Show simple item record

dc.contributor.advisorJaya, I Nengah Surati
dc.contributor.authorLauhatta, Jufri Hamka
dc.date.accessioned2012-07-02T02:10:56Z
dc.date.available2012-07-02T02:10:56Z
dc.date.issued2007
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/55503
dc.description.abstractPembangunan lingkungan perkotaan yang sedang dan atau telah dilakukan saat ini juga menimbulkan berbagai dampak negatif yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya masalah lingkungan di perkotaan seperti peningkatan suhu dan tingkat polusi udara yang berakibat kepada semakin berkurangnya produksi oksigen (O2) dan bertambahnya produksi karbondioksida (CO2). Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu unsur gas rumah kaca (GRK) terpenting penyebab terjadinya pemanasan global (global warming). Dibandingkan dengan gas-gas yang lain, CO2 memberikan kontribusi terbesar terhadap terjadinya efek rumah kaca yaitu 50%, disusul CFC sebesar 17%, CH4 sebesar 13%, O3 sebesar 7% dan N2O sebesar 5%. Waktu tinggal CO2 merupakan yang paling lama di atmosfer dibandingkan dengan gas-gas yang lain yaitu selama 50-200 tahun. Makin panjang waktu tinggal gas di atmosfer, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu (Prihanto et al, 1999). Sumbangan utama manusia terhadap jumlah karbondioksida dalam atmosfer berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, batu bara, dan gas bumi. Konsumen paling besar yang menggunakan bahan bakar tersebut yaitu sektor transportasi (kendaraan bermotor), industri dan aktivitas harian penduduk. Menyadari keadaan tersebut penataan lingkungan perkotaan yang berorientasi wawasan lingkungan menjadi sangat penting. kehadiran vegetasi sebagai salah satu perwujudan dari hutan kota sangat diperlukan untuk mengimbangi tingkat polusi yang semakin tinggi. Dalam RTRWP 2010, pemerintah propinsi DKI Jakarta menargetkan memiliki RTH seluas 9.544 ha atau setara dengan 13,94% dari luas total DKI Jakarta. Sampai dengan akhir tahun 2004, RTH yang sudah ada seluas 6.190 ha atau 9% dari luas DKI (Widyastuti, 2005). Satelit ini merupakan satelit sipil pertama yang menggunakan sensor dengan resolusi spasial tinggi, yaitu : 1 m panchromatic (PAN) dan 4 m multispectral (XS). Oleh karena itu, IKONOS dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi tipe-tipe penutupan vegetasi serta penyebarannya secara lebih rinci dan lebih akurat. Jika diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan dipadukan dengan data penunjang lain akan memberikan pengetahuan mengenai luas dan penyebaran hutan kota (ruang terbuka hijau/RTH) serta lokasi-lokasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai hutan kota di Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Timuren
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural Universiti)
dc.subjectAgroforestryen
dc.subjectHutan Kotaen
dc.titleEstimasi Kebutuhan Hutan Kota Menggunakan Citra IKONOS dan Sistem Informasi Geografis (SIG) di Jakarta Selatan dan Jakarta Timuren


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record