Produktivitas dan pendugaan parameter genetik burung merpati lokal (columba livia) sebagai merpati balap dan penghasil daging
Productivity and estimation of genetic parameters of local pigeons (columba livia ) for game and meat production
Abstract
The local pigeon still shows high genetic variation. Hobbyist practice pigeon horizontal sprint flight and high flight racing. Research reports on genetic parameters and productivity of the local pigeon were few, while those informations are required for the development of the local pigeons as game and squab meat producer. The first study was to study the variation of qualitative traits including basic coat, patterns, primary feather colors, head ornaments, shank color and shank feathering. Body contour feather color observed were megan, solid colors and barrless, fading head ornaments; red shank color and feathered shanks. The genotypic frequencies were mostly not in a state of equilibrium also showing a selection for certain traits or genotypes is in progress and this may also caused by the monogamic mating in pigeons. Only head ornament and red shank color were in equilibrium. Selection may occur for yellow iris color as shown by its highest frequency in the field. The heterozygosity value was 0.27 showing high variation in qualitative traits. Qualitative traits were found similar in both racing and local pigeons. The second study is to find out the ration with sufficient nutritional needs for normal production and reproduction and also to study feeding pattern and total consumption. The feeding trial applied four rations namely J) all corn, K)50% commercial feed plus 50% corn, JK)100% commercial feed and JKM) 50% corn + 30% commercial feed + 20% brown rice. The result found ration B could supply sufficient nutritional need of pigeons (containing 14.9% crude protein and 3100 kkal/ kg). Pigeons preferred grains. Consumption per day of a pair was 60-80 g (before laying period), 53-58g (hatching period), and 83-99g (suckling period). Pigeons is polygamous. The average egg weight was 17,7±1.6 g egg production was 1.8 ± 0.6 eggs, egg index was 75.7±5.6 %, fertility was 92.5 %, hatchability was 77%, hatching weight was 14.0±1.2 g and embrional mortality was 23%. A pair of pigeon could incubate 4 eggs or suckled 4 squabs (normally 2 eggs; 2 squabs). Repeatability of egg weight was 0.63, the mature weight was 0.22, weight at hatch was 0.74, weekly weigh gain until weaning age were low to high. Repeatability values for reproductivity traits were 0.05–0.12. Heritability estimates found ranged from low to moderat, e.g mature weight was 0.23, egg weight was 0.19, hatching weight was 0.30 and egg index was 0.27. Genetic correlation between mature weight and egg weight was 0.64 , between egg weight and hatching weight was 0.67. Positive phenotypic correlation between egg weight and both hatching weight and weaning weight was found. Sprint speed of horizontal flight was 14 m sec-1. Based on the similarities in qualitative traits and morphometric measurements of local pigeons with horizontal sprint flight and high flight racing pigeons and also based to similarity of squabs growth and weekly weights up to four weeks, then was concluded that local pigeons could be selected to develop racing and meat producing pigeons. Burung merpati lokal merupakan plasma nutfah dan sumber kekayaan hayati di Indonesia yang masih memiliki keragaman genetik. Burung merpati tersebut biasa dipelihara sebagai hewan peliharaan (hobi/kesayangan/kelangenan). dilombakan ketangkasannya sebagai burung balap baik balap datar maupun balap tinggian. Kajian produktivitas dan parameter genetik dari burung merpati lokal dibutuhkan untuk pengembangannya baik sebagai balap dan penghasil daging. Penelitian ini dipaparkan dalam 4 bagian. Penelitian pertama