Persebaran dan kemudahan konversi lahan sawah pada berbagai bentuklahan di Kabupaten Karawang
View/ Open
Date
2014Author
Purnanto, Rhoma
Munibah, Khursatul
Tjahjono, Boedi
Metadata
Show full item recordAbstract
Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten dengan luasan lahan sawah serta produksi padi terbesar di Indonesia. Dengan adanya UU No. 41 Tahun 2009 tentang lahan pertanian pangan berkelanjutan, maka diperlukan upaya pencegahan terhadap penurunan luasan lahan sawah (konversi lahan) di kabupaten tersebut. Persebaran penggunaan lahan sawah dianalisis dengan citra Quickbird, sedangkan klasifikasi bentuklahan ditetapkan berdasarkan kondisi morfologi, morfogenesis, morfokronologi, dan litologi. Penetapan kemudahan konversi lahan sawah menjadi “lahan terbangun” dan “lahan pertanian non sawah” dianalisis berdasarkan tiga variabel utama, yaitu kawasan hutan, rencana pola ruang, serta jarak terhadap jalan utama. Hasil analisis menunjukkan bahwa Kabupaten Karawang memiliki lahan sawah seluas 54,2% dari luas total wilayah kabupaten. Lahan sawah ini menyebar di 8 jenis bentuklahan. Bentuklahan dataran fluvial merupakan bentuklahan yang mempunyai sebaran lahan sawah terbesar, yaitu seluas 73,5%. Bentuklahan ini dicirikan oleh relief yang relatif datar serta memiliki banyak sebaran sungai sebagai sumber air irigasi sawah. Hasil analisis ini menunjukkan pula bahwa lahan sawah di Kabupaten Karawang secara dominan berada pada bentuklahan yang sesuai (dataran fluvial), terdapat pada jarak 100 meter, serta berada pada radius lebih dari 500 meter dari jalan utama, atau berada secara dominan pada kawasan areal penggunaan lain (budidaya). Selain itu, keberadaan lahan sawah secara dominan (78,4%) telah sesuai dengan peruntukkan tata ruang. Untuk hasil analisis kemudahan lahan sawah terkonversi, yaitu menjadi “lahan terbangun” menunjukkan bahwa 27,8% lahan sawah berada pada kategori mudah terkonversi (MK) dan 72,3% berada pada kategori sulit terkonversi (SK). Dalam hal ini terdapat 19% bentuklahan dataran fluvial yang memiliki lahan sawah kategori mudah terkonversi (MK), serta 55% sulit terkonversi (SK). Adapun hasil analisis untuk kemudahan terkonversi menjadi “lahan pertanian non sawah” menunjukkan bahwa sebesar 71,7% lahan sawah tergolong mudah terkonversi (MK), 7,2% masuk ke dalam kategori agak mudah terkonversi (AMK), dan sisanya 21,1% masuk ke dalam kategori sulit terkoversi (SK). Pada tipe konversi ini, luasan paling dominan pada setiap bentuklahan adalah kategori lahan sawah yang mudah terkonversi (MK) Karawang is one of Regency possessing the most large expanses of paddy fields and rice production in Indonesia. Since the presence of the Law 41 - 2009 concerning sustainable food agricultural land, accordingly the local government has to prevent the paddy field area from conversion phenomena. The distribution of paddy field were analyzed by Quickbird imagery, while the landform classified based on morphology, morphogenesis, morphocronology, and lithology. Determination of paddy field conversionsusceptibility into a "build-up area" and "non-paddy farmland" has been analyzed using three main variables, namely forests area, land use planning of Regency, and distance to the main road. The result showed that the Regency has about 54.2% of paddy field in compare to total area of Regency. The paddy fields spread in 8 types of landforms, where the fluvial plain landforms are those possessing the largest distribution of paddy fields (73.5%). The landforms are characterized by a relatively flat relief and having many rivers contributing to paddy fields water irrigation. The analysis also shows that the pattern of paddy fields in Karawang Regency are predominantly located in the appropriate landforms (i.e. fluvial plains), exist at a distance of 100 meters, and are distributed at a radius of more than 500 meters from the main road. In other words, they are predominantly well situated (78,4%) in the cultivation zone of Regency’s land use planning. According to the susceptibility analysis of paddy field into "build-up area" indicates that 27.8% of them categorized as easily converted (MK) and 72.3% were in the category of hard converted (SK). The distribution of MK category is dominantlyin the fluvial plain landforms, where 19 % of the landforms possessed MK categories and 55% for SK categories. The results of susceptibility analysis of paddy field into "non-paddy farmland" indicates that 71.7% of them classified as MK categories, 7.2% as rather easily converted (AMK), and the remaining or 21.1% as SK categories. In this type of conversion, the extensive area of each landforms are of MK categories