Emisi Gas CO2 dan Neraca Karbon pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong di Kecamatan Ranca Bungur, Bogor
KUSWANDORA. CO2 Gas Emission and Carbon Balance on Corn, Peanut, and Cassava Fields in Ranca Bungur District, Bogor.
Abstract
Climate change is one of global issues that became a warm topic of discussion over the world. Three greenhouse gases (GHG) that most contribute to the increase in GHG emissions are CO2, CH4, and N2O. Besides industrial areas, CO2 gas emission from agricultural land is allegedly high. However, researches on CO2 emissions from tropical agricultural land are very limited especially on mineral soil. Some of the researches were conducted on the peat land. Therefore, it is very important to collect information of CO2 emission in tropical mineral soil. This study aims to measure the amount of CO2 emissions on different land uses as well as to understand the controlling factors of CO2 emission at mineral soil and to measure carbon balance. This research was conducted on corn, peanut, and cassava fields at Bogor, West Java, from November 2010 to June 2011. CO2 flux was measured by closed chamber method, two replications on row, one replication inter row in corn and cassava fields, three replications in peanut field (there were not row). The environment variables such as air temperature, soil temperature at 5 cm depth, relative humidity, and water content were also measured. These measurements were carried out every week from planting until harvesting. Cumulative CO2 emission was calculated by multiplying the mean CO2 fluxes and the duration between the adjacent sampling times. In order to compare each site, we assumed that these fields were continued to be planted same crop for one year for calculation. When harvested, all parts of plant samples were taken and analyzed its carbon content using a CHNS elemental analyzer. All crops were planted on November 2010. Growing period was 77, 75, and 218 days in corn, peanut, and cassava field respectively. CO2 emission from corn field was 14.95 ton C ha-1 yr-1, followed by 10.64 ton C ha-1 yr-1 in cassava field, and 10.07 ton C ha-1 yr-1 in peanut field. In corn field and cassava field, CO2 flux on row was higher than inter row. Soil temperature and water content was positively correlated with CO2 flux on row, but did not correlated with CO2 flux inter row. These results suggest that plant activity may influence CO2 emission. High soil temperature and water content could increase CO2 emitted from the soil. Net Primary Production (NPP) in each site was 21.98 ton C ha-1 yr-1 in corn field, 10.86 ton C ha-1 yr-1 in peanut field, and 12.19 ton C ha-1 yr-1 in cassava field. There is a positive correlation between CO2 emission and NPP. Perubahan iklim adalah salah satu isu global yang menjadi topik hangat diskusi seluruh dunia. Tiga gas rumah kaca (GRK) yang paling berkontribusi terhadap peningkatan emisi GRK yaitu CO2, CH4, dan N2O. Selain pada daerah industri, emisi gas CO2 dari lahan pertanian disinyalir tinggi. Namun, penelitian mengenai emisi CO2 dari lahan pertanian tropis sangat terbatas terutama pada tanah mineral. Beberapa penelitian dilakukan pada lahan gambut. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengumpulkan informasi emisi CO2 pada tanah mineral tropis. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur jumlah emisi CO2 pada penggunaan lahan yang berbeda, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi emisi CO2, dan menghitung nilai neraca karbon pada masing-masing lahan di lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan pada lahan jagung, kacang tanah, dan singkong di Bogor, Jawa Barat, dari November 2010 sampai Juni 2011. Fluks CO2 diukur dengan metode ruang tertutup, dua ulangan pada baris, satu ulangan antar baris pada lahan jagung dan singkong, serta tiga ulangan pada kacang tanah (tidak ada baris). Variabel lingkungan seperti suhu udara, suhu tanah diukur pada kedalaman 5 cm, kelembaban udara, dan kadar air tanah juga diukur. Pengukuran fluks CO2 dan variabel lingkungan ini dilakukan setiap minggu dari penanaman sampai panen. Emisi CO2 dihitung dengan mengalikan fluks CO2 rata-rata dan durasi antara waktu sampling yang berdekatan. Dalam rangka untuk membandingkan setiap lahan, diasumsikan bahwa lahan ini dilanjutkan untuk ditanam tanaman yang sama selama satu tahun untuk perhitungan. Saat panen, seluruh bagian sampel tanaman diambil untuk diukur kadar karbonnya dengan menggunakan CHNS elemental analyzer. Semua tanaman ditanam pada bulan November 2010. Masa pertumbuhan pada lahan jagung, kacang tanah, dan singkong masing-masing adalah 77, 75, dan 218 hari. Emisi CO2 dari lahan jagung 14,95 ton C ha-1 thn-1, diikuti oleh 10,64 ton C ha-1 thn-1 pada lahan singkong, dan 10,07 ton C ha-1 thn-1 pada lahan kacang tanah. Pada lahan jagung dan singkong, fluks CO2 pada baris tanam lebih tinggi dari antar baris. Suhu tanah dan kadar air tanah berkorelasi positif dengan fluks CO2 pada baris, tapi tidak berkorelasi dengan fluks CO2 antar baris. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas tanaman dapat mempengaruhi emisi CO2, kandungan air, dan suhu yang tinggi bisa meningkatkan CO2 yang dipancarkan dari tanah. Nilai Produksi Primer Bersih (PPB) untuk masing-masing lahan yaitu 21,98 ton C ha-1 thn-1 pada lahan jagung, 10,86 ton C ha-1 thn-1 pada lahan kacang tanah, dan 12,19 ton C ha-1 thn-1 pada lahan singkong. Terdapat hubungan positif antara emisi CO2 dan PPB.