (atmospheric water). 0,4 persen air tawar inilah yang sering diperebutkan dan dikonsumsi oleh milyaran penduduk bumi. Selebihnya berupa glasier (gletser; bongkahan es) yakni sebesar 68,7%, ada pula yang tersimpan di dalam tanah dalam bentuk airtanah (groundwater) sebesar 30,1 % dan sebanyak 0,8% tersimpan dalam bentuk tanah beku (permafrost). Kecilnya komposisi air tawar yang bisa kita konsumsi, serta daya renewable (perbaharuan) air yang sangat lama (Kecepatan renewable air adalah sepuluh pangkat minus dua cm per detik). Dengan kecepatan itu dibutuhkan waktu hingga beberapa generasi bagi air untuk memperbaharui dirinya), maka sudah saatnya kita menjadi bijak dalam menggunakan air. Langkah-langkah seperti membuat sumur resapan atau menabung air hujan dapat dijadikan alternative dalam menjaga ketersediaan air bersih demi kehidupan kita dan generasi penerus kita kelak. Jumlah air yang ada didunia sebenarnya tidak berubah, namun wujudnya saja yang berubah dan memiliki jumlah tertentu. Secara umum siklus air dimulai dari penguapan air laut yang kemudian menjadi awan, awan akan tertiup oleh angin lalu terkumpul dan menjadi hitam, awan hitam inilah yang kemudian terkondensasi menjadi hujan yang jatuh kedaratan ataupun kelautan. Air hujan yang jatuh ke daratan ada yang masuk ketanah kemudian disimpan didalam tanah ada juga yang masuk kedalam tanah lalu mengalir pada sungai bawah tanah, air akan mengalir ke sungai, ada yang menguap dan ada juga yang kembali kelautan. Air hujan yang jatuh pada hutan hujan tropis akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk kembali kelautan. Pada hutan hujan tropis, air yang jatuh membutuhkan waktu untuk menyentuh dan meresap kedalam tanah. pasalnya air yang jatuh akan ada yang tertahan di daun, batang dan humus-humus yang menutupi tanah. air yang masuk kedalam pori-pori tanah dan ada yang tersimpan ada pula yang mengalir pada sungai bawah tanah. air yang tidak masuk kedalam tanah akan mengalir ke sungai, masuk kedanau dan ada juga yang menguap. Dengan keadaan seperti ini air hujan akan membutuhkan waktu yang lama untuk masuk kedalam sungai yang pada akhirnya terakumulasi di laut dan mengalami siklus yang terus-menerus. Laju pertambahan penduduk yang semakin cepat tentu berpengaruh pula pada meningkatnya kebutuhan akan air bersih. Padahal ketersediaan air di muka bumi ini sangat terbatas menurut ruang dan waktu, baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Penggunaan air tanah merupakan salah satu alternatif yang dilakukan manusia guna memenuhi kebutuhan akan air, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan industri. Masalah yang kemudian muncul adalah penyedotan air tanah secara besar-besaran dapat mempengaruhi kualitas lingkungan, dalam hal ini air dan permukaan tanah. Percepatan laju pembangunan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan berakibat semakin besarnya air larian yang akhirnya mempengaruhi jumlah air tanah. Berkurangnya tanah sebagai daerah resapan air serta pohonpohon yang menahan air mendukung semakin besarnya volume air larian. Air tersebut menggenang di permukaan dalam jumlah yang berlebihan, yang kita sebut banjir. Terdapat beberapa penyebab yang menjadikan banjir di Jakarta sering kali terjadi selain climate change dan kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan, banjir juga disebabkan oleh berkurangnya daerah resapan air di daerah bogor. Penurunan daerah resapan air salah satunya diakibatkan oleh maraknya pembangunan perumahan atau vila di daerah resapan air. Bogor yang memiliki wilayah yang sangat indah dan dekat dengan Jakarta menjadi daya tarik bagi warga Jakarta untuk mendirikan tempat istirahat. Pengembang perumahan khususnya di wiliyah bogor sangat gencar melakukan promosi dan pembangunan secara besar-besaran. Dengan adanya pembangunan perumahan ini dikhawatirkan akan semakin mengurangi daerah resapan air yang entah seperti apa dampak kedepannya. Survei yang dilakukan oleh Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) di tahun 2001 menyebutkan bahwa perumahan di wilayah Bogor umumnya lebih banyak berfungsi sebagai rumah kedua. Wilayah Bogor yang memiliki curah hujan tinggi sebesar 3.201,8 mm per tahun menyebabkan hampir setiap hari turun hujan dalam setahun (70%) sehingga dijuluki sebagai "Kota Hujan". Wilayah Bogor sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air warga Jabotabek, bisa dikatakan apabila dengan semakin berkurangnya daerah resapan air di bogor maka krisis air akan terjadi di wilayah jabodetabek tersebut. Oleh sebab itu dibutuhkan sejumlah tindakan efektif untuk dapat menanggulangi dan mengantisipasi dari berkurangnya area resapan air yang ada. Berdasarkan atas sejumlah hal tersebut, maka dengan ini penulis mengembangkan sebuah inovasi berupa brickpori sebagai alternatif pengganti paving semen dari batu kapur yang berguna untuk meningkatkan area resapan air di perkotaan.en
dc.description.sponsorshipDIKTIen
dc.language.isoid
dc.publisherBogor Agricultural University, Institut Pertanian Bogor
dc.titleBrickpori : alternatif pengganti paving semen dari batu kapur guna meningkatkan area resapan air di perkotaanen
dc.typeOtheren


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record