Show simple item record

dc.contributor.advisorSumarti, Titik
dc.contributor.advisorK. Pandjaitan, Nurmala
dc.contributor.advisorS.M.P. Tjondronegoro
dc.contributor.authorLestari, Soetji
dc.date.accessioned2014-08-22T02:54:23Z
dc.date.available2014-08-22T02:54:23Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/69720
dc.description.abstractDi Indonesia kajian mengenai gender dan pertukaran hadiah belum banyak dilakukan. Kajian mengenai tradisi nyumbang memang sudah beberapa kali dilakukan, namun belum banyak menyentuh aspek gender. Dalam konteks perdesaan, hal ini penting untuk melihat bagaimana monetisasi desa telah merubah keberadaan perempuan beserta segala pranata sosial yang ada, termasuk tradisi nyumbang sebagai salah satu wujud solidaritas warga. Pengeluaran yang harus ditanggung rumah tangga desa ini dianggap semakin berat seiring dengan perkembangan ekonomi pasar. Kalau sebelumnya nyumbang dapat menggunakan produk pertanian, namun sekarang lebih banyak menggunakan uang tunai. Uang sebagai alat rasionalisasi dikhawatirkan juga berpengaruh terhadap etika moral yang dibangun masyarat desa dan menjadikan tradisi nyumbang sebagai media transaksi ekonomi, sehingga perlu dikaji bagaimana mekanisme resiprositas yang berlangsung dalam tradisi nyumbang; serta bagaimana perempuan desa mengambil peran dalam tradisi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis tentang: (1) tipologi dan diferensiasi gender dalam tradisi nyumbang yang berlangsung di Perdesaan Jawa (2) proses dan sistem resiprositas yang berlangsung dalam tradisi nyumbang di tengah dinamika monetisasi serta keberadaan perempuan dalam sistem resiprositas ini, serta (3) etika moral yang dibangun perempuan dalam tradisi nyumbang di tengah dinamika monetisasi desa. Pendekatan teoritis yang digunakan untuk memahami realitas di lapangan adalah teori pemberian dari Mauss (1992) sebagai bagian dari tradisi Durkheimian dan dari Komter (2007) yang mengakomodir tradisi pemikiran resiprositas dari perspektif Antropologi dan Sosiologi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan paradigma konstruktivis dan mengambil setting lokasi sub budaya Jawa Banyumasan (yang diwakili desa-desa di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga). Subyek penelitian adalah perempuan/ibu rumah tangga dari berbagai latar belakang pekerjaan (non-farm), terutama buruh pabrik bulu mata dan pekerja rumah tangga (sebagai pekerja nonfarm). Pengumpulan data dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD), wawancara mendalam dan observasi dengan terlibat dalam kegiatan tradisi nyumbang. Dalam penelitian ini, proses analisis data dilakukan menggunakan analisis deskriptif kualitatif melalui proses analisis interaktif dan model Spradley. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan tipologi nyumbang yang didasarkan pada ruang lingkup kewajiban nyumbang, yakni lingkup desa (mbarang gawe/hajatan besar) dan lingkup tapis wiring (tetangga dekat: hajatan kecil/slametan). Perbedaan tipologi ruang lingkup nyumbang ini disertai perbedaan pembagian kerja secara seksual. yang menempatkan pasangan suami isteri memiliki kewajiban sosial yang berbeda dalam tradisi nyumbang, baik dalam bentuk sumbangan maupun intensitas menyumbang. Laki-laki menyumbang uang; perempuan menyumbang bahan pangan. Demikian pula secara gender ada perbedaan proses dan mekanisme sistem resiprositas antara laki-laki dan perempuan yang diakibatkan oleh perbedaan bentuk sumbangan. Di tengah monetisasi sumbangan, perempuan desa Banyumas masih menggunakan bahan pangan (beras dan non-beras/lawuh wedang) sebagai media resiprositas dan sumbangan ini dikontrol melalui mekanisme keberadaan megari. Hal tersebut bukan saja karena warisan sistem ekonomi subsisten melainkan banyak kalkulasi sosial dan kalkulasi ekonomi yang menempatkan beras sebagai media resiprositas yang utama. Beras sebagai media resiprositas yang utama dalam tradisi nyumbang, karena bagi perempuan desa beras memenuhi berbagai aspek nilai simbolik (beras sebagai simbol pangan pokok desa), nilai guna (jamuan utama hajatan) dan nilai tukar (memiliki nilai tukar yang tepat dan memiliki daya jual yang tinggi). Adaptasi perempuan dalam berhadapan dengan ekonomi pasar dengan realitas keterbatasan ekonomi, sementara harus mempertahankan tradisi dan menjaga hubungan baik dengan tetangga, telah mengarahkan perempuan untuk melakukan tindakan segala rasionalitas sebagai bentuk rasionalitas kompromi. Dalam tradisi nyumbang perempuan dihadapkan pada tekanan ekonomi pasar, realitas keterbatasan uang tunai, mempertahankan tradisi, dan menjaga hubungan baik dengan tetangga dan kerabat. Melalui rasionalitas kompromi, perempuan dapat mempertahankan ikatan sosial dalam tradisi nyumbang dengan segala keterbatasan ekonomi yang dimiliki. Tekanan-tekanan ekonomi dan sosial (besarnya pengeluaran nyumbang dan besarnya beban hutang) dapat dikendalikan melalui falsafah ndilalah (sebagai kearifan lokal masyarakat Jawa yang percaya terhadap keadilan Tuhan) yang memberi daya tahan secara sosial dari berbagai tekanan. Dengan demikian kesimpulan umum dalam penelitian ini adalah bahwa: ”Monetisasi desa telah mengarahkan etika moral perempuan desa dalam tradisi nyumbang kepada bentuk tindakan rasionalitas yang kompromis antara tindakan rasional dan tindakan non-rasional untuk mempertahankan solidaritas sosial yang berbasis pangan”en
dc.language.isoid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titlePerempuan dalam Tradisi Nyumbang di Pedesaan Jawa: Potret Dinamika Monetisasi Desaen
dc.subject.keywordTradisi Nyumbangen
dc.subject.keywordPerempuan Desaen
dc.subject.keywordSistem Resiprositas dan Solidaritas Sosialen


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record