bertujuan mengungkap karakteristik dan keragaman sifat kualitatif burung merpati lokal. Pengamatan ini menggunakan 711 ekor burung yang dipelihara di lokasi penelitian dilengkapi dengan burung milik penggemar di lapang. Uji χ2 untuk mendeskripsikan karakteristik warna bulu, jambul di kepala, warna paruh, warna iris mata, warna ceker, dan ceker berbulu. Warna bulu dasar burung merpati lokal ada 5 macam, yaitu hitam (S-B+-C-), megan (ssB+C-), coklat/gambir (S-b-C-;), putih (S- -- cc), dan abu (SsBA-C-) dengan variasi sebanyak 68 macam dengan urutan dominasi abu>hitam>megan>coklat/gambir>putih. Frekuensi warna dasar, pola bulu dan corak bulu yang frekuensinya tinggi masing-masing megan, pola bulu polos dan corak bulu barrless, ornament kepala fade (tidak berjambul), warna ceker merah, ceker tidak berbulu. Sifat kualitatif yang diamati dalam keadaan tidak setimbang (χ2 > χ2tabel) kecuali fade dan ceker berbulu (χ2> χ2tabel Penelitian kedua untuk mendapatkan jenis pakan, mengetahui pola makan dan konsumsi pakan burung merpati. Penelitian ini mencobakan empat jenis pakan yaitu 100% jagung (J), 50% jagung+50% pakan komersial (JK),100% pakan komersial (K), dan 50% jagung+30% pakan komerisal+20% beras merah (JKM) masing-masing pada 15 pasang. Pakan komersial yang digunakan adalah pakan untuk ayam ras pedaging fase finisher. Data dianalisis ragam (ANOVA) dan bila perlakuan nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. Bobot telur dan bobot tetas berbeda nyata (JK=JKM>J=K). Selama masa pertumbuhan piyik yang induknya diberi pakan berbeda ternyata secara statistik berbeda nyata. Adapun bobot piyik umur satu minggu tidak berbeda nyata hal ini dikarenakan ), diduga ada seleksi pada sifat kualitif tertentu. Hasil perkawinan resiprokal untuk mengamati pewarisan warna iris mata menunjukkan warna iris mata dikontrol 4 alel, dengan dugaan genotipe untuk iris mata coklat (A-bbC-D-), warna iris mata kuning (A-bbC-dd dan aaB-C-D-), warna iris mata lip lap (A-B-C-D-), warna iris mata putih (A-B-ccD-; A-bbccD-;A-bbccdd; aaB-ccD-;aabbccdd). Warna iris mata pada piyik burung merpati baru jelas dapat diamati, yaitu warna iris mata coklat saat piyik berumur 32-57 hari, warna iris mata liplap saat berumur 34-57 hari, warna iris mata kuning saat berumur 57-132 hari, dan warna iris mata putih paling lama terdeteksi yaitu saat piyik berumur 45-145 hari. Piyik beriris mata warna kuning dapat diperoleh dari tetua kuningxkuning, kuningxcoklat, liplapxkuning, liplapxliplap, putihxcoklat dan putihxkuning. Adapun nilai rataan heterosigositas sifat kualitatif sebesar 0.266 (berarti masih beragam). piyik diloloh susu tembolok yang dihasilkan induk burung merpati jantan dan betina yang mengeram yaitu menjelang piyik menetas hingga minggu pertama setelah piyik menetas. Jenis pakan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi burung merpati adalah pakan JK, K, dan JKM dengan kandungan protein kasar (PK) masing-masing 14.9%, 19.6% dan 15.8%. Pakan yang mudah diaplikasikan di lapang adalah pakan B dengan PK 14.9% dan EM 3100 kkal/kg. Pengamatan dilanjutkan untuk memperoleh pola makan dan konsumsi pakan induk burung merpati yang diberi pakan campuran jagung dan pakan komersial. Data konsumsi pakan diuji proporsi dan disajikan secara diskriptif. Hasil penelitian bahwa burung merpati lebih menyukai biji-bijian (jagung) dibandingkan pakan komersial dengan proporsi jagung dengan pakan komersial adalah 60:40. Adapun dari konsumsi pakan pada penelitian ini diketahui sepasang induk burung merpati pada fase tidak mengeram (menjelang produksi), fase mengeram, dan fase meloloh dengan piyik sebanyak dua ekor membutuhkan pakan yaitu 60-80 g, 53-58 g, dan 83-99 g per pasang per hari. Martojo, Harimurti Sumatri,Cece Sihombing,D.T.H. Mardiastuti, Ani
Collections
- DT - Animal Science [343]