Show simple item record

dc.contributor.advisorDarusman, Dudung
dc.contributor.advisorNugroho, Bramasto
dc.contributor.advisorNurrochmat, Dodik Ridho
dc.contributor.authorZubayr, Manifas
dc.date.accessioned2014-11-07T07:15:05Z
dc.date.available2014-11-07T07:15:05Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70074
dc.description.abstractPenggunaan kawasan hutan (PKH) adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa merubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan tersebut. Kebijakan PKH bertujuan untuk mengatur penggunaan kawasan hutan bagi kegiatan sektor lain yang diharapkan menjadi upaya pemerintah dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Digulirkannya kebijakan PKH ini mengakibatkan permohonan izin penggunaan kawasan hutan melalui mekanisme izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) berkembang sangat pesat sejalan dengan maraknya kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan di seluruh Indonesia. Penelitian implementasi kebijakan PKH ini dimaksudkan untuk menganalisis dan mengungkap realitas pelaksanaan kebijakan PKH. Pendekatan studi kelembagaan khususnya dalam perspektif hubungan principal-agent (agency theory) dilakukan untuk mengetahui hubungan pemerintah sebagai prinsipal (P) dan perusahaan pertambangan pemegang IPPKH sebagai agen (A) yang didukung oleh analisis-analisis lainnya yang relevan seperti analisis peraturan perundang-undangan, analisis kesenjangan kebijakan (analisis asumsi), analisis stakeholder, dan analisis respon. Penelitian dilakukan di Bogor, Jakarta dan beberapa lokasi observasi yaitu: Samarinda dan Kutai Kartanegara (Provinsi Kalimantan Timur), Banjarbaru dan Tanah Bumbu (Provinsi Kalimantan Selatan), Kendari, Konawe Utara dan Kolaka (Provinsi Sulawesi Tenggara). Data sekunder dan informasi telah dikumpulkan sebelum penelitian, sedangkan penelitian efektif dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Nopember 2013. Metode pendekatan deskriptif kualitatif dilakukan dalam proses penelitian ini. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan pendekatan/teknik: 1) penelusuran dokumen, 2) wawancara dengan informan kunci dan responden, dan 3) observasi lapangan. Perumusan kebijakan penggunaan kawasan hutan mengikuti model inkrementalis atau model tahap demi tahap (incrementalist model). Pemerintah telah beberapa kali mengganti dan merevisi peraturan-peraturan terkait dengan kebijakan PKH. Kebijakan PKH ini sebenarnya telah dirumuskan dengan tepat. Namun, ketepatan perumusan kebijakan PKH tersebut tidak menjamin mendapatkan respon yang baik dari pemegang IPPKH sebagai subyek utama implementasi kebijakan tersebut. Respon buruk dari pemegang IPPKH terhadap kebijakan PKH menunjukkan bahwa kebijakan PKH gagal mencapai tujuan. Dalam implementasi kebijakan PKH terdapat beberapa asumsi yang dibangun oleh para perumus kebijakan, yaitu: implementor mengerti persoalan pengelolaan hutan, implementor mau (berkomitmen) dan mampu mengemban tugas dan tanggungjawabnya dengan baik, kegiatan perencanaan sektor pertambangan sama dengan sektor kehutanan, dan kebijakan dapat dijalankan dengan baik oleh para pihak di lapangan. Namun, dalam tataran implementasi asumsi-asumsi tersebut justru menjadi sumber persoalan bagi pelaksanaan di lapangan. Sehingga hampir semua asumsi yang dibangun dalam kebijakan PKH tidak dapat dipenuhi. Hasil analisis para pihak menunjukkan bahwa Kementerian Kehutanan menjadi pihak kunci sedangkan pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) menjadi pihak utama yang berkepentingan dalam implementasi kebijakan PKH. Peranan keduanya menjadi tolok ukur keberhasilan implementasi kebijakan ini. Kemudian dalam analisis peranan terhadap setiap pihak yang berkepentingan, terdapat keseimbangan yang cukup baik antara hak (rights), tanggunjawab (responsibilities) dan manfaat (revenues) untuk masing-masing pihak. Sedangkan hubungan (relationships) antara para pihak terjalin dalam berbagai tingkat, dari bekerjasama sampai dengan adanya konflik. Namun, keseimbangan peranan dan hubungan yang dibangun oleh pemerintah tidak cukup membantu bagi keberhasilan implementasi kebijakan PKH ini. Dalam hubungan antara pemerintah sebagai P dan perusahaan pertambangan yang telah memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) sebagai A, perbedaan kepentingan dan tujuan antara P dan A menjadi permasalahan utama dalam mengkaji hubungan P-A. Hubungan P-A dalam implementasi kebijakan PKH mempunyai kekhasan tersendiri. Kekhasan tersebut adalah: inisiatif untuk menjalin hubungan tersebut berasal dari A, tidak ada seleksi terhadap A, penguasaan informasi terhadap kawasan hutan dimiliki oleh P, perilaku moral hazard dilakukan oleh P dan A, dan belum adanya struktur insentif dalam kebijakan tersebut. Hubungan keagenan yang teridentifikasi dalam implementasi kebijakan PKH bukan hanya antara P dan A saja, tetapi juga antara prinsipal sektor kehutanan (P-hut) dan prinsipal sektor pertambangan (P-tamb) serta hubungan agen kehutanan (A-hut) dan agen pertambangan (A-tamb). Hubungan tersebut bisa dalam bentuk koorperasi maupun konflik. Dalam implementasi kebijakan PKH terjadi perilaku moral hazard yang dilakukan oleh P-hut akibat penguasaan informasi dan power yang dimilikinya. Perilaku tersebut dalam bentuk kolusi, gratifikasi dan praktek percaloan. Sementara perilaku moral hazard dalam bentuk pemerasan dan land trading dilakukan oleh A-hut ketika berkonflik dengan A-tamb. A-tamb juga melakukan moral hazard dalam bentuk pengingkaran terhadap kontrak yang telah disepakati dengan P-hut. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan yang dirumuskan dan dilaksanakan dalam waktu yang cukup panjang serta mendapat dukungan yang kuat dari pihak-pihak yang berkepentingan tidak menjamin keberhasilan pelaksanaannya. Kegagalan implementasi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: perbedaan kepentingan antara P dan A, ketidaksempurnaan kontrak (IPPKH), rendahnya komitmen A, belum adanya struktur insentif yang sesuai, biaya transaksi yang relatif tinggi, lemahnya kontrol dan penegakan hukum serta terjadinya moral hazard yang dilakukan oleh P dan A. Sementara risiko terdegradasinya hutan harus diterima oleh P. Banyaknya ketidaksesuaian dan penyimpangan dalam implementasi kebijakan PKH tersebut serta besarnya risiko yang diterima oleh P, maka dipandang perlu untuk menghentikan sementara (moratorium) implementasi kebijakan PKH untuk memberikan waktu bagi perbaikan kebijakan PKH.en
dc.language.isoid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titleImplementasi Kebijakan Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pertambangan: Perspektif Hubungan Principal-Agenten
dc.subject.keywordImplementasi kebijakanen
dc.subject.keywordprincipal-agenten
dc.subject.keywordmoral hazarden


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record