Show simple item record

dc.contributor.advisorR.P Sitorus, Santun
dc.contributor.advisorRustiadi, Ernan
dc.contributor.advisorMachfud
dc.contributor.authorHidajat, Janthy Trilusianthy
dc.date.accessioned2014-08-22T02:15:27Z
dc.date.available2014-08-22T02:15:27Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/69710
dc.description.abstractPertumbuhan perkotaan di Indonesia, terutama di metropolitan Jabodetabek secara fisik ditandai oleh pertumbuhan fisik kota yang pesat pada pinggiran kota yang mana cenderung menjadikan kawasan perkotaan secara fisik meluas secara acak dan semakin tidak terkendali (urban sprawl) sehingga menimbulkan ketidakefisienan dan kemubajiran dalam penggunaan lahan. Penyebab fenomena urban sprawl adalah tumbuhnya kawasan permukiman baru sebagai wadah untuk menampung pertambahan penduduk, perkembangan perumahan, industri dan aktivitas komersial. Pinggiran kota merupakan wilayah yang berada dalam peralihan menjadi kawasan perkotaan sehingga terjadi tekanan berupa peningkatan fungsi perkotaan yang menimbulkan terjadinya degradasi lingkungan, kemacetan, krisis infrastruktur, risiko bencana dan ketidaksiapan aparat pemerintah sehingga proses perkembangannya mengarah pada ketidakberlanjutan. Kecenderungan pertumbuhan kawasan permukiman di pinggiran kota dalam sistem metropolitan masih akan terus berlanjut di masa mendatang, karena pertumbuhan penduduk yang terus tinggi terutama di metropolitan Jabodetabek. Saat ini, tata ruang pinggiran kota khususnya di Jabodetabek masih berkembang dan berpotensi sebagai penyedia ruang perkotaan yang belum difungsikan secara optimal dengan memperhatikan keseimbangan ekologis dan keberlanjutannya. Diperlukan upaya pengelolaan kawasan permukiman di pinggiran kota metropolitan dengan pendekatan holistik, terpadu dan dinamis serta efektif. Penelitian mengenai fenomena urban sprawl di kawasan pinggiran kota sebagai wilayah transisi dan proses suburbansasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti semisal McGee (1991) dengan penelitiannya tentang perkembangan kotakota di Asia dan Indonesia menghasilkan suatu struktur ruang mega urban yang membentuk suatu kawasan pinggiran kota bersifat transisi yang memiliki karakteristik “desakota”. Secara umum kesemua penelitian yang telah dilakukan bersifat analitis dan sangat bernilai untuk memahami terjadinya fenomena urban sprawl serta karakteristik pinggiran kota sebagai suatu ruang baru yang mengalami transisi. Namun untuk keperluan intervensi kebijakan dalam pengelolaan pertumbuhan yang terjadi di pinggiran kota tersebut dapat dikatakan belum ada yang mengisinya. Untuk itu diperlukan suatu penelitian mengenai model pengelolaan kawasan permukiman di pinggiran kota wilayah metropolitan yang mengalami pertumbuhan cepat dan tidak terkendali. Tujuan penelitian adalah merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan permukiman yang holistik dan terpadu di pinggiran kota metropolitan Jabodetabek. Untuk mencapai tujuan ini maka dirancang beberapa sub tujuan sebagai berikut: a) menganalisis dinamika pertumbuhan kawasan permukiman di wilayah penelitian, b) menganalisis status keberlanjutan kawasan permukiman di wilayah penelitian, c) mengetahui posisi peran stakeholder, kendala yang dihadapi, perubahan yang diharapkan dan program yang dibutuhkan berkaitan dengan pengembangan pengelolaan di wilayah penelitian, d) merancang model dinamis pengelolaan kawasan permukiman di wilayah penelitian. Pertumbuhan kawasan permukiman di pinggiran kota metropolitan dapat ditemui di seluruh bagian perbatasan Jakarta dengan kabupaten dan kota lainnya. Untuk mewakili fenomena ini ditentukan wilayah penelitian sebagai berikut : Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor, Kecamatan Cimanggis dan Kecamatan Tapos Kota Depok dan Kecamatan Jati Sempurna Kota Bekasi. Penentuan ini didasarkan pada pertimbangan terjadinya proses suburbanisasi dan fenomena urban sprawl yang paling cepat yaitu sepanjang jalur transportasi utama dalam hal ini adalah daerah di sekitar koridor jalan tol Jakarta - Bogor dengan jarak antara 15 km sampai 30 km dari pusat kota Jakarta dan merupakan kawasan pinggiran yang meliputi beberapa wilayah administratif kabupaten/kota dan saling berbatasan. Metode yang digunakan untuk menganalisis dinamika pertumbuhan kawasan permukiman adalah analisis citra Landsat tahun liputan 1982, 1992, 2000, 2005 dan 2010 yang berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis laju dan kecenderungan pertumbuhan kawasan permukiman menggunakan analisis regresi dan perhitungan nilai indeks sprawl. Analisis kesesuaian penggunaan lahan kawasan permukiman dengan arahan rencana tata ruang dilakukan melalui proses overlay. Status keberlanjutan kawasan permukiman di wilayah penelitian dianalisis dengan teknik Multi Dimensional Scaling (MDS) untuk dimensi-dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan institusi. Kondisi peran stakeholder, kendala yang dihadapi, perubahan yang diharapkan dan program yang dibutuhkan dalam pengelolaan kawasan permukiman di wilayah penelitian dianalisis dengan metode Interpretative