Show simple item record

dc.contributor.advisorAchsani, Noer Azam
dc.contributor.advisorLukytawati Anggraeni, Lukytawati Anggraeni
dc.contributor.authorDilla, Salsa
dc.date.accessioned2014-11-24T01:50:41Z
dc.date.available2014-11-24T01:50:41Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70312
dc.description.abstractSejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997/1998 banyak negara di dunia mengubah kebijakan moneternya baik dalam rezim nilai tukar maupun kerangka kebijakan moneter yang diadopsi. Semakin meluasnya keterbukaan ekonomi serta semakin pentingnya pengendalian inflasi di suatu negara, menjadi alasan utama yang melatarbelakangi banyak negara untuk mengubah rezim nilai tukar yang dianut menjadi rezim nilai tukar mengambang bebas (floating exchange rate) dan mengadopsi kerangka kebijakan moneter yang baru yaitu inflation targeting framework (ITF). Exchange rate pass-through (ERPT) didefinisikan sebagai persentase perubahan harga (domestik, impor maupun ekspor) sebagai akibat dari perubahan satu persen dalam kurs. Besaran ERPT digunakan untuk melihat besarnya pengaruh pergerakan nilai tukar terhadap pembentukan harga pada suatu negara. Dengan diadopsinya ITF, peran nilai tukar dalam mempengaruhi pembentukan tingkat inflasi menjadi semakin kecil atau dengan kata lain besaran koefisien ERPT nya akan mengalami penurunan atau sering disebut dengan istilah loss of pass-through. Hal ini disebabkan karena adanya kewajiban Bank Sentral untuk fokus dan komitmen terhadap pencapaian sasaran target inflasi. Penelitian ini menitikberatkan pada dampak implementasi ITF terhadap koefisien jangka pendek dan jangka panjang ERPT di sembilan belas negara yang mengadopsi ITF di dunia dengan mengelompokan negara tersebut menjadi kelompok high income countries dan kelompok middle income countries. Berdasarkan hasil perhitungan ERPT dengan menggunakan Autoregressive Distributed Lag (ARDL) ditemukan bahwa implementasi ITF lebih berhasil menurunkan koefisien jangka pendek dan jangka panjang ERPT di kelompok high income countries dibandingkan dengan di kelompok middle income countries. Jika dilihat dari besaran koefisien ERPT, negara-negara yang berada pada kelompok middle income countries memiliki koefisien ERPT yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang berada pada kelompok high income countries. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tukar masih memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi pembentukan tingkat inflasi di kelompok middle income countries. Belum terjadinya penurunan koefisien jangka pendek ERPT setelah mengimplementasikan ITF di kelompok middle income countries menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu yang lebih panjang bagi kelompok negara tersebut untuk mengalami penurunan ERPT. Dengan kata lain bagi kelompok middle income countries, ITF baru akan optimal dimplementasikan jika diterapkan pada periode waktu yang lebih panjang, dimana diperlukan waktu yang berbeda bagi setiap negara untuk mengalami penurunan ERPT setelah mengimplementasikan ITF tergantung dari kondisi struktur makroekonomi secara keseluruhan.en
dc.language.isoid
dc.titleExchange Rate Pass-Through dalam Konteks Inflation Targeting Framework: Kasus Empiris di 19 Negara di Duniaen
dc.subject.keywordexchange rate pass-throughen
dc.subject.keywordinflation targeting frameworken
dc.subject.keywordloss of pass-throughen


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record