Preferensi Ekologis Ki Lemo (Litsea cubeba Lour. Persoon) di Gunung Papandayan Jawa Barat dan Hubungannya dengan Kandungan Minyak Atsiri
View/ Open
Date
2014Author
Suwandhi, Ichsan
Kusmana, Cecep
Suryani, Ani
Tiryana, Tatang
Metadata
Show full item recordAbstract
Areal-areal bekas gangguan di Gunung Papandayan telah mengalami perubahan komposisi jenis dan struktur komunitas tumbuhan, sejak terjadinya gangguan pada 5–7 tahun yang lalu. Kondisinya sudah sangat berbeda dengan hutan-hutan yang tidak terganggu. Areal-areal bekas perambahan dan bekas kebakaran cenderung mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan hadirnya jenis-jenis pohon pionir yang mendominasi areal, diantaranya adalah Paraserianthes lophantha, Litsea cubeba, Vaccinium varingifolum, Homalanthus populneus, dan Schima wallichii. Kondisi struktur tegakan juga terlihat jelas mengalami perubahan dari pohon-pohon besar dan multistrata ke pohon-pohon berukuran kecil yang terpusat pada strata C (T = 4–10 m) dan D (T = 10–20 m). Keanekaragaman jenis pohon mengalami penurunan dari H’ lebih dari 2 pada hutan tidak terganggu, menjadi rendah (H’ < 2). Hal lainnya dari perubahan komunitas tumbuhan pada areal-areal bekas gangguan adalah hadirnya Litsea cubeba (Ki lemo: Sunda; Kranggean: Jawa; Attarasa: Sumatera) yang merupakan salah satu jenis pionir dengan kemampuan okupasi tinggi dan secara visual mampu berkompetisi dengan jenis-jenis invasif. Kehadiran pohon ini menjadi penting untuk diteliti, selain karena peran pentingnya sebagai bagian dari dinamika komunitas tumbuhan, juga karena pohon ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi dengan kontribusi minyak atsirinya (minyak lemo atau minyak kranggean atau may chang oil) yang sangat dikenal secara internasional untuk industri farmasi dan kosmetika. Penelitian ini merupakan kombinasi studi ekologi dan studi kandungan minyak atsiri. Hasil penelitian bermanfaat untuk pertimbangan budi daya dalam rangka mendukung industri biofarmaka di Indonesia. Hal ini penting untuk dilakukan, mengingat sampai saat ini Indonesia sebagai salah satu pemilik potensi bahan baku L. cubeba yang cukup besar, belum berperan banyak pada sektor industri minyak atsiri dunia. Di Jawa Barat, sedikitnya terdapat empat wilayah sebaran alami pohon L. cubeba tepatnya di daerah pegunungan, yaitu Gunung Ciremai, Patuha dan Papandayan. Sebaran lainnya di Indonesia dijumpai di Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Kalimantan Timur (Steenis 2006; Heryati et al. 2009). Hasil studi ekologi menunjukkan bahwa L. cubeba dijumpai mendominasi areal-areal bekas gangguan yang tersebar di zona montana (1500–2500 mdpl) dan memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap faktor-faktor iklim (suhu, kelembaban dan intensitas cahaya). Kecocokan pohon ini terhadap areal tersebut terlihat dari berbagai karakteristik, yaitu memiliki kelimpahan dan okupasi yang tinggi, serta berasosiasi secara positif dengan jenis-jenis pohon lainnya. Hasil pengujian laboratorium diperoleh nilai rendemen minyak atsiri yang sangat tinggi dan bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian lainnya di Indonesia dan di Cina. Rendemen yang diperoleh dari 17 lokasi tempat tumbuh bervariasi pada rentang mulai dari 2.76 sampai 9.33 %, tetapi sebagian besar berada pada kisaran antara 6 sampai 8 % . Rendemen minyak atsiri hasil penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Zulnely et al.(2003) di Gunung Ciremai Jawa Barat sebesar 5.4 % , Ho et al. (2010) sebesar 4 % dan Si et al. (2012) di Cina sebesar 4.56 %. Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa komposisi senyawa minyak atsiri L. cubeba cenderung berbeda antar bagian pohon, sehingga masing-masing bagian memiliki kekhasan senyawa tertentu. Pada bagian daun dijumpai senyawa kimia dominan berupa sineol, sabinen dan α-terpinenyl asetat. Pada buah didominasi oleh sitral, dan pada kulit batang lebih banyak didominasi oleh sitronelal. Secara umum komposisi senyawa ini relatif sama dengan hasil penelitian lainnya, tetapi dari segi senyawa dominan cenderung berbeda. Hal tersebut menjadikan minyak lemo asal Gunung Papandayan memiliki kekhasan tertentu dibandingkan dengan wilayah lainnya. Hasil pengujian hubungan antara tipe-tipe habitat dan kandungan minyak atsiri diperoleh informasi bahwa variasi tipe habitat memiliki kaitan yang erat dengan rendemen minyak lemo, tetapi tidak demikian terhadap kandungan senyawa kimianya. Hasil ini membuktikan bahwa bervariasinya nilai rendemen sangat bergantung pada tipe habitat L. cubeba. Hasil pengujian lebih lanjut menggunakan stepwise regression terhadap 32 faktor biofisik habitat (mencakup iklim, topografi, ketinggian tempat dan faktor-faktor tanah, serta dimensi pertumbuhan pohon) dalam kaitannya dengan minyak atsiri yang dihasilkan, diperoleh lima faktor yang berperan terhadap rendemen dan lima faktor lainnya berperan terhadap kandungan senyawa kimia minyak atsiri. Dari sepuluh faktor yang berperan penting terhadap minyak atsiri tersebut, sembilan faktor diantaranya merupakan faktor-faktor tanah dan satu faktor lainnya adalah lereng (kemiringan lahan). Lima faktor habitat berpengaruh nyata terhadap rendemen, sebagaimana persamaan regresi: Yrendemen = 8,2667 – 0,199 X1 (rasio C/N) – 0,984 X2 (kandungan Fe) + 0,042 X3 (lereng) + 0,091 X4 (porsi liat tanah) + 0,102 X5 (air tersedia dalam tanah). Lima faktor lainnya secara signifikan berpengaruh terhadap kandungan senyawa minyak lemo disajikan dengan persamaan regresi: Ykandungan_senyawa = 67,687 – 0,232 X1 (ruang pori total) + 12,263 X2 (kandungan S dalam tanah) - 0,297 X3 (air tersedia) + 14,804 X4 (kandungan N dalam tanah) - 2,381 X5 (kandungan Mg dalam tanah). Berdasarkan seluruh seri penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa L. cubeba memiliki preferensi ekologis terhadap faktor-faktor tertentu di habitat alaminya dalam mendukung produksi minyak atsiri. Rekomendasi dari penelitian ini adalah bahwa dalam pengembangan budi daya L. cubeba perlu memperhatikan pertimbangan umum dan pertimbangan khusus. Pertimbangan umum dalam hal ini terkait dengan karakteristik lokasi tempat tumbuh pohon, mencakup ketinggian tempat dan kisaran faktor-faktor iklim. Pertimbangan khusus, yaitu bahwa rancangan pola budi daya tanaman perlu merekayasa lokasi agar peran faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendemen dan kandungan senyawa kimia dapat dikondisikan sesuai hasil pengujian di atas.
Collections
- DT - Forestry [337]