Show simple item record

dc.contributor.advisorSitorus, Santun R.P
dc.contributor.advisorAgusta, Ivanovich
dc.contributor.authorSurur, Fadhil
dc.date.accessioned2014-11-25T06:52:50Z
dc.date.available2014-11-25T06:52:50Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70377
dc.description.abstractPengembangan wilayah tidak hanya terkait dengan upaya memaksimalkan potensi aspek fisik wilayah, tetapi mampu mempertimbangkan potensi ekonomi, sosial dan budaya. Salah satu kawasan potensial di Provinsi Sulawesi Selatan adalah kawasan Danau Tempe. Secara administratif wilayahnya di 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Wajo (54.6%), Kabupaten Sidrap (34.6%) dan Kabupaten Soppeng (10.7%) yang terdiri dari 11 kecamatan dan 125 desa/kelurahan. Selain memiliki potensi perikanan darat yang cukup besar, kawasan ini juga memiliki potensi pengembangan sektor pertanian lahan pangan dan hortikultura. Kondisi sosial-budaya masyarakat setempat menjadi hal yang menarik untuk dijadikan dasar dalam pengembangan kawasan. Masyarakat lokal di kawasan tersebut memiliki sistem sosial dan kearifan lokal dalam memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan berkaitan erat dengan perkembangan peradaban etnis Bugis dengan berbagai peninggalan budaya. Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Wajo menetapkan kawasan Danau Tempe sebagai Kawasan Strategis untuk Kepentingan Sosial Budaya, Pemerintah Kabupaten Soppeng menetapkan sebagai kawasan pariwisata dan Pemerintah Kabupaten Sidrap menetapkan sebagai kawasan pariwisata budaya. Untuk mengembangkan kawasan Danau Tempe diperlukan kajian terkait aspek ekonomi, aspek sosial, serta aspek kebijakan daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan bentuk kearifan lokal masyarakat di kawasan Danau Tempe yang dapat dipertimbangkan dalam pengembangan kawasan, menganalisis komoditi pertanian yang menjadi komoditi unggulan di kawasan tersebut, mengidentifikasi tingkat perkembangan desa/kelurahan di kawasan Danau Tempe, menganalisis prinsip-prinsip kearifan lokal yang diakomodasi dalam rencana tata ruang wilayah dan menyusun arahan pengembangan kawasan Danau Tempe dengan mempertimbangkan kearifan lokal. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu Analisis Deskriptif-Kualitatif untuk mendeskripsikan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat, Analisis Nilai Penting dan Nilai Strategis untuk menentukan kelompok pengembangan dari sumberdaya budaya di Kawasan Danau Tempe. Analisis LQ-SSA digunakan untuk menganalisis komoditi unggulan, Analisis Skalogram untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah, Analisis Isi untuk mengetahui sejauh mana prinsip-prinsip kearifan lokal diakomodasi dalam rencana tata ruang, dan kompilasi dari beberapa anlisis untuk menentukan arahan pengembangan. Terdapat 7 komunitas tradisional yang memiliki kekhasan dari aspek kearifan lokal, sehingga dapat dipertimbangkan dalam pengembangan kawasan Danau Tempe yaitu; (1) komunitas nelayan pakkaja, (2) komunitas kepercayaan bugis kuno To Lotang, (3) komunitas paggalung dengan tradisi pertanian tradisional, (4) komunitas pattenung yang memproduksi tenun, (5) komunitas pallanro dengan kemampuan membuat senjata tradisional, (6) komunitas Baalawiyah dengan perpaduan tradisi Bugis dan ajaran Islam serta (7) komunitas To Lise yang memiliki kemampuan dalam kesusateraan. Kecamatan Tempe, Tellu Limpoe, Marioriawa dan Donri-donri memiliki budaya dan kearifan lokal yang lebih beragam dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Komoditi unggulan pertanian di kawasan Danau Tempe berdasarkan data tahun 2002 dan 2012 menunjukkan lebih dominan pada subsektor perikanan dan peternakan. Komoditi unggulan pertanian tanaman pangan (padi dan jagung), perkebunan (murbei), peternakan dan perikanan berkaitan dengan pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal. Komunitas lokal memiliki tradisi yang khas dalam pengembangan komoditi pertanian tersebut. Sebagian besar perdesaan di kawasan Danau Tempe mempunyai tingkat perkembangan yang rendah. Sekitar 13.6% masuk dalam kategori hirarki I, 23.2% masuk dalam kategori hirarki II dan 63.2% masuk dalam hirarki III. Desa/kelurahan yang teridentifikasi dengan hirarki I dapat diarahkan sebagai pusat pelayanan kawasan yaitu di Kecamatan Maritengngae dan Tempe yang memiliki desa dengan hirarki I yang tinggi. Dokumen RTRW pada ketiga kabupaten telah mengakomodir prinsip kearifan lokal. Aspek asimilasi merupakan aspek yang paling dominan diakomodasi dalam RTRW ketiga kabupaten sedangkan Kabupaten Sidrap merupakan kabupaten yang paling menonjol mengakomodasi aspek kearifan lokal dibandingkan dengan kabupaten lainya. Arahan pengembangan kawasan Danau Tempe perlu mempertimbangkan potensi sosial budaya yang bersumber dari aspek-aspek kearifan lokal yang dimiliki oleh 7 komunitas lokal. Pertimbangan tersebut diaplikasikan dalam kebijakan penataan ruang, pengembangan usaha pertanian dan ekonomi kreatif, pengembangan permukiman, pengembangan pusat pelayanan serta pengembangan pariwisata dan desa-desa budaya berbasis pada perlindungan kebudayaan dan cagar situs budaya.en
dc.language.isoid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titleAnalisis dan Arahan Pengembangan Kawasan Danau Tempe, Provinsi Sulawesi Selatan dengan Mempertimbangkan Kearifan Lokalen
dc.subject.keywordarahan pengembanganen
dc.subject.keywordDanau Tempeen
dc.subject.keywordkearifan lokalen
dc.subject.keywordpenataan ruang.en


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record