Studi Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Wilayah Cianjur Selatan (Kasus di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung)
Abstract
Proses kelembagaan dalam hutan rakyat memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang subsistem pengelolaan hutan rakyat. Mekanisme kelompok dan musyawarah dalam rangka pengaturan hasil menjadi satu komponen penting di dalam sistem kelembagaan hutan rakyat itu sendiri. Kesepakatan yang dihasilkan mempunyai orientasi utama kelestarian hutan dimana akan membawa pada kehidupan masyarakat yang lebih aman dan sejahtera. Akan tetapi pada umumnya sistem kelembagaan kelompok tani bersifat non-formal dengan bercirikan atauranaturan yang bersifat lisan tanpa ada upaya pendokumentasian aturan yang tersusun rapi. Sehingga memberikan pengaruh pada tingkat kepatuhan anggota di dalam menjalankan aturan tersebut. Kemudian juga kelembagaan kelompok tani yang diharapkan mampu menjadi pemberi solusi bagi permasalahan yang dihadapi petani tidak sepenuhnya mempunyai kapasitas sebagaimana kelembagaan formal lainnya. Kapasitas yang dimiliki kelompok tani sebagai kelembagaan adalah sebagai wadah perkumpulan para petani untuk mempermudah kegiatan distrbusi bantuan bibit dan pupuk juga penyuluhan kepada petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem kelembagaan hutan rakyat, seperti aturan, pedoman, bentuk kesepakatan, proses pengambilan keputusan, sistem tata nilai, dan kapasitas kelembagaan di beberapa desa dan kecamatan yang berlokasi di Kecamatan Tanggeung dan Cibinong di wilayah Cianjur Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di 2 (dua) kecamatan, Tanggeung dan Cibinong, 8 (delapan) dari 9 (sembilan) responden kelompok tani menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan yang mereka lakukan berdasarkan pada rapat anggota atau musyawarah. Kemudian 8 (delapan) dari 9 (sembilan) responden ketua kelompok menyatakan kesetiaan dan pengabdian anggota cukup tinggi. Tidak jauh berbeda dalam hal landasan penetapan pemimpin, seluruh responden kelompok tani menyatakan bahwa pemimpin ditetapkan bukan atas dasar hubungan paternalistik atau kesenioran melainkan keprofesionalan yang dimiliki pemimpin tersebut. Sedangkan dalam hal persepsi terhadap waktu 38 dari 40 responden perwakilan anggota kelompok menyatakan orientasi mereka adalah ke masa depan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sistem kelembagaan kelompok tani di lokasi penelitian masih tergolong kelembagaan non-formal. Di samping itu kapasitas yang dimiliki kelembagaan kelompok tani hanya dalam hal penyelenggaraan penyuluhan dan penyediaan bantuan bibit dan pupuk bagi petani. Sedangkan dalam hal karakteristik anggota, kelembagaan kelompok tani tergolong masyarakat modern yang sebagian besarnya memiliki orientasi ke masa depan.
Collections
- UT - Forest Management [3073]