Structural Modellling (ISM). Selanjutnya dengan menggunakan hasil analisis sebelumnya dirancang model pengelolaan kawasan permukiman di wilayah penelitian dengan menggunakan model sistem dinamik. Dinamika pertumbuhan kawasan permukiman selama periode tahun 1982 – 2010 menunjukkan bahwa pada periode tahun 1982 – 2000 pertumbuhan kawasan permukiman masih terfragmentasi sesuai dengan kemudahan aksesibilitas yang ada pada periode tersebut, dan juga tercipta karena telah ada kota baru yang relatif dekat (Depok). Pembangunan kawasan permukiman ini dilakukan secara mandiri (non real estate). Periode 2000 – 2005 kawasan permukiman telah bergabung menyatu dan menyebar tidak beraturan, ini terjadi di Kecamatan Cimanggis, Tapos dan Jati Sampurna. Keadaan ini bertambah besar karena dipicu oleh cepatnya pembangunan perumahan skala besar dan menengah oleh pengembang swasta secara tidak terintegrasi. Periode akhir pengamatan (2005 – 2010), penggunaan lahan telah menjadi campur aduk yang didominasi oleh kondisi dan kegiatan berciri perkotaan. Semakin meningkat perkembangannya karena akses ke kota inti sudah relatif baik karena sudah ada atau sedang direncanakan pengembangan infrastruktur regional seperti jalan tol dan jalan arteri. Proses ini berkembang tanpa mengenal batas administrasi. Kecenderungan pertumbuhan lahan terbangun semakin meningkat setiap tahunnya dan nilai indeks sprawl sebesar 7,21 berarti pertumbuhan lahan terbangun cukup dominan dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Hal ini terjadi karena adanya pembangunan perumahan baru yang cepat dalam skala besar dan juga telah terjadi diversifikasi aktifitas penduduk menjadi aktifitas perkotaan sehingga terjadi perkembangan perdagangan dan jasa, fasilitas, utilitas serta industri yang juga memerlukan lahan. Analisis kesesuaian antara pertumbuhan lahan terbangun dengan arahan RTRW yang ada menghasilkan proporsi luasan lahan yang inkonsisten untuk Kecamatan Cimanggis dan Tapos sebesar 20,12 %, Kecamatan Jati Sampurna sebesar 12,58 % dan Kecamatan Gunung Putri sebesar 0,53 %. Keadaan ini menyimpulkan bahwa penyebaran dan pertumbuhan kawasan permukiman cenderung tidak terkendali. Analisis status keberlanjutan kawasan permukiman menggunakan MDS, menyimpulkan bahwa kawasan permukiman di wilayah penelitian termasuk kategori kurang berkelanjutan dengan nilai indeks status keberlanjutan sebesar 41,46. Untuk dimensi ekologi mempunyai nilai indeks status keberlanjutan yang paling rendah yaitu 32,97 dan dimensi institusional sebesar 44,15 dimana keduanya termasuk dalam kategori kurang berkelanjutan. Nilai indeks status keberlanjutan dimensi ekonomi yaitu 54 dan dimensi sosial 64,3 termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan. Dalam rangka meningkatkan status keberlanjutan wilayah penelitian sebagai kawasan pengembangan permukiman 16 atribut merupakan atribut pengungkit. Analisis ISM menyimpulkan, sub elemen kunci untuk elemen stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan kawasan permukiman di wilayah studi adalah Dinas Tata Ruang Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota pada wilayah penelitian. Elemen kendala yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan permukiman di wilayah penelitian didapatkan sub-elemen kunci yaitu koordinasi/kerjasama dalam pengelolaan kawasan permukiman masih lemah dan peraturan zonasi sebagai alat kendali penataan ruang kawasan permukiman belum ada. Elemen perubahan yang diharapkan dalam pengelolaan kawasan permukiman di wilayah studi didapatkan sub elemen kunci peningkatan koordinasi/kerja sama antar instansi yang bertanggung jawab terhadap penataan ruang dan penetapan peraturan bangunan dan zoning regulation sebagai alat pengendalian. Adapun elemen kegiatan yang dibutuhkan dalam mendukung pengembangan pengelolaan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah studi didapatkan sub elemen kunci peningkatan peningkatan konsistensi dalam pelaksanaan peraturan perundangan terkait pengelolaan kawasan permukiman. Perancangan model dinamik pengelolaan kawasan permukiman di wilayah penelitian menggunakan hasil analisis sebelumnya. Simulasi model menggunakan jangka waktu 20 tahun (2010-2030). Model yang ditawarkan terdiri atas satu skenario tanpa intervensi dan tiga skenario melalui intervensi. Model dengan skenario melalui intervensi optimis terhadap parameter model laju inmigrasi penduduk sebesar 3 %, komitmen pemerintah secara penuh dan peningkatan kapasitas daya tampung kawasan sebesar 20 %, merupakan skenario pilihan yang terbaik untuk dilakukan dalam rangka mewujudkan pengelolaan kawasan permukiman yang berkelanjutan di wilayah penelitian dengan lima kebijakan yang dapat diimplementasikan.en
dc.language.isoid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titleModel Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan Di Pinggiran Kota Metropolitan Jabodetabeken
dc.subject.keywordJabodetabeken
dc.subject.keywordmodel dinamiken
dc.subject.keywordpermukiman berkelanjutanen
dc.subject.keywordpinggiran kotaen


